Meski Ada, Pesantren Terindikasi Radikal Tak Banyak
Ilustrasi Teror Peledakan (MerahPutih/Alfi Rahmadhani)
MerahPutih Nasional - Guru Besar Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Bambang Pranowo, MA menyebutkan pesantren yang terindikasi radikalisme jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah pondok pesantren di Indonesia yang diperkirakan mencapai 50 ribu. Namun kalau memang ada pesantren yang benar mengajarkan paham radikalisme, tentu harus ada tindakan.
"Pondok Pesantren di Indonesia hampir 50 ribu, sedangkan yang terlibat terorisme paling-paling belasan. Menurut saya itu sangat kecil. Apa yang terjadi kemarin itu sebenarnya soal bahasa dan pengemasan saja," ungkapnya dalam siaran pers yang diterima MerahPutih.com.
Menurutnya, pernyataan Kepala BNPT Dr Saud Usman Nasution, SH, MH tentang pesantren terindikasi paham radikalisme seharusnya dipahami sebagai bagian dari pencegahan terorisme. Apalagi disebutkan hanya segelintir orang (santri/guru) yang terindikasi radikalisme itu. Apalagi sebagai lembaga negara yang bertugas melakukan pencegahan terorisme, BNPT memang harus program pencegahan di segala lini masyarakat.
"Sebenarnya ini psikologis saja. Kalau pernyaataan terkait radikalisme ini keluar dari Kementerian Dalam Negeri (Kemenag), reaksinya biasa saja karena Kemenag melihatnya tidak secara politis dan sudah menjadi kewenangannya. Beda kalau lembaga lain seperti BNPT, pasti ada konotasi tertentu sehingga salah sedikit menyampaikan, akibatnya bisa besar. Tapi ini tidak usah dimasalahkan lagi karena tugas pencegahan terorisme ke depan sangat berat," papar Prof. Bambang.
Yang pasti, lanjut Prof. Bambang, soft approach yang ditingkatkan dalam pencegahan terorisme ke depan. Untuk itu, BNPT harus lebih erat bergandengan tangan dengan NU dan Muhammadiyah, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia. Kendati demikian, ormas lokal juga harus dipegang.
Ia mencontohkan, di beberapa daerah ada ormas-ormas besar lokal yang sangat berpengaruh. Seperti Nahdlatul Wathon di NTB, Matlaul Anwar (Banten), PUI (Kuningan), Al Khairat (Sulteng), Daruddakwah wal Irsyad (Sulsel), Al Hilal (Maluku), dan Jami'atul Wasliyah (Sumut).
Hal senada diutarakan Ketua Asosiasi Pesantren Rabithah Ma’had Islamiyah NU (RMI NU), H. Abdul Ghofarrozin Sahal Mahfud. Menurutnya dari puluhan ribu pesantren di Indonesia hampir semuanya berbasis kultural dan kedaerahan. Dan dari jumlah itu hanya 19 yang terindikasi radikalisme.
"Pesantren selalu berhasil untuk berdampingan dengan budaya dan masyarakat setempat. Jadi kalau ada pesantren terindikasi radikalisme tersebut, itu jelas telah menyalahi tujuan dan hakekat keberadaan pesantren," katanya.
Ia mencontohkan di setiap pesantren tersebut, namnya kiai tidak pernah ditunjuk atau dipilih. Tetapi melalui proses sosialisasi tinggi dan yang bersangkutan memiliki otoriatas sehingga mampu mengembangkan wacana keagamaan yang membumi. Yang pasti setiap pesantren memiliki karakter dan potensi di masing-masing daerah. Dengan begitu pesantren berpotensi sebagai kontra wacana dalam membangun basis pengajaran.
"Dengan fungsi itu, pesantren itu justru bisa memfasilitasi pelaksanaan dialog antara kiai, santri, masyarakat, atau bahkan mantan teroris," tegas Gus Rozin, sapaan karib H. Abdul Ghofarrozin Sahal Mahfud itu.
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pameran Foto Jurnalistik ‘SANTRI V.2’ Hadirkan Imaji Kehidupan Pondok Pesantren
Menag Nasaruddin Umar: Jangan Ada yang Beri ‘Stempel Negatif’ pada Pesantren
Klarifikasi Pernyataan Atalia Praratya soal Dana Pesantren, Golkar Tegaskan Tak Ada Larangan APBN untuk Ponpes
PKB Desak Trans7 Sowan Langsung ke Lirboyo, Bagaimana Nasib Alumni Santri yang Sudah Sambangi Kantor Redaksi?
Sekjen PKB: Wacana Penutupan Ponpes Al Khoziny Usulan Asbun
Rencana APBN Dipakai untuk Bangun Ulang Ponpes Al Khoziny Berpotensi Picu Ketidakadilan dan Bikin Cemburu Kelompok Lain
Rencana Perbaikan Ponpes Al Khoziny Pakai APBN, DPR Minta Pemerintah Lakukan Peninjauan Ulang
Gus Rivqy Instruksikan Panji Bangsa Proaktif Data Pesantren Rawan Bangunan
Menko Yusril Sebut Pengadilan Militer AS Akan Adili Hambali Bulan Depan
Tragedi Musala Al-Khoziny Sidoarjo, DPR Minta Polisi Tetapkan Pihak yang Bertanggung Jawab Secara Hukum