Mengajak Barda 'Si Buta' Mandrawata Bicara Empat Mata


Adegan Si Buta berhadapan dengan Mata Malaikat. (Foto: Si Buta Dari Gua Hantu, Mata Malaikat, Bumilangit)
TERASA baru kemarin bersemuka. Kalau tidak salah tiap minggu jelang siang hari. Patokannya, setelah seluruh paket tayangan 'kartun' atau film seri anak-anak kelar. Ya, persis sehabis Mighty Morphin Power Rangers.
Ia mula-mula muncul berbusana pangsi nila (indigo) compang-camping, atasan lengan panjang berkerah bulat tanpa kancing, sementara bawahannya celana cingkrang, "Ke atas takut hujan. Ke bawah takut cacing".
Baca juga:
Perawakannya tinggi besar. Mengenakan ikat kepala. Berambut keriting sebahu. Memanggul golok. Berdiri bertumpu pada tongkat biasa dijadikan pedomannya memilah aral saat berjalan.
"Tidak salah dugaanku. Kau pun buta seperti aku," kata Mata Malaikat, pembunuh tunangan sekaligus ayahnya, begitu tiba di Lembah Jagat Pangeran pada serial televisi Si Buta Dari Goa Hantu.

Ia menunggu bertahun-tahun agar bisa berhadap-hadapan dengan Mata Malaikat demi menuntut balas kematian dua orang terkasih serta saudara seperguruannya.
Serangannya semula mentah bahkan nyaris kalah. Namun, keadaan berbalik setelah ia berhasil mengambil tombak tengkorak seterunya lalu digunakan sebagai senjata makan tuan. Kombinasi serangan cepat dengan terjangan tombak membuat Mata Malaikat morat-marit hingga tersudut.
Apakah dendamnya berhasil terbalas? Saat sedang asyik menonton pada saluran tevelisi berlogo Rajawali tersebut tiba-tiba listrik di rumah padam dan baru menyala jelang kumandang azan asar.
Spekulasi tentang lanjutan cerita tersebut justru semakin hangat diperbincangkan keesokan hari saat istirahat sekolah. Kami sama-sama kena mati listrik satu area. Satu teman dengan semangat menggebu beranggapan Mata Malaikat berhasil bangkit lewat tipu daya lalu menewaskannya. Teman lain urung sepakat sebab menurutnya ajal Mata Malaikat berakhir di Lembah Jagat Pangeran.

Perdebatan itu pun seolah terasa seperti baru kemarin. Meski, setelah ditelusur ulang ternyata kejadian tersebut terjadi di tahun 1994. Si Buta Dari Gua Hantu, pendekar nan di dalam serial telebvisi tersebut berhasil membuat Mata Malaikat tersudut, tak pernah lagi tampak sebagai cerita penuh di layar televisi sejak 1995. Mungkin sekelebat pernah hadir sebagai bahan parodi di acara lawak. Selebihnya, nihil.
Baca juga:
Sosok Barda 'Si Buta' Mandrawata akhirnya berjarak dengan generasi sekarang. Tak ada lagi momen penantian aksi laga, cerita asmara, dan spekulasi tentang episode selanjutnya setiap minggu setelah menyaksikan serial garapan Herry Topan tersebut.
Jangankan Ganes TH atau Thio Thiauw San, penggubahnya, sosok Si Buta seutuhnya saja alpa di benak generasi muda atau biasa dijuluki Generasi Z. Bukan salah mereka. Kami, bahkan generasi sebelumnya, bisa tahu lantas kemudian jatuh hati pada Si Buta karena ada perwujudannya lewat cerita bergambar (cergam), komik, film, dan serial televisi.

Merahputih.com berusaha menghadirkan ulang sosok Si Buta melalui rangkaian artikel kepada pembaca kebanyakan Generasi Z agar dapat memahami secara utuh rekam jejak Si Buta Dari Gua Hantu.
Pembaca akan disajikan serial artikel sebagai jawaban atas pertanyaan tentang siapa Si Buta? Bagaimana jurusnya? Apa saja senjata pamungkasnya? Bagaimana kisah asmaranya? Siapa musuh bebuyutannya? Siapa saja kawan dan lawannya? Siapa penggubahnya? Bagaimana proses kreatifnya? Lantas, bagaimana posisi Si Buta di kancah sejarah dunia komik Indonesia.
Pentingnya sosok Si Buta dihadirkan secara utuh di masa kini agar para pembaca Generasi Z bisa berbicara empat mata dengan Barda 'Si Buta' Mandrawata. Dengan begitu, mereka akan punya memori tersendiri terhadap Si Buta nan membantu banyak orang 'melihat' Nusantara lewat pengembaraannya. (Far)
Baca juga: