Mau Bubarkan NasDem, Ini Caranya

Bahaudin MarcopoloBahaudin Marcopolo - Jumat, 16 Oktober 2015
Mau Bubarkan NasDem, Ini Caranya

Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh saat memberikan keterangan pers terkait status hukum Patrice Rio Capella (Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih Politik - Penetapan Patrice Rio Capella sebagai tersangka dugaan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat geger publik tanah air. Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah, Patrice secara resmi mundur dari keanggotaan Partai NasDem dan juga sebagai anggota DPR RI.

Meski sudah mundur, persoalan tidak lantas berhenti. Lini massa di tanah air diramikan dengan #Bubarkan NasDem. Penggunan dunia maya menagih janji manis Partai NasDem. Sebab beberapa waktu silam Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh memastikan akan meninjau keberadaan partanya jika ada kader, anggota atau fungsionaris partai yang terjerat persoalan hukum, khususnya korupsi.

"Tidak layak Partai NasDem dipertahankan," demikian ucapan Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh saat memberikan pengarahan di hadapan ribuan kadernya di Hotel Mercutre, Ancol, Jakarta, Senin (3/6/2015).

Sementara itu Politikus Partai NasDem Luthfi Andi Mutty mengklarifikasi pernyataan ketua umumnya Surya Paloh yang pernah menyatakan akan membubarkan partai apabila kadernya tersangkut tindak pidana korupsi. Menurut Luhfi, pernyataan Paloh tersebut harus dilihat secara utuh.

"Saya tanggapi ini perlu dilihat dalam konteks apabila korupsi dilakukan secara struktural dan massif, mau tidak mau partai harus diberhentikan," kata Luthfi, di DPR, Jakarta, Jumat (16/10).

Namun, lanjut Luthfi, tindakan Sekjen Nasdem Rio Patrice Capella mengatasnamakan pribadi. Bukan instruksi DPP partai Nasdem maupun arahan Ketum.

"Bahwa Ketum mengatakan lebih baik diburbarkan jika kader terlibat korupsi itu konteksnya ada instruksi found rising untuk menghidupkan partai, saya sampaikan itu (instruksi) tidak ada," tandas Luthfi.

Lantas apakah NasDem bisa dibubarkan?

Wacana pembubaran Partai NasDem bergema begitu keras di lini massa bahkan menjadi topik hangat yang dibicarakan pengguna internet. Mereka menagih janji dan komitmen Surya Paloh untuk berani membubarkan Partai NasDem jika ada kader yang terlilit dalam pusaran korupsi.

Pembubaran partai di Indonesia bukanlah barang baru. Sejarah mencatat bahwa Presiden Sukarno pernah membubarkan Partai Masyumi dan PSI pada tahun 1960. Kedua partai tersebut dibubarkan karena terlibat makar dan bertentangan dengan UUD 1945.

Wacana pembuabaran partai politik juga diatur dalam Undang-Undang. Jika zaman Presiden Sukarno partai politik dibubarkan melalui Dekrit dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Di era reformasi mekanisme pembubaran partai politik melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam UUD 1945 pasal 24 (c) hasil amandemen Ketiga dijelaskan MK memiliki beberapa wewenang diantaranya menguji undang-undang terhadap UUD 1945, kemudian memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus hasil perselisihan hasil pemilihan umum dan juga memutus membubarkan partai politik.

Meski pembubaran partai politik menjadi kewenangan MK, namun bukan perkara mudah untuk mewujudkan hal tersebut. Sebab permohonan pembubara partai politik hanya bisa diajukan oleh pemerintah. Hal tersebut merujuk kepada ketentuan dalam UU No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi pasal 68 (ayat) 1.

Adapun yang dimaksud dengan pemerintah disini adalah Presiden Joko Widodo bersama dengan Jusuf Kala dan jajaran para pembantunya.

