SIAPA sih yang enggak kenal nasi Padang? Berbagai macam lauk mulai dari ayam, telur dadar, hingga rendang, dijamin bikin kenyang dalam sajian satu piring. Selain cocok di lidah orang Indonesia, porsi nasi Padang biasanya lebih banyak ketika dibungkus ketimbang makan langsung di tempat. Kok bisa begitu ya?
Sensasi makan di Rumah Makan Padang memang enggak ada tandingan karena varian lauk yang bikin ngiler. Salah satunya rendang, primadona sekaligus makanan khas Sumatera Barat. Tidak lupa kuah kari, sayur nangka, daun singkong, dan sambal hijau yang bikin makan siang makin komplit.
Kalau kamu perhatikan, porsi nasi Padang yang dibungkus biasanya lebih banyak dan bisa untuk makan dua orang. Tak jarang beberapa orang memesan hanya setengah nasi saja. Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa porsi dibungkus lebih banyak daripada makan di tempat.
Masyarakat Sumatera Barat dulunya menyebut Rumah Makan Padang dengan Ampera, singkatan dari Amanat Penderitaan Rakyat. Dahulu kala, restoran Padang dianggap sebagai tempat makan untuk kaum-kaum elit saja. Meski terbilang harganya murah, masyarakat biasa tetap enggan untuk makan langsung di tempat karena merasa minder. Mereka lebih suka dibungkus dan dibawa pulang.
Baca juga:
Ketika Lapo Jadi Tempat Bernyanyi dan Berdebatnya Orang Batak

Mengetahui hal tersebut, para pemiliki restoran pun memberikan porsi lebih dengan harapan agar bisa dinikmati bersama keluarga di rumah atau setidaknya dua orang. Jika pesannya nasi dan ayam, biasanya akan mendapatkan bonus berupa sayur nangka, kuah kari, dan sambal hijau. Sejak saat inilah porsi nasi Padang yang dibawa pulang selalu lebih banyak.
Alasan kedua adalah soal biaya cuci piring. Semakin banyak orang yang makan langsung di tempat, maka semakin banyak pula peralatan yang dicuci. Konon katanya, pemilik restoran ini juga memikirkan biaya untuk membeli sabun cuci piring. Ketika nasi Padang dibawa pulang, pemiliki tidak perlu mencuci piring sehingga memberikan porsi lebih banyak.
Alasan terakhir berbicara soal estetika makanan Padang itu sendiri. Ketika diisi dengan porsi lebih banyak, bungkus nasi Padang akan terlihat lebih tegak sehingga menjadi daya tarik sendiri bagi para pembeli lainnya.
Baca juga:

Ada juga ciri khas lain di rumah makan Padang. Buat kamu yang suka makan langsung di tempat, pasti sudah tidak asing lagi dengan kakek tua berkopiah hitam terpajang di dinding rumah makan tersebut. Bukan garis keturunan ataupun memiliki hubungan darah dengan si pemilik.
Beliau adalah Syech Kiramutalla Ungku Saliah atau lebih dikenal dengan sebutan Ungku Saliah yang merupakan ulama dari Kabupaten Padang Pariaman, khususnya Kecataman VII Koto Sei Sarik. Lahir pada 1887, semasa hidupnya Ungku Saliah diberikan kekuatan khusus untuk menyembuhkan penyakit.

Cara ia menyembuhkan penyakit pun cukup unik, seperti menggunakan daun, rumput, batu, atau barang lainnya. Meski terkesan sembarang, benda-benda yang digunakannya dapat mengantarkan kesembuhan. Foto beliau juga dipajang karena dianggap membawa keberuntungan dan rezeki dalam usaha setiap restoran Padang. Ungku Saliah wafat pada 1974 dan mulai saat itu, tradisi memajang foto beliau tersebar di semua rumah makan padang khas Pariaman. Hingga kini, makam Ungku Saliah pun tetap ramai dikunjungi oleh para peziarah. (and)
Baca juga:
Nikmatnya Seruit, Makanan Khas Lampung Simbol Kebersamaan