Kesehatan
Bangun Sinergisitas Cegah Stunting Masyarakat juga membutuhkan sosialisasi dan pemahaman mendalam mengenai apa itu stunting dan risiko apa yang bisa ditimbulkannya. (Foto: Freepik/Freepik)

MOMENTUM Hari Gizi Nasional 2023 yang diperingati pada 25 Januari lalu, memunculkan kembali perhatian pada stunting (tengkes). Menurut Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Ph.D, Sp.A(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), stunting masih menjadi masalah bagi bayi dan anak Indonesia.

Kondisi tersebut harus segera dituntaskan karena menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045. Presiden RI Joko Widodo telah memberikan pernyataan dan meminta setiap kepala daerah agar bisa menekan angka stunting di daerah masing-masing demi menuju Indonesia Zero Stunting pada 2030.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting pada 2024 sebesar 14 persen. Sementara angka stunting tahun 2021 sebesar 24,4 persen, sehingga untuk mencapai target tersebut diperlukan penurunan 2,7 persen setiap tahun.

Indonesia optimistis mampu mencapai target selama konsisten menjalankan konsep yang terbukti secara ilmiah (scientifically proven). Hasil penelitian membuktikan zat makanan terpenting untuk mencegah stunting adalah protein.

Baca juga:

Angka Stunting Berbanding Lurus dengan Kurangnya Literasi Makanan Bergizi

stunting
Penelitian lebih jauh mengungkap bahwa pangan sumber protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap dan bisa didapatkan dari susu, telur, ikan, ayam. (Foto: Dok. cbcomm)

"Kunci menurunkan stunting adalah mengonsumsi asam amino esensial lengkap dan cukup yang bersumber dari protein hewani. Penelitian lebih jauh mengungkap bahwa pangan sumber protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap dan bisa didapatkan dari susu, telur, ikan, ayam dan lainnya,” ungkap Prof. Damayanti.

Tidak semua balita pendek itu diklasifikasikan sebagai stunting, melainkan hanya yang mengalami kekurangan gizi berulang atau kronis. Banyak hal akan dialami anak jika mengalami kekurangan gizi terus menerus, dimulai dari anak mengalami kenaikan berat badan yang tidak adekuat (memadai) atau dikenal dengan weight faltering.

Ada dua hal yang bisa menyebabkan anak kekurangan gizi. Pertama, asupan tidak memadai. Ini bisa terjadi karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan. Kedua, misalnya anak sering sakit, sehingga memiliki gangguan makan.

"Atau memang memiliki masalah bayi berat lahir rendah (BBLR), prematuritas, dan kelainan metabolisme bawaan yang harus ditangani dengan pemberian nutrisi khusus atau disebut pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK),” tambah Prof. Damayanti.

Untuk mengenali anak stunting atau tidak, hasil diagnosa dari dokter anak lah yang mempunyai kompetensi keilmuan untuk menentukan. Hal ini perlu diidentifikasi sejak awal agar bisa ditentukan tindakan tepat yang diperlukan anak.

Ada sejumlah sebab lain yang bisa menyebabkan anak berperawakan pendek, mulai dari yang normal seperti familial short stature (berasal dari keluarga yang berperawakan pendek) dan late bloomer, maupun yang patologis, seperti kelainan genetika mulai dari skeletal dysplasia, mukopolisakaridosis, atau rakitis, yang tentu membutuhkan penanganan berbeda dengan stunting.

Baca juga:

Kolaborasi Penting Cegah Stunting

stunting
Strategi percepatan penurunan stunting sendiri dirumuskan melalui tiga tahapan, Posyandu, Puskesmas, dan RSUD. (Foto: Dok. cbcomm)

Orang tua memiliki peran penting dalam pencegahan dan penanganan stunting dengan pemenuhan nutrisi berkualitas pada anak. Jika anak telanjur mengalami stunting, bukan berarti tidak ada harapan.

Menurut penelitian Graham McGregor di Jamaica menunjukkan bahwa pangan lokal ditambah terapi nutrisi susu 1 kilogram setiap minggu dilengkapi terapi stimulasi bermain selama 18 bulan pada anak yang mengalami stunting masih dapat mengejar hingga 90% potensi kecerdasan yang seharusnya.

Anak yang sudah mencapai usia dua tahun, jika terus didukung dan diperbaiki nutrisinya hingga usia lima tahun, penurunan IQ bisa tidak terlalu banyak, bahkan bisa mengejar hingga minus 5 dari potensi seharusnya jika tidak pernah mengalami stunting. Bahkan langkah perbaikan dari segi nutrisi masih bisa diberikan hingga anak mencapai usia 9 tahun.

Sebanyak 20% anak mulai mengalami stunting sejak lahir, 20% pada saat mendapatkan ASI (0-6 bulan), 50% pada masa MPASI, serta 10% di atas usia 3 tahun. Berdasarkan ini, WHO merekomendasikan inisiasi menyusu dini (di bawah 1 jam setelah lahir) agar dapat mencapai ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian MPASI paling lambat dimulai pada usia 6 bulan sambil meneruskan pemberian ASI.

