Penyakit Jantung Bawaan Berdampak ke Stunting


Anak dengan PJB berisiko mengalami stunting. (Foto: Unsplash/Omar Lopez)
PENYAKIT jantung bawaan (PJB) pada si kecil dapat memengaruhi pertumbuhannya. PJB memiliki sejumlah gejala, yaitu demam dan batuk berulang, tiba-tiba jongkok saat aktivitas, keringat berlebihan, napas cepat, hingga sesak napas. Salah satu gejala ini bisa menyebabkan anak dengan PJB mengalami sulit makan, sehingga akan mengalami malnutrisi dan stunting.
dr. Sisca Natalia Siagian SpJP (K) mengatakan gejala berupa sesak napas pada pasien PJB dapat membuat anak sulit makan. Kondisi bernapas nan terganggu membuat si kecil sulit untuk menerima asupan makanan, sehingga tubuh akan kekurangan nutrisi. Alhasil, pertumbuhan anak jadi terganggu dan ia akan mengalami kondisi stunting atau tinggi badan berdasarkan usia berada di bawah -2.00 standar deviasi menurut grafik.
Baca Juga:
Selain itu, lanjut Sisca, PJB dapat mengganggu metabolisme tubuh. Proses metabolisme nan terganggu membuat energi yang diserap anak dari makanan terkuras. "Karena ada penyakit jantung bawaan, pasien membutuhkan energi lebih. Kalau anak yang tubuhnya biru (hipoksia) maka akan memengaruhi hormon insulin," ujar Sisca kepada merahputih.com saat ditemui di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.

Tak hanya itu, PJB juga membuat organ tubuh bekerja tidak maksimal. Seperti usus, anak yang mengidap PJB tidak bisa menyerap air sepenuhnya akibat terjadinya pembengkakan pada organ tubuh ini.
"Misalnya ususnya bengkak. Jadi bagian tempat yang harusnya menyerap air, jadi tidak optimal," tambah Sisca menjelaskan pengaruh PJB terhadap usus.
Baca Juga:
Kota Layak Anak Terganjal Data 788 Anak Alami Stunting dan Pernikahan Dini
Untuk anak yang mengalami gejala sesak napas, Sisca menyarankan agar orang tua tetap memberikan asupan makanan agar nutrisi terpenuhi. Namun, orang tua mesti bersabar karena pemberian asupan harus dilakukan secara bertahap, tidak bisa langsung dengan porsi normal seperti untuk anak-anak pada umumnya.

Sisca menegaskan agar orang tua memberikan makan sampai lima kali sehari, namun mengurangi porsinya agar anak merasa nyaman. "Kita akan mengajarkan ibunya untuk memberikan makan secara bertahap. Jadi porsi sedikit tapi diulang," tuturnya.
PJB dapat diatasi dengan dua cara, yakni konservatif dan operasi. Untuk konservatif, dokter akan melakukan pemantauan secara berkala dan memberikan obat-obatan. Sementara pada metode operasi, pasien akan menjalani operasi total atau operasi bertahap.
Selain itu, agar ibu lebih siap merawat si kecil nan memiliki PJB, Sisca menyarankan agar melakukan skrining sejak dini. Ia mengatakan skrining PJB sudah bisa dilakukan sejak 18 minggu usia kehamilan. "Setidaknya ibunya sudah siap (merawat anak dengan PJB setelah skrining). Akhirnya ibunya juga lebih cepat dan tanggap dari awal untuk mencari dokter," tutupnya. (ikh)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

Bunda, Coba deh Lavender & Chamomile untuk Tenangkan Bayi Rewel secara Alami

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
