GOLOK Barda Mandrawata tampak berbeda dibanding saudara seperguruan Elang Putih. Sekilas sarungnya sama, bilahnya serupa, ukurannya pun sama, namun gagang golok Barda tak polos seperti lainnya. Gagang goloknya berupa ukiran kayu bebentuk kepala naga.
Pewaris tunggal perguruan Elang Putih terlihat selalu menyangga golok tersebut di pinggang. Ia salah seorang mahir memainkan jurus Golok Elang Putih dengan kemampuan kecepatan tebasan.
Baca juga:
Kemahirannya memainkan golok berkepala naga tersebut, di film Si Buta Dari Gua Hantu (1970), teruji ketika Barda langsung menantang Mata Malaikat begitu ayahnya, Paksi Sakti Indrawatara, terkapar meregang nyawa.
"Hei tunjukan dirimu, bangsat!" teriak Barda memanggil Mata Malaikat menantang kelahi.
Begitu lawannya tampak, Barda langsung pasang kuda-kuda lantas membuka peluang dengan sabetan rendah. Namun, tombak dengan rantai tengkorak milik Mata Malaikat lebih dulu menghantam tubuh Barda.

Pertarungan berlangsung seperti guru mengajarkan murid. Serangan Barda hanya jadi permainan kecil bagi Mata Malaikat nan sedari tadi hanya menghindar. Bahkan, saat terperosok kemudian hanya berpegangan pada batuan di bibir jurang, Barda hanya jadi mainan Mata Malaikat.
"Perguruan Elang Putih sudah punah seakar-akarnya oleh seorang buta seperti aku," kata Mata Malaikat sesaat sebelum Barda terjatuh masuk jurang. Plot di film dengan di cerita bergambar (cergam) garapan Ganes TH memang sedikit berbeda, namun senjata golok Barda tetap sama.
Di cergam, tongkat Mata Malaikat justru polos tak ada rantai bergelantungan tengkorak manusia. Pun, Barda tak langsung berhadapan dengan Mata Malaikat begitu melihat ayahnya meregang nyawa. Justru, ayahnya di saat kritis menasehati agar berlatih tekun memecahkan rahasia ilmu Golok Mata Malaikat.
"Sebelum engkau dapat memecahkan rahasia ilmu tersebut janganlah melawannya," kata ayahnya menghela napas terakhir.

Barda beroleh senjata lain setelah masuk gua berpenunggu ular raksasa. Mineral sekunder nan menggantung di langit-langit gua seketika berjatuhan saat ia menghadapi ular raksasa. Batu tetes (dripstone) tersebut lantas digunakan Barda sebagai senjata membuat rebah sang ular.
Begitu berhasil mengalahkan ular raksasa lantas kulitnya digunakan sebagai pakaian, bertemu petapa sakti, belajar ilmu hasil penemuan di dinding gua, Barda Mandrawata Si Buta dari Gua Hantu keluar gua hanya dengan bersejata tongkat stalaktit. Ia sehari-hari bahkan hanya menggunakan tongkat sebagai pinjakan berjalan sekaligus memindai aral perjalanan.
Baca juga:
Si Buta Dari Gua Hantu, di dalam cergam tahun 1967, keluar gua untuk mencari Sapujagat, seorang pendekar berkaki satu berpakaian kulit harimau dengan senjata berupa gada raksasa atau kondang disebut Pakujagat.
Barda masuk terjerembab di gua lantaran serangan Sapujagat. Senjata Pakujagat digambarkan meski ukuran gada besar namum mampu melesat begitu cepat bahkan sebelum suaranya bisa ditangkap Barda.

"Kecepatannya dua kali suara! Dapat dikendalikan ke mana saja untuk mencabut nyawamu," tukas Sapujagat berkali-kali menghantamkan gada bola gada tajam.
Namun, setelah keluar gua, menggunakan tongkat stalaktit, dan menguasai ilmu warisan petapa, Barda sanggup mengalahkan Sapujagat. Bahkan, tongkat Si Buta mampu menangkap senjata tasbih sakti Si Tua Begawan Precet Koneng.
Meski berbahan stalktit, kesaktian tongkat Si Buta bukan semata dari bahannya melainkan aliran tenaga dalam sehingga menjadikannya senjata ampuh.
"Tongkatmu itu cuma batu gua biasa. Prana kau salurkan membuatnya jadi mematikan," kata Mandala Siluman Ular Sungai pada Si Buta Dari Gua Hantu Volume 3 Rajamandala garapan Bumilangit Comic. (Far)
Baca juga: