Upaya Pegiat Food Waste Konsisten Merdekakan Indonesia Bebas Sampah Makanan

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Sabtu, 20 Agustus 2022
Upaya Pegiat Food Waste Konsisten Merdekakan Indonesia Bebas Sampah Makanan
Bagaimana mengolah sisa makanan agar tak jadi limbah pangan. (Foto: Maverick)

RAGIL Imam Wibowo gusar dengan kebiasaan penataan bahan makanan di banyak gerai pangan Indonesia karena selalu ingin menyajikan buah, sayur, dan bahan lainnya dalam keadaan mulus. Chef, food consultant, food conceptor, dan food researcher dengan fokus utama memerangi limbah makanan di lingkungan HORECA (Hotel, Restaurant, and Cafe) tersebut menilai kebiasaan menaruh hanya bahan pangan dengan bentuk sempurna pada akhirnya turut menyumbang limbah pangan. Chef Ragil lantas menunjukkan gambar lemon dengan bentuk tak lazim atau tak sesuai kebakuan nan sudah pasti tak bisa masuk kriteria untuk dipajang di etalase sehingga akan terbuang.

Baca Juga:

Bahaya di Balik Makanan Ultra Processed Food untuk Si Kecil

“Tapi kan sebenarnya airnya masih bisa dipakai, kemudian kulitnya masih bisa diparut untuk digunakan. Sebenarnya juga masih bisa dipakai saja,” kata Chef Ragil pada webinar PechaKucha Night Jakarta Volume 46 bertema What a Waste! (19/8). “Dengan begitu akhirnya banyak bahan dibuang nan bentuknya tak sempurna”.

Kebiasaan tersebut, lanjut Chef Ragil, semakin lama lantas membetuk pola pikir masyarakat untuk menyingkirkan bahan-bahan pangan dengan bentuk tak sempurna padahal masih layak konsumsi di dalam tas belanjanya. Mereka akan menilai bahan pangan dengan bentuk kurang bagus tersebut tak layak konsumsi sehingga berakhir menjadi limbah pangan. Kebiasaan tersebut salah satu dari aneka ragam permasalahan penangan limbah pangan di Tanah Air.

food waste
Sisa makanan harus diolah kembali agar tak jadi limbah. (Foto: Unsplash-Joshua Hoehne)

Indonesia, berdasarkan data The Economist Intelligence Unit tahun 2017, merupakan penyumbang sampah makanan terbesar kedua di dunia dengan setiap individu menyumbang 300 kg sampah. Bahkan, menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2017-2018, limbah pangan menyumbang sebesar 46,75% dari total sampah di Indonesia. Dengan begitu, tak ada lagi alasan bagi setiap orang di Indonesia menyepelekkan permasalahan limbah pangan di dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga:

Makanan Terbaik Untuk Pertumbuhan Rambut Lebih Cepat

Chef Ragil mencoba mengurai permasalahan sehari-hari masyarakat dengan meminta setiap orang sadar ketika memesan makanan dengan secukupnya, mengerti kebutuhan pangan harian, dan mulai belajar cara mengelola makanan sisa agar tak menjadi limbah pangan. “Prinsipnya, makan secukupnya jangan sampai kurang atau berlebih, dan makan dengan bijak agar tidak menyumbang limbah pangan,” kata Chef Ragil memberikan tips sederhana agar tiap-tiap orang tak lagi jadi mata rantai penyumbang limbah pangan.

Dalam kehidupan sehari-hari, menurut Co Founder Food Bank of Indonesia (FOI) Hendro Utomo, ada orang berlebih makanan sehingga sampai terbuang percuma namun di sisi lain ada pula orang tak memiliki akses terhadap makanan. FOI hadir sebagai jembatan antara pihak dengan permasalahan makanan berlebih dan orang-orang nan membutuhkan makanan agar tak lagi ada sampah makanan.

“Sampah makanan merupakan penyumbang kerusakan lingkungan terbesar, sehingga dengan penanganan menyalurkan makanan sebelum terbuang jadi salah satu cara FOI untuk mencegahnya, sekaligus memerangi kelaparan di sekitar kita, karena dalam makanan kita ada hak milik orang lain”, kata Hendro Utomo.

Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki regulasi khusus mengatur masalah limbah pangan sehingga perlu ada gerakan masif agar masyakarat mulai sadar tentang bahaya tersebut. Masih banyak orang belum sadar jika sisa makanan di piringnya sangat berpengaruh bagi lingkungan, sebab sampah sisa makanan bisa menyebabkan tanah mengandung gas metana berbahaya bagi atmosfer bumi.

Mengolah limbah pangan memang harus dilakukan dari lingkungan terdekat. Tentu saja, lingkungan terdekat tak lain rumah. Setelah 5 tahun hidup dengan mengurangi sampah anorganik, tahun 2018 pegiat zero waste Andhini Miranda mulai memutar otak cara mengolah sampah makanan di rumah menjadi barang berguna sehingga tidak menambah sampah berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Ternyata mengolah limbah makanan dari rumah, lanjutnya, tak semudah membalikkan telapak tangan karena pada kenyataannya butuh lebih banyak edukasi dari semua pihak tak sebatas ‘orang rumah’. “Kadang sampah sudah dipilah, eh nanti disatukan lagi sama tukang sampahnya,” kata Andhini nan lantas mengelolal limbah tersebut secara langsung menjadi beragam produk pembersih, eco enzyme, skin care, sampai makanan olahan baru.

Menumbuhkan kesadaran pada banyak orang tentang pentingnya mengelola sisa makanan agar tak menjadi limbah pangan menjadi kebutuhan paling mendesak. Sisa makanan, menurut Co Founder Bell Society Arka Irfani, bukan berarti sampah karena masih bisa dieskplorasi menjadi produk-produk fungsional sehari-hari bahkan punya nilai keberlanjutan. Salah satu produknya dengan mengolah limbah buah-buahan menjadi M-Tex atau lembaran kulit sebagai pengganti kulit sintetis nan punya masalah butuh 500 tahun untuk degradasi.

“Sesuai juga dengan SDGs (Sustainable Development Goals). Kami mengejar SDGs nomor 12 tentang sustainable consumption dan production patterns. Jadi sisa bahan pangan dimanfaatkan agar tak terbuang sia-sia menjadi limbah,” kata Arka Irfani nan ingin mengajak pelbagai pihak berkolaborasi mengkreasikan pemanfaatan limbah pangan dari hulu ke hilir. (*)

Baca Juga:

Baik bagi Orang Dewasa, Bahan Pangan Ini Tidak Penting untuk MPASI Si Kecil

#Kuliner #Teknologi #Agustus Warga +62 Merdesa
Bagikan
Bagikan