Strategi percepatan penurunan stunting sendiri dirumuskan melalui tiga tahap. Dimulai dari pencegahan primer pada bayi normal di POSYANDU dengan mensosialisasikan ASI, MPASI dan makanan keluarga berbasis protein hewani, serta penimbangan berat badan setiap bulan untuk mendeteksi dini weight faltering.

Selanjutnya, anak dirujuk ke Puskesmas dan menjalani pencegahan sekunder saat bayi sudah mengalami weight faltering, berat badan kurang, gizi kurang, dan gizi buruk. Di Puskesmas harus ditangani dokter layanan primer yang mendeteksi dini serta menatalaksana segera penyakit penyerta misalnya tuberkulosis, infeksi saluran kemih, ISPA dan lain-lain serta memberikan terapi pangan olahan untuk keperluan diet khusus (PDK)

Jika sudah terjadi stunting, maka dirujuk ke RSUD untuk mendapatkan pencegahan tersier oleh dokter spesialis anak, lalu ditatalaksana sesuai indikasi. Jika perlu terapi khusus bisa diberikan pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK) yang sesuai peruntukannya.

Ini dilakukan agar menyelesaikan masalah stunting dan mencegah penurunan kognitif terlalu besar. Jika ditemukan faktor lain di luar medis yang menyebabkan stunting, maka perlu dilakukan pendekatan lintas sektoral, contoh pada kasus-kasus terkait kemiskinan, penelantaran, higienitas dan ketidaktahuan.

Pihak yang paling berperan besar dalam pencegahan stunting adalah orang tua. Setiap orang tua pasti ingin anaknya bisa tumbuh dan berkembang lebih baik. Untuk itu, kita tidak bisa mengharapkan orang lain.

Jadi, tugas memberikan asupan nutrisi berkualitas secara tepat, termasuk protein hewani, juga menjadi tanggung jawab orang tua. (dgs)

Baca juga:

Gerakan Minum Tablet Tambah Darah Upaya Atasi Stunting

LAINNYA DARI MERAH PUTIH
Adi Putro Konsisten Merdesakan Industri Otomotif Nasional Sejak 1973
Hiburan & Gaya Hidup
Adi Putro Konsisten Merdesakan Industri Otomotif Nasional Sejak 1973

Adi Putro konsisten berkembang di industri otomotif Tanah Air.

Winner Winner Chicken Dinner, Indonesia Lolos ke Babak Final PUBG Mobile di SEA Games 2021
Fun
Winner Winner Chicken Dinner, Indonesia Lolos ke Babak Final PUBG Mobile di SEA Games 2021

PUBG Mobile menjadi nomor pertandingan resmi esports di SEA Games 2021.

Liburan Nyaman dengan Gear Stylish
Fashion
Liburan Nyaman dengan Gear Stylish

Stroller tentu jadi benda wajib yang harus dibawa.

Lensa Dual Fisheye Teranyar Canon Sokong Ekosistem Virtual Reality Tanah Air
Hiburan & Gaya Hidup
Lensa Dual Fisheye Teranyar Canon Sokong Ekosistem Virtual Reality Tanah Air

Lensa pertama di dunia khusus untuk kamera lensa lepas tukar berkemampuan mengambil gambar stereoscopic 3D dengan sudut 180 derajat

Apple Perkenalkan HomePod Baru yang Lebih Pintar
Fun
Apple Perkenalkan HomePod Baru yang Lebih Pintar

Bisa jadi asisten rumah digital.

Pabrikan Mobil Stellantis Berbagi Cuan Rp 32 Triliun ke Karyawan
Fun
Pabrikan Mobil Stellantis Berbagi Cuan Rp 32 Triliun ke Karyawan

Tahun 2022 salah satu tahun terbaik bagi Stellantis.

Yuk Pahami Hak dan Kewajiban Sebelum Gunakan Layanan Fintech Lending
Fun
Yuk Pahami Hak dan Kewajiban Sebelum Gunakan Layanan Fintech Lending

Jangan asal-asalan menggunakan layanan fintech lending.

Cegah COVID-19 dan Cacar Monyet Menggunakan Sabun Antibakteri
Fun
Cegah COVID-19 dan Cacar Monyet Menggunakan Sabun Antibakteri

Sabun antibakteri ampuh membunuh virus.

Sering Mengantuk? Jangan-Jangan Kamu Alami Hypersomnolence Disorder
Fun
Sering Mengantuk? Jangan-Jangan Kamu Alami Hypersomnolence Disorder

Alarm dari otak untuk memberikan sinyal bahwa ada yang tak beres di dalam tubuh kita.

Koleksi Pedang Replika Real-Size Milik Yuuta Okkotsu dari Anime 'Jujutsu Kaisen 0'
Fun
Koleksi Pedang Replika Real-Size Milik Yuuta Okkotsu dari Anime 'Jujutsu Kaisen 0'

Senjata ini milik Yuuta Okkotsu dari versi film layar lebar 'Jujutsu Kaisen 0'.