Milo Tanpa Susu, Inovasi Plant-based Nestlé di Asia Tenggara


Produk Milo tanpa susu sapi diluncurkan di Malaysia pekan ini (Foto: cnn.com)
SUSU cokelat Milo sangat populer di Asia Tenggara selama beberapa dekade. Sekarang minuman favorit untuk sarapan dan camilan sore ini akan menampilkan inovasi baru, bubuk cokelat itu akan tampil sebagai minuman siap saji yang bebas susu.
Produk tersebut adalah salah satu inovasi plant-based atau nabati terbaru dari Nestlé, dan akan diluncurkan di wilayah tersebut pekan ini. Demikian pernyataan perusahaan itu kepada CNN Business (7/4).
Mulai Kamis (8/9), minuman itu akan beredar di supermarket di Malaysia. Perusahaan multinasional Swiss itu juga berencana segera menjualnya di negara lain. Sebelumnya, Nestlé sudah menawarkan Milo nabati di Australia dan Selandia Baru, tetapi dalam bentuk bubuk seperti biasa.
Baca juga:
"Ini semua tentang memberi pilihan," kata Juan Aranols, kepala Nestlé Malaysia dan Singapura, dalam sebuah wawancara, "Kami merasa bahwa dengan meningkatnya minat akan produk nabati, mengapa tidak memberikan rasa Milo yang disukai semua orang dalam solusi nabati?"
Biasanya, Milo terbuat dari buah kakao, ekstrak malt dan susu skim, sedangkan versi nabati menukar susu bubuk dengan kedelai dan gandum. Langkah tersebut adalah contoh terbaru dari bisnis yang membawa tren plant-based ke Asia.

Dalam beberapa tahun terakhir, merek Barat termasuk Nestlé (NSRGY), Impossible and Beyond Meat (BYND) telah memanfaatkan kebutuhan yang meningkat untuk makanan dan minuman nabati di Barat. Sekarang, mereka menuju ke Timur, mengumpulkan dana baru untuk menargetkan pertumbuhan di kawasan ini dengan meluncurkan produk yang khusus dibuat untuk konsumen Asia dan juga mendirikan pabrik baru di kawasan tersebut.
Makanan nabati sudah populer di beberapa bagian Asia tetapi mendapatkan penggemar baru karena berbagai alasan, mulai dari pelanggan yang ingin menerapkan pola makan yang lebih sehat, hingga kekhawatiran tentang dampak daging terhadap lingkungan.
Baca juga:
Beberapa konsumen hanya ingin mengikuti tren baru yang sedang hangat, sementara banyak pemakan daging yang lebih muda ingin menjadi "flexitarian" - orang yang memilih untuk tidak makan daging satu atau dua hari dalam seminggu. Untuk perusahaan makanan dan minuman, ini berarti peluang $25 miliar USD atau sekitar Rp364.713.750.000.000 plus di wilayah tersebut.
Pabrik Baru di Asia
Tahun lalu, Nestlé mendirikan pabrik pertamanya untuk produk nabati di Asia, sebagai bagian dari investasi 730 juta yuan (Rp1.623.668.411.190). Fasilitas yang terletak di kota pelabuhan Tingkok di Tianjin ini telah meluncurkan deretan burger, sosis, dan nugget tanpa daging, serta hidangan khas Tiongkok, seperti ayam kung pao, perut babi, dan bakso rebus.
Alternatif daging yang populer telah ada selama beberapa generasi di negara-negara terbesar di Asia. India, misalnya, memiliki populasi vegetarian yang dominan dan budaya makanan yang dinamis. Dan di Tiongkok, orang telah membuat hidangan daging palsu mereka sendiri dari jamur, kacang-kacangan, dan sayuran selama berabad-abad.

Nestlé, perusahaan makanan terbesar di dunia, mencoba cara lain. Bagian dari rencana raksasa Swiss itu adalah memanfaatkan kecintaan akan merek-merek lawasnya, meluncurkan versi nabati dari segala hal mulai dari Nescafé latte di Jepang hingga Nesquik di Amerika Serikat.
"Kami memiliki jangkauan geografis, dan kami memiliki kemampuan distribusi baik di kawasan ini maupun di luar," kata Chris Johnson, CEO Nestlé untuk Asia, Oseania, dan Afrika sub-Sahara, "Itu adalah hal-hal yang dibawa Nestlé ke pasar ini yang membuat saya merasa percaya diri."
Baca juga:
Grid 3D Mapping System, Tindakan Canggih untuk Atasi Gangguan Jantung Aritmia
Johnson, yang telah bersama Nestlé sejak 1980-an, mengatakan bahwa perusahaan telah berkembang secara internal saat berlomba untuk menjadi besar di ruang nabati. "Saya belum pernah melihat kecepatan inovasi semacam itu, dengan kata lain, beralih dari ide ke peluncuran ... secepat yang kami alami [dalam hal ini]," katanya.

Misalnya, hanya butuh sembilan bulan bagi para peneliti untuk memperkenalkan dan meluncurkan alternatif tuna nabati di Swiss. Dan dalam beberapa hal, perusahaan mengambil peluang di Asia, menurut eksekutif tersebut.
"Kami dulu sangat berhati-hati sebelum melakukan ... investasi untuk menghasilkan sesuatu," kata Johnson, "Tapi kami sebenarnya telah berinvestasi sebelum ada permintaan, dalam kasus Tiongkok dan Malaysia. Jadi kami menempatkan beberapa taruhan besar di luar sana." (aru)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak

Indonesia Ekspor Produk Olahan Susu ke Malaysia dan Filipina, Nilainya Capai Rp 1,7 M

Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas

Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan

Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
