MerahPutih.com - Sejumlah elemen buruh Jakarta mendatangi Balai Kota DKI, Jakarta Pusat pada Jumat (2/12). Kedatangan mereka menolak keputusan Pemprov DKI yang menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI tahun 2023 hanya 5,6 persen menjadi Rp 4.901.798.
Mereka menuntut dan lantang berorasi di halaman Balai Kota agar Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono menaikan UMP sebesar 10,55 persen.
"Pj Gubernur (Heru Budi) gak memahami bagaimana susahnya buruh. Kami di sini meminta kepada Pj Gubernur supaya merivisi kenaikan UMP," tegas salah satu orator di atas mobil komando, Jumat (2/12).
Baca Juga:
Protes Kenaikan UMP DKI, Buruh akan Demo Besar-besaran Awal Desember
Menurut dia, kenaikan UMP sebesar 5,6 akan memberatkan kaum buruh. Di mana harga bahan pokok dan BBM sudah melonjak naik.
Ia juga menuturkan bahwa tuntutan kenaikan UMP 10,55 persen ini demi generasi ke depan agar tidak merasakan susah dan sesuai dengan kondisi pertumbuhan ekonomi saat ini.
"Kami meminta kenaikan UMP supaya anak-anak generasi kami tidak susah," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, elemen buruh bakal menggelar aksi besar-besaran di Jakarta imbas kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI tahun 2023 yang hanya 5,6 persen.
"Partai Buruh bersama dengan organisasi serikat buruh akan melakukan aksi besar-besaran di berbagai daerah terhitung mulai tanggal 1 hingga 7 Desember 2022," kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Rabu (30/11).
Baca Juga:
Buruh Ingin Kenaikan UMP Berdasarkan Inflasi Tahun Berjalan
Said Iqbal menegaskan, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menolak keputusan Pj DKI 1 yang menaikkan UMP DKI hanya 5,6 persen.
Menurutnya, kenaikan 5,6 persen atau sebesar Rp 259.944 akan membuat buruh semakin miskin. Apalagi di masa pandemi tidak ada kenaikan upah dan kenaikan harga-harga barang akibat kenaikan BBM, menyebabkan daya beli buruh turun 30 persen. Kenaikan 5,6 persen membuat daya beli buruh dan masyarakat kecil semakin terpuruk.
"Kenaikan 5,6 persen di bawah nilai inflasi tahun 2022. Karena kenaikan UMP tersebut menggunakan inflasi year to year, bulan September 2021 – September 2022. Sehingga hal itu tidak bisa mendeteksi kenaikan harga BBM yang yang diputuskan bulan Oktober," ujar Said Iqbal.
Buruh sudah menanggung beban kenaikan harga BBM. Sudahlah terpuruk karena daya beli turun 30 persen, ditambah dengan kenaikan UMP 2023 tidak bisa sekadar untuk menyesuaikan kenaikan harga barang.
"Tidak punya hati pada buruh. Tidak punya rasa empati pada buruh. Kami mengecam keras kebijakan Pj Gubernur DKI," tegas Said Iqbal.
Alasan lain adalah, kenaikan UMP DKI lebih kecil dibandingkan dengan daerah sekitar. Bogor, misalnya, bupatinya sudah merekomendasikan kenaikan upah sebesar 10 persen. Termasuk Subang, Majalengka, dan Cirebon. (Asp)
Baca Juga:
Legislator NasDem Sebut Kenaikan UMP 2023 Tak Mencerminkan Rasa Keadilan