Penanganan Aksi Terorisme Menggunakan Soft Approach

Kepala BNPT Komjen Pol. Suhardi Alius di kantor BNPT, komplek Indonesia Peace and Security Center (IPSC), Desa Tangkil, Kab Bogor, Kamis (6/10). (Foto BNPT)
MerahPutih Nasional - Penanganan aksi-aksi terorisme tidak bisa dilakukan dengan cara kekerasan. Selain menggunakan hard approach, penanganan aksi-aksi terorisme aksi-aksi terorisme juga pendekatan yang soft approach.
“Kami BNPT dalam menangani aksi terorisme selama ini tidak hanya menggunakan hard approach saja tapi juga pendekatan yang soft approach. Pendekatan ini kami rasa jauh lebih efektif karena mencapai pada akar masalah, kita sentuh keluarga mereka (pelaku teror), seperti anak, istri dan jaringannya. Mereka jangan di marginalkan. Karena dengan menggunakan kekerasan pun tidak akan menyeleaikan masalah” kata Suhardi di kantor BNPT, di komplek Indonesia Peace and Security Center (IPSC), Desa Tangkil, Kab Bogor, Kamis (6/10).
Kepala BNPT mengatakan bahwa jihad ekstrim, doktrin khilafah dan takfiri yang selalu digembor-gemborkan kelompok radikal menjadi tantangan bagi kita semua. Apalagi dengan kuantitas muslim yang sangat besar diharapkan semua komponen bangsa bisa menyatukan.
"Kita sebagai negara majemuk menjadikan ini sebagai suatu tantangan untuk mempersatukan bangsa, dengan kuantitas teroris yang sedikit, kita semua harus bisa mengendalikan dengan memberikan pemahaman yang benar.," ujar mantan pria yang pernah menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri dan Sekretaris Utama Lemhanas ini.
Alumni Akpol tahun 1985 ini menyampaikan bahwa masalah terorisme adalah masalah bangsa. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi bangsa kita untuk menyelesaikannya karena bangsa kita yang tahu akar permasalahannya. “Terorisme memang terjadi di berbagai belahan dunia. Akan tetapi untuk menyelasaikan yang di Indonesia ya hanya bangsa kita yang mengerti caranya," tuturnya.
Suhardi melanjutkan, di BNPT sendiri juga memiliki banyak kelompok ahli dari pakar-pakar masing-masing bidang. "Kita menyeimbangi dalil-dalil salah dengan kontra narasi lewat ahli-ahli itu. Dalam program Deradikalisasi kita juga ajak mantan kombatan-kombatan itu ke lapas-lapas untuk memberikan penyadaran kepada narapidana terorisme itu,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri dan Kapolda Jawa Barat ini.
Untuk itu mantan Kapolres Depok ini menyatakan RUU ini sangat penting melihat urgensi yang ada dalam masalah terorisme ini. Apalagi Foreign Terrorist Fighter (FTF)yang datang dari luar ke dalam negeri. "Masalah Hate Speech. Latihan-latihan militer yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut, konten-konten radikal di dunia maya terlihat sangat bebas. Kita belum ada payung UU-nya," ujarnya.
Dia kembali menjelaskan, pola-pola yang digunakan oleh kelompok radikal dan teroris sering berganti. Pola yang digunakan pun dari hari ke hari semakin canggih.
]“Ketika pola melawan dirasa tidak efektif, mereka menggunakan cara merangkul. Mereka masuk dan bergabung ke masyarakat bahkan ke badan-badan pemerintah yang strategis,” jelas Suhardi.
Hal inilah yang membuat pihak BNPT dan anggota Pansus RUU tentang Tindak Pidana Terorisme merasa perlu untuk melihat kembali pasal pasal di UU Tindak Pidana Terorisme. Kepala BNPT berharap diskusi di pertemuan ini bisa memberikan hal positif bagi Indonesia.
"Untuk itu lewat pertemuan ini kita berharap bisa mengatasi hal ini. Karena kalau kita tidak mengatasinya dengan hukum, namun dengan cara represif, bisa bahaya bagi negara ini," ujar Kepala BNPT mengakhiri.
