Imam Masjid New York: Sejam Bersama Donald Trump


Berurutan dari kanan ke kiri, Rabbi Marc Scheneier, Shamsi Ali, Donald Trump, dan penyanyi hip hop Russel Simmons. (facebook.com/shamsi ali)
MerahPutih Internasional – Milioner AS Donald Trump akhir-akhir menjadi pembicaraan publik Indonesia. Hal tersebut setelah Pimpinan DPR Setya Novanto dan Fadli Zon menunjunginya ketika sedang konferensi pers kampanye calon presiden Amerika Serikat. Publik ingin mengetahui siapa sebenarnya Trump, saat ada yang mengecam bahwa ia seorang anti-imigran, dan juga disebut anti-Islam.
Berikut cerita dari Imam Besar Masjid New York, Ustadz Shamsi Ali, warga Amerika kelahiran Indonesia, tentang sosok Donald Trump. Shamsi Ali menceritakan pengalaman pertemuan dengan Trump selama satu jam. Dalam pertemuan itu, hadir pula Rabi Yahudi Marc Scheneier.
Shamsi berusaha menemui taipan real estate itu ketika Trump berkomentar negatif tentang Islam di salah satu televisi. “Islam itu masalah, dan komunitas Muslim itu berbahaya,” demikian komentar Trump terhadap Islam seperti diulang kembali oleh Shamsi Ali dalam tulsannya.
Pertemuan keduanya (Shamsi dan Trump) dimediasi oleh seorang kawan Shamsi, penyanyi hip hop terkenal Russel Simmons, dan juga turut serta seorang Rabi Yahudi yang kerap membela Islam. Shamsi merasa gerah dengan pernyataan Trump yang menyudutkan Islam dan ingin mengajaknya bertemu. Berikut cerita pertemuan Shamsi Ali dengan Donald Trump yang secara lengkap ditulis melalu jejaring sosial Facebook;
Sekitar tiga tahun lalu saya dikejutkan oleh sebuah wawancara Fox News bersama Donald Trump, raja properti Amerika Serikat. Dalam wawancara itu DT (Donald Trump) ditanya pendapatnya tentang Islam dan komunitas Muslim Amerika.
Sungguh jawaban DT sangat mengejutkan sekaligus menyakitkan. "Islam itu masalah. Dan komunitas Muslim itu berbahaya", kata DT saat itu.
Mendengar itu saya cukup tersinggung. Keberadaan saya di Amerika dalam masa hampir 20 tahun saya berusaha membuktikan bahwa Islam dan Muslim itu adalah bagian integral dari Amerika. Saya berjuang menjadikan Islam sebagai agama kontributor kebaikan bagi Amerika. Memperjuangkan dengan segala resikonya untuk menjadikan Amerika dan Islam tidak berada di posisi berseberangan.
Sejak kedatangan saya ke negara ini dan menjadi penduduk tetap (permanent resident) salah satu kegiatan prioritas utama saya adalah membangun komunikasi dan kerjasama dengan semua pemeluk agama, termasuk komunitas Yahudi. Lalu di mana letak masalahnya Islam dan bahayanya komunitas Muslim.
Kebetulan saya dekat dengan sesorang Hollywood, raja hip hop (hip hop mogul), Russel Simmons. Mantan suami Kimmora Lee ini adalah seorang bisnisman yang juga aktifis. Dan seringkali tampil membela hak-hak minoritas yang termarjinalkan, termasik warga hitam, Hispanic dan Muslim.
Saya meminta beliau untuk mencoba mengatur pertemuan dengan Donald Trump. Ternyata dia juga mendengar wawancara itu dan gerah dengannya. Maka dengan senang hati dia menghubungi kantor DT yang ternyata sangat senang akan ditemui oleh seorang Imam.
Tibalah hari H-nya pertemuan itu. Selain Russel Simmons dan saya juga hadir bersama seorang Rabbi Yahudi berpengaruh yang juga selalu membela Islam, Rabbi Marc Scheneier.
Setiba di kantor DT, Trump Tower, di kawasan 5th Avenue, kami bertiga disambut oleh DT di depan lift. Dengan ramah menyambut dua teman saya. Yapi masih melongok ke depan mencari-cari sesuatu atau seseorang. Ketika ditanya oleh Russel apa gerangan yang dicari, dijawabnya: "where is the Imam"?
Russell kemudian menunjuk ke bawah karena memang saya rendah. DT kemudian baru menengok ke bawah dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Sekali lagi Russell bertanya kepadanya kenapa tertawa terbahak-bahak? DT menjawab: "I had never dreamt that I will meet a smiling Muslim" (saya tidak pernah bermimpi untuk ketemu dengan seorang Muslim yang tersenyum).
Mendengar itu terus terang saya agak tersinggung. Sebab saya yakin saya lebih sering senyum dari Donald Trump. Dan kemungkinan juga senyuman saya lebih menarik dari senyuman seorang DT (hehehe).
Kitapun duduk di kantor DT. Sebuah kantor yang dipenuhi gambar wanita-wanita cantik, koleksi miss universe, dan bahkan beberapa gambar wanita-wanita playboy bersama DT. Saya kemudian memulai memberanikan diri berbicara dan menanyakan: "dari mana gerangan DT berkesimpulan jika orang-orang Islam itu tidak tahu tersenyum"?
