Pemain Sandiwara Sunda Miss Tjitjih Tinggalkan Ritual Leluhur

Selvi PurwantiSelvi Purwanti - Selasa, 01 Maret 2016
Pemain Sandiwara Sunda Miss Tjitjih Tinggalkan Ritual Leluhur

Sandiwara Sunda Miss Tjitjih, di Jalan Cempaka Baru Timur, Gang Kabel Pendek, Jakarta, Senin (29/2) (Foto: MerahPutih.Com/Noer Ardiansjah)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih Budaya - Mengikuti arus perkembangan zaman, ritual khusus yang dilakukan para pendahulu pemain Sandiwara Sunda Miss Tjitjih perlahan ditinggalkan oleh generasi sekarang. Ihwal tersebut, dikatakan oleh salah seorang pemain yang mengatakan tradisi tersebut telah kuno dan sudah kurang pas untuk dikerjakan.

"Kalau pas zaman ayah saya, sebelum tampil biasanya ada ritual khusus yang dilakukan. Kalau sekarang mah, sudah tidak kami pakai. Zaman sudah berkembang," jelas Sambas (38) pemain dan juga penata teknisi Sandiwara Sunda Miss Tjitjih di rumah tinggal pemain Jalan Cempaka Baru Timur, Gang Kabel Pendek, Jakarta, Senin (29/2).

http://server8.merahpoetih.com/gallery/public/2016/03/01/WBiGOgISTc1456807630.jpg

Menanggapi ihwal tersebut, Emak Imas yang merupakan sang sutrada membenarkan apa yang diucapkan oleh Aco, panggilan akrab Sambas. Meski Emak Imas meyakini hal tersebut, namun bukan berarti mereka harus pula mengikuti kebiasaan lama orang tua.

"Kalau zaman dulu, waktu Emak masih jadi penari, Emak suka melihat orang tua dulu sebelum pentas biasanya membakar menyan," timpal Emak Imas.

Kebiasaan tersebut, kata Emak, dilakukan pada malam Jumat di atas panggung. Selain itu, juga dilakukan basuh muka menggunakan air yang sudah diberi berupa mantera kepada setiap pemain.

"Biasanya, malam Jumat. Makanya, setiap malam Jumat libur. Kalau dulu, bermain setiap hari. Ada yang basuh muka, ada yang berpuasa, terkadang di dalam bedaknya sudah dibacakan mantera," kata Emak.

Kebiasaan-kebiasaan tersebut, bagi Emak Imas, Aco, dan pemain lainnya hanya tinggal cerita. Pembaharuan ini mulai dilakukan ketika Emak Imas terpilih menjadi sang sutradara. "Pas Emak jadi sutradara, Emak ga pakai itu. Dan tidak ada perbedaannya, sama saja, kok," ucap Emak.

Meski demikian, Emak Imas juga mengakui jumlah penonton yang melihat Sandiwara Sunda Miss Tjitjih antara yang dulu dan sekarang banyak penurunan. Dan hal tersebut Emak yakini dari minat masyarakat terhadap panggung sandiwara yang memang berkurang.

"Sekarang penontonnya puluhan. Kalau dulu bisa sampai ratusan. Sudah semakin berkurang minat masyarakat. Semoga saja ke depannya jauh lebih baik lagi," tutup Emak. (Ard)

BACA JUGA:

  1. Tarik Wisatawan, Yogyakarta Kembangkan Desa Budaya
  2. Masjid Cikoneng Akulturasi Budaya Lampung masa Kesultanan Banten
  3. Bakpia Pathok, Buah Perkawinan Budaya Tionghoa dan Jawa
  4. Parade Budaya di HUT Pacitan ke-271
  5. Kampanyekan Cagar Budaya, BPCB Yogyakarta Manfaatkan Mobil Bioskop Keliling
Bagikan
Ditulis Oleh

Selvi Purwanti

Simple, funny and passionate. Almost unreal
Bagikan