Di tepi lain pakar hukum tata negara Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin menjelaskan bahwa pemerintah adalah pemilik "legal standing" sebagai pemohon tunggal untuk membubarkan partai politik, baik karena persoalan korupsi atau karena melanggar UUD 1945.

Said yang juga bekas aktivis pergerakan 1998 melanjutkan ketentuan tersebut harus direvisi. Sebab dalam ketentuan itu pemohon tunggal untuk membubarkan partai politik adalah pemerintah, sedangkan masyarakat tidak diberikan haknya untuk mengajukan permohonan gugatan.

"Karena itu, saya kira UU Parpol dan UU MK, khususnya yang mengatur tentang pembubaran parpol harus direvisi dan dibuat lebih tegas lagi. Harus dibuka ruang bagi masyarakat untuk menjadi pemohon. Sebab, korupsi adalah 'extra ordinary crime' yang dampaknya paling besar dirasakan langsung oleh masyarakat," papar Said Salahudin beberapa waktu silam.

BACA JUGA: 

  1. Sam Pa, Rekan Bisnis Surya Paloh Ditangkap di Tiongkok
  2. NasDem Benarkan Pertemuan Surya Paloh dan Gubernur Gatot
  3. Surya Paloh Tunjuk Nining Indra Shaleh Jadi Plt Sekjen NasDem
  4. Kasus Patrice Rio Capella Bakal Seret Surya Paloh?
  5. Hadapi KPK, Patrice Rio Capella Gandeng Maqdir Ismail

 

 

 

 

#Mahkamah Konstitusi #Patrice Rio Capella #Sekjen NasDem #Surya Paloh
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Anang mengingatkan, jaksa yang sedang menjalankan tugas resmi tetap harus melalui mekanisme perizinan sesuai ketentuan.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 18 Oktober 2025
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Indonesia
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Rifqi juga mengungkapkan bahwa Komisi II bersama Badan Keahlian DPR RI sedang mengkaji dua fokus utama revisi UU ASN
Angga Yudha Pratama - Jumat, 17 Oktober 2025
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Indonesia
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Pemerintah menghormati setiap putusan yang dikeluarkan MK dan akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme yang berlaku setelah menerima salinan resmi putusan tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 17 Oktober 2025
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Indonesia
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
Tak lagi absolut, MK putuskan Imunitas jaksa bisa dikesampingkan dalam OTT.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 17 Oktober 2025
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
Indonesia
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatasi kekebalan hukum atau imunitas terhadap jajaran aparat jaksa
Wisnu Cipto - Kamis, 16 Oktober 2025
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Indonesia
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
MK menegaskan lembaga pengawas independen ASN diperlukan untuk menjamin penerapan sistem merit, profesionalitas, dan netralitas ASN dari intervensi politik.
Wisnu Cipto - Kamis, 16 Oktober 2025
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Indonesia
Obat Kuat Politik: Surya Paloh Klaim Dapat 'Vitamin' Penambah Optimisme dari Menhan
Paloh tidak menampik kemungkinan adanya pertemuan lanjutan
Angga Yudha Pratama - Rabu, 15 Oktober 2025
Obat Kuat Politik: Surya Paloh Klaim Dapat 'Vitamin' Penambah Optimisme dari Menhan
Indonesia
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168
Menaker juga memastikan bahwa dalam penetapan kenaikan upah minimum, pemerintah akan merujuk pada Keputusan MK Nomor 168
Angga Yudha Pratama - Senin, 13 Oktober 2025
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168
Indonesia
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan
Hakim Mahkamah Konstitusi tak setuju pemerintah menyebut JR UU Pers bisa beri kekebalan absolut bagi wartawan.
Soffi Amira - Selasa, 07 Oktober 2025
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan
Berita Foto
Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi
Dirjen Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Fifi Aleyda Yahya selaku perwakilan pemerintah menyampikan keterangannya pada sidang uji materiil UU no 40 Tahun 1999 tentang Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Didik Setiawan - Senin, 06 Oktober 2025
Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi
Bagikan