Sesaat semua terdiam mendengar pertanyaan saya itu. Tapi Donald Trump kemudian dengan sedikit serius menjawab: "itulah yang selalu saya saksikan di televisi-televisi". Jawaban singkat DT ini kembali mengusik saya.
Saya sedikit merubah posisi diduk dan mengatakan: "Mr. Trump, sungguh sebelum saya datang ke kantor anda dan bertemu anda, saya ada kesimpulan negatif tentang anda. Sangakaan saya itu adalah orang yang angkuh. Ternyata setelah ketemu anda, menyambut kami dengan senyuman dan bercanda, saya mendapati anda sebagai orang ramah. Kalau seandainya saya mengambil kesimpulan tengang orang besar seperti anda dari televisi atau media alangkah naifnya. Sungguh naifnya juga jika mengambil kesimpulan tentang 1.6 milyar manusia (Muslim) hanya dari televisi atau media".
Setelah pernyataan saya itu DT hanya banyak diam dan mendengarkan. Tapi sebenarnya yang paling bersemangat menyerang DT adalah Russell Simmons. Nampaknya beliau sebagai Afro American gerah juga dengan sikap DT terhadap komunitas berkulit non putih.
Russell bertanya begini misalnya: "Donald, had you ever read about Islam? Had you ever read the holy Quran, the Muslims holybook?".
Donald hanya mengangguk mendengar itu. Lalu disambut oleh Russell berikut: "kalau begitu kamu tidak punya hak sama sekali untuk berkomentar mengenai Islam".
Bahkan Russell sempat mengatakan: "your attitude is absolutely un American".
Selama pertemuan yang memakan waktu sekitar sejam itu, memang terasa intens walau diselingi candaan. Yang pasti dengan pertemuan itu kami dapat mengukur kedalaman pemahaman DT tentang berbagai masalah, bahkan dalam hal ekonomi dan bisnis.
Di akhir pertemuan itu teman saya, Rabbi Marc Schneier menawarkan jika DT ingin berkunjung ke masjid. Dia hanya tersenyum dan menjawab "next time"!
Sejak itu memang DT hampir tidak pernah lagi berbicara mengenai Islam. Tapi pendukung fanatik DT adalah mereka yang saat ini sedang mengalami euphoria untuk mengalahkan Barack Obama (presiden non putih). Mereka rata-rata anti Islam secara khusus dan immigran secara umum.
Oleh karenanya ketika seorang pejabat tinggi dari sebuah negara Muslim terbesar dunia menemui DT di saat-saat suasana kampanye memanas sangat disayangkan.
Bagi kami, terpilihnya seorang presiden terkait dekat dengan kenyamanan hidup kami. Komunitas Muslim di Amerika cukup traumatis dengan presiden yang memiliki persepsi salah, atau boleh jadi kebencian, terhadap Islam dan pengikutnya. Cukuplah selama 8 tahun di bawah presiden G.W Bush komunitas ini ditekan sedemikian rupa.
Apalagi DT memang sosok yang sangat kontroversial, khususunya terhadap isi imigran gelap. Padahal diaku atau tidak Amerika memang sejarahnya adalah negara imigran gelap, termasuk mereka yang datang dari Eropa. Tentu termasuk Donald Trump sendiri!
New York, 3 September 2015
Baca Juga
Imam Masjid New York Kecam Kunjungan Pimpinan DPR ke Donald Trump
Pimpinan DPR Harus Klarifikasi Pertemuan dengan Donald Trump
Fadli Zon Sebut Donald Trump Teman Bagi Indonesia
Donald Trump Tanya Apa Orang Indonesia Menyukainya? Setya Novanto: Ya, Sangat Suka
Bagikan
Berita Terkait
Hakim Batalkan Kebijkan Pemotongan Dana untuk Harvard oleh Donald Trump, Pemerintah akan Ajukan Banding

Kesehatan Presiden AS Donald Trump Jadi Bola Panas di Media Sosial, Tetap Menyebar meski sudah Dibantah

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

Presiden China, Rusia, dan Pemimpin Korea Utara Akrab di Parade Militer, Donald Trump Singgung Konspirasi Melawan AS

Kerusakan Museum dan Cagar Budaya di Tiga Kota Jadi Kerugian Besar Bagi Bangsa, Fadli Zon Minta Pelaku Kembalikan Koleksi yang Dijarah

Taylor Swift Umumkan Pertunangan, Presiden AS Donald Trump hingga Anggota Kerajaan Inggris Ucapkan Selamat

Viral! Surat-Surat R.A. Kartini Masuk Daftar Memory of the World, Bukti Perempuan Indonesia Punya Kontribusi Penting untuk Peradaban Dunia

Setya Novanto Bebas Lebih Cepat, Sebut Kader Setia yang Telah Selesai Jalani Hukuman

Golkar Siapkan Posisi Jika Setnov Mau Aktif Lagi di Kepengurusan Partai

Golkar Tegaskan Setnov Tidak Pernah Dipecat, Statusnya Masih Kader Beringin