Sementara itu Ketua Pansus RUU tentang Tindak Pidana Terorisme, H.R. Muhammad Syafi’i, mengatakan bahwa selama ini penanganan teroris di Indonesia sudah berlangsung dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang biasa digunakan. Akan tetapi hal tersebut ternyata masih kurang efektif penanganannya.
Menurutnya, kurang efektifnya penanganan terorisme terbukti dengan pertumbuhan sel-sel baru terorisme di masyarakat dengan cara yang semakin canggih dan jumlah yang semakin besar. Hal inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah karena sel-sel di masyarakat akan menjadi bahaya besar bagi negara.
“Pemahaman terorisme tidak seperti bakteri yang bisa diobati dengan antibiotik, tapi seperti virus yang harus kita hilangkan dengan imunisasi. Kita harus mempertinggi imunitas warga kita supaya tidak mudah terinfiltrasi radikal-terorisme,” kata Muhammad Syafi’i.
Terkait pendekatan yang digunakan untuk menanggulangi aksi terorisme Syafi’i, mengatakan bahwa pendekatan lunak lebih bisa menimbulkan simpati masyarakat terhadap aksi penanggulangan terorisme. Hal ini dirasakannya saat ikut turun ke Poso dan Deli Serdang.
“Waktu ada penangkapan teroris di Poso masyarakat sana tidak menyambut bahkan terkesan tidak mendukung kepolisian. Namun, ketika saya ikut ke Deli Serdang dan disana ada pendekatan melalui ulama-ulama lewat dialog, masyarakat cenderung lebih terbuka dan menyambut baik,” ungkapnya dalam sambutannya.
Berdasarkan kejadian tersebut, Muhammad Syafi’i menilai bahwa RUU tentang Tindak Pidana Terorisme harus lebih berpihak kepada para korban dan keluarga teroris. Pendekatan lunak cenderung bisa menanggulangi sekaligus mencegah timbulnya bibit bibit baru terorisme.
“Pendekatan dengan kekerasan hasilnya memang ada tapi hambatannya pasti luar biasa, sedangkan jika menggunakan pendekatan humanis hambatan pasti ada tapi hasilnya di depan mata,” kata pria yang akrab disapa Romo ini.
Sebanyak 12 anggota Pansus yang hadir di acara tersebut diantaranya yakni Mayjen TNI (Purn) Supiadin AS (Wakil Ketua Pansus), Risa Mariska, Ahmad Zaky Siradj, Martin Hutabarat, Akbar Faisal, Muslim Ayub, Aboebakar Al Habsyl, dan sebagainya. Dalam kesempatan tersebut Pansus DPR RI juga meninjau area komplek BNPT dan melihat fasilitas latihan Penanggulangan Teror yang dimiliki BNPT dan berkesempatan untuk menembak bersama di lapangan tembak BNPT.
Turut menyambut kehadiran Pansus DPR RI tersebut Sekretaris Utama (Sestama) BNPT, Mayjen TNI R. Gautama Wiranegara, Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir, Deputi II bidang Penindakan, Penegakan Hukum dan Pembinaan Kemampuan Irjen Pol Arief Darmawan, Deputi III bidang Kerjasama Internasional Irjen Pol Petrus R. Golose serta pejabat BNPT lainnya.
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Apa Itu Makar? Ini Penjelasan dan Sejarahnya di Dunia

785 Korban Terorisme Telah Terima Kompensasi Dari Negara, Tertinggi Rp 250 Juta

ASN Kemenag Jadi Tersangka NII, Wamenag Minta Densus 88 Tidak Gegabah Beri Label Teroris

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Pengamat: Kemenag ‘Lalai’ dalam Tangkal Ideologi Radikal

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Kementerian Agama janji Berikan Hukuman Berat

ASN Kemenag dan Dinas Pariwisata Aceh Ditangkap Densus 88 Antiteror Polri

Terungkap, Penghubung Teroris dengan Penyedia Dana dan Logistik Selama Ini Bersembunyi di Bogor

BNPT Beberkan 4 Sistem Deteksi Dini Cegah Terorisme di 2026

Pemerintah Bakal Coret Penerima Bansos yang Terbukti Terlibat Pendanaan Terorisme Hingga Tipikor

Cuma Modal KTP, Begini Cara Cek Dana Bansos PKH BPNT Juli 2025
