Bahaya di Balik Makanan Ultra Processed Food untuk Si Kecil


Pemenuhan nutrisi pada si kecil perlu diperhatikan. (Foto: Pexels/Alex Green)
PEMENUHAN kebutuhan gizi si kecil perlu diperhatikan dan disusun sedemikian rupa. Karena pertumbuhan dan perkembangan mereka sangat cepat. Namun, penelitian global telah menunjukkan bahwa asupan makanan balita tidak memenuhi gizi nabati.
Banyak anak kecil terpapar pada lingkungan makanan buruk yang ditandai dengan banyaknya pemasaran makanan yang rendah kualitas gizinya. Hal ini tentu saja akan memperburuk kondisi stunting di Indonesia. Data lain menyebutkan, di Indonesia cukup banyak praktik pemberian Ultra Processed Food (UPF) yang dilakukan orang tua pada masa keemasan anak. Salah satunya susu formula.
Baca juga:
Padahal hampir 80% susu pertumbuhan mengandung tambahan sukrosa dan atau fruktosa yang tidak sesuai dengan rekomendasi World Health Organization. Komposisi dan kandungan mono dan disakarida, tidak termasuk laktosa, saat ini membuat susu pertumbuhan tidak sesuai untuk dimasukkan kedalam asupan makanan anak-anak.
Dokter di RS PMI Bogor terkait gizi maternal dan perinatal, dr. Risya Nuria Ikhsania, menekankan pentingnya makanan yang beraneka ragam yang mudah didapatkan di sekitar dan menghindari UPF. "UPF bahaya untuk konsumsi jangka panjang karena berpotensi munculnya banyak penyakit degeneratif dan tidak menular seperti kanker," ujarnya.

Terkait penyebab kanker pada UPF, pegiat ASI senior, dr.Oetami Roesli,SpA. merekomendasikan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker adalah menghindari UPF sejak bayi dengan menyusui.
"ASI mengandung anti kanker khusus reproduksi yang akan melindungi ibu dan bayi,” tuturnya dalam Webinar yang diselenggarakan oleh prodi kebidanan Universitas Respati Indonesia, Kamis (10/2). "Saat ini banyak sekali klaim misleading iklan UPF termasuk makanan pengganti ASI termasuk didalamnya susu formula," tambahnya.
Baca juga:

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dian Hadijono dari Helen Keler Indonesia, salah kaprah tentang ultra processed food diperparah dengan peraturan di Indonesia yang mengizinkan produk untuk anak usia 1-3 tahun membuat klaim kandungan gizi dengan syarat memenuhi kriteria tertentu.
Hampir semua susu pertumbuhan membuat klaim kandungan zat gizi. Namun studi ini menemukan bahwa sepertiga dari produk ultra processed food ternyata tidak memenuhi persyaratan sehat ketika menjalani analisis profil zat gizi.
Selain itu, hampir tiga perempat produk yang memberikan informasi kandungan gula diklasifikasikan memiliki kandungan gula yang tinggi (kategori merah), ketika dinilai menggunakan algoritma sisi muka kemasan produk oleh Food Standards Agency Inggris.
Jelas bahwa tanpa adanya model nutrient profiling yang wajib digunakan di Indonesia, banyak susu pertumbuhan dijual sebagai produk yang cocok untuk anak usia 12-36 bulan. Kemudian membuat klaim kandungan zat gizi yang menyoroti satu manfaat kesehatan, ketika komposisi kandungan gizinya secara keseluruhan tidak memenuhi persyaratan sehat. (avia)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
