PPN Rokok Matikan Dunia Usaha


Karyawan pabrik rokok Tajimas berunjuk rasa menuntut pembayaran pesangon di Gedung Pemkab Kediri, Jawa Timur, Selasa (6/10). (Foto Antara/Prasetia Fauzani)
MerahPutih Bisnis - Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk hasil tembakau atau PPN rokok sebesar 0,3 persen menjadi 8,7 persen dari harga jual eceran (JHE). Keputusan akan mulai diberlakukan pada 2016.
"Pabrik rokok melibatkan masyarakat banyak yang ada di sekitar lokasi pabrik. Sampai dengan saat ini, melambatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan ratusan ribu tenaga kerja yang menganggur. Saya khawatir kenaikan PPN ini dapat menambah angka pengangguran," kata Wakil Ketua Komisi XI John E Rizal saat rapat dengan Ditjen Pajak, Bea & Cukai, dan Anggaran di DPR, Jakarta, Kamis (8/10) malam.
Seperti diketahui, terbitnya PMK ini sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2001 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau. Dalam salinan PMK Nomor 174/PMK.03/2015 disebutkan bahwa produk hasil tembakau yang dikenakan PPN meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro beberapa waktu lalu menjelaskan dasar Pengenaan PPN adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Sementara untuk harga jual eceran (HJE) ada dua macam yang dijadikan faktor pengali PPN, yakni HJE untuk penyerahan hasil tembakau dan HJE untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum setelah dikurangi laba bruto. Dalam ketentuan baru tersebut dijelaskan bahwa atas impor hasil tembakau yang telah melunasi PPN tidak dikenakan lagi PPN impor. Namun, impor hasil tembakau yang telah memperoleh fasilitas pembebasan cukai tetap dikenakan PPN impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Artinya dengan perubahan mekanisme ini, negara berpotensi mengantongi penerimaan hingga Rp600 miliar dari naiknya tarif PPN sebesar 0,3 persen menjadi 8,7 persen atas produk hasil tembakau.
Selain itu, dengan diterapkannya mekanisme ini bisa menutupi potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp60-70 triliun yang selama ini selalu bocor di tingkat pengecer kecil.
Kendati demikian, lanjut John, kenaikan PPN yang ditimpali juga dengan kenaikan tarif bea cukai sangat memberatkan para pelaku usaha.
"Kami juga menyadari itu untuk menggenjot penerimaan negara. Tapi berdasarkan tamu yang kami terima kenaikan bea cukai dan PPN ini jangan terlalu besar," kata John.
John menyarankan alangkah baiknya penetapan tarif bea cukai dan PPN ini ditetapkan berdasarkan target yang akan dicapai.
"Jadi cukai dan PPN yang ditetapkan itu berdasarkan target yang akan dicapai saja. Jadi target yang akan dicapai nanti berapa dari situ naiknya berapa persen," pungkasnya. (rfd)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pekerja Gudang Garam Terancam PHK Massal, Pemerintah Diminta Bereskan Masalah Rokok Ilegal dan Cukai Tinggi

Cukai Rokok Sigaret Kretek Tangan Didesak Tidak Naik
