Perusahaan Tambang India Tuntut Pemerintah Indonesia Rp7,7 Triliun
ilustrasi (foto Antara)
MerahPutih Peristiwa - Perusahaan tambang asal India, India Metal & Ferro Alloys (IMFA) Ltd menggugat pemerintah Indonesia ke forum arbitrase di Permanent Court of Arbitration di Den Haag, Belanda. IMFA menuntut ganti rugi sebesar US$581 juta atau setara dengan Rp7,7 triliun karena tidak dapat melakukan kegiatan produksi batu bara.
Gugatan berupa class action ini disebabkan oleh adanya tumpang tindih lahan dengan tujuh Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Mereka sudah tahap IUP Produksi, tapi tidak dapat beroperasi soalnya lahannya tumpang tindih," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Heriyanto, saat konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (18/11).
Kronologis Gugatan
Heriyanto menuturkan, gugatan ini bermula ketika IMFA membeli PT Sri Sumber Rahayu India senilai US$8,7 juta pada 2018. Sri Sumber Rahayu India sudah mengantongi IUP dari Pemerintah Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah pada 2006.
Adapun luas wilayah tambangnya yakni mencapai 3.600 hektare (ha) wilayah tersebut meliputi Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Belakangan baru diketahui, izin di wilayah tersebut ternyata tumpang tindih dengan tujuh IUP. Hal ini tentu melanggar ketentuan clean and clear (CNC).
Salah Pemda
Kementerian ESDM menyatakan permasalahan tumpang tindih izin konsesi lahan ini bukan kesalahan pemerintah pusat. Sebab IMFA tidak melakukan legal audit sebelum menguasai IUP milik PT Sri Sumber Rahayu Indah.
"IUP yang diterbitkan Pemda ini jelas melanggar CNC," kata Heriyanto menegaskan. "Mereka (IMFA) tidak bertanya terlebih dahulu ke pemerintah pusat. Jadi di sini kami pemerintah pusat bisa bantah sebab yang salah kan pemerintah daerah (Pemda)," jelasnya.
Perlu diketahui, gugatan IMFA sudah masuk ke meja peradilan arbitrase pada 23 September 2015. Berdasarkan jadwal, pemerintah akan hadir pada sidang perdana yang digelar di pengadilan arbitrase Singapura pada 6 Desember 2015 mendatang.
"Kalau kami siap saja membawa proses ini ke pengadilan. Nanti tanggal 6 Desember," pungkasnya. (rfd)
BACA JUGA:
- Cipta Kridatama Lakukan Kontrak Tambang Batu Bara Rp5,14 Miliar
- Mafia Batu Bara Lebih Dekat Dibandingkan Mafia Migas
- BPS: Semua Lapangan Usaha, Kecuali Pertambangan akan Meningkat Triwulan III 2015
- APBI: PHK Buruh Sektor Pertambangan Terjadi Tiga Tahun Terakhir
- Sektor Minyak dan Tambang Lesu, Caterpillar PHK 10.000 Karyawan
Bagikan
Berita Terkait
Pemerintah Hanya Akan Beri Tambahan 10 Persen ke SPBU Swasta di 2026
KPK Tidak Temukan SK Pencabutan 4 IUP Nikel Raja Ampat Yang Sempat Viral
Legislator Soroti Kinerja Buruk Menteri Bahli di Tahun Pertama Prabowo Berkuasa
Prabowo Ulang Tahun, PKB Dukung Komitmen Presiden Implementasikan Amanat Pasal 33
Permen Koperasi Bisa Kelola Tambang Hingga 2500 Hektar Segera Dikeluarkan, Syarat Tak Bakal Dipersulit
Keseruan Pameran Mineral dan Batu Bara Convention Expo (Minerba Convex) 2025 di Jakarta
Arsari Tambang Luncuran Envirotin Timah Ramah Lingkungan dalam Ajang Minerba Convex 2025
DPR RI Desak Pemerintah dan Aparat Hukum Tindak 13 Perusahaan Diduga Kongkalikong Solar Subsidi
Imbas Demo Rusuh di PT Timah, Politikus Golkar Bambang Patijaya Laporkan Akun Media Sosial ke Polisi
DPR Wanti-Wanti ESDM tak Impor Etanol, Pastikan Pasokan Domestik sebelum Jalankan E10