Strategi Meningkatkan Penjualan di Tengah Kemerosotan Ekonomi
Pasar periklanan di AS menurun sebesar tujuh persen pada kuartal kedua 2022. (Foto: Unsplash/Mailchimp)
SETELAH melalui goncangan ekonomi lantaran pandemi COVID-19, brand dan para pengiklan masih harus menghadapi tantangan besar lainnya: resesi global. Oleh karena itu, mereka dituntut mempersiapkan strategi untuk meningkatkan penjualan di tengah kemerosotan ekonomi.
Menurut laporan Nielsen, 60 persen ekonom dunia memprediksi resesi bakal terjadi di Eropa dan tingkat pertumbuhan global diperkirakan hanya akan mencapai 2,9 persen. Turun dari perkiraan awal 4,6 persen pada awal 2022. Ini menunjukkan bahwa perlambatan ekonomi tampaknya tidak bisa dihindari.
Perubahan pola konsumen juga terlihat dari bagaimana mereka menyesuaikan pengeluaran untuk beradaptasi dengan inflasi dan suku bunga yang tinggi. Berdasarkan data Nielsen Ad Intel, pasar periklanan di AS menurun sebesar tujuh persen pada kuartal kedua 2022 dibandingkan waktu yang sama tahun lalu. Penurunan ini menandakan banyak pemasar yang telah atau berencana untuk memotong anggaran belanja iklan mereka.
Baca juga:
“Pandangan Bank Dunia baru-baru ini menunjukkan angka pertumbuhan yang melambat di seluruh wilayah yang juga diikuti melemahnya mata uang sehingga turut memperburuk perlambatan itu. Secara khusus, wilayah Asia-Pasifik yang saling berhubungan dengan Tiongkok dan AS, dimana pendekatan bisnis menjadi jauh lebih sensitif dibandingkan beberapa tahun terakhir," kata Vice President, Marketing Effectiveness, APAC Nielsen, Abhinav Maheswari, dalam siaran pers yang diterima Merahputih.com.
Meskipun resesi terlihat menyeramkan, secara historis, resesi tidak akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Umumnya, 75 persen resesi akan berakhir dalam setahun dan 30 persen resesi akan berlangsung dua kuartal.
Jadi, setiap pemotongan pengeluaran kemungkinan hanya akan bersifat jangka pendek dan menghasilkan penghematan nominal. Sekaligus menempatkan brand pada posisi yang kurang menguntungkan menuju periode pemulihan yang kemungkinan akan segera terjadi.
Pemotongan anggaran nyatanya bukan solusi. Brand perlu mengoptimalkan berbagai strategi media dan berinvestasi pada saluran-saluran yang telah terbukti memiliki kinerja yang baik.
Baca juga:
Dengan menyeimbangkan strategi yang baik, brand dapat mengalokasikan anggaran untuk mencapai audiens yang tepat dan efisien. Misalnya, sebuah brand produsen mobil baru-baru ini meningkatkan jangkauannya sebesar 26 persen dan jumlah tayang lebih dari 39 persen hanya dengan mengoptimalkan alokasi medianya tanpa menyesuaikan anggarannya.
Sebelum mengasumsikan penurunan penjualan karena resesi, brand harus menilai lanskap dan mengikuti dengan cermat perilaku konsumen untuk perubahan pola pengeluaran. Pergeseran kebiasaan belanja, misalnya, menciptakan peluang untuk pertumbuhan dalam kategori tertentu, seperti pada kosmetik ataupun makanan dan perhotelan.
Dan ketika konsumen menjadi lebih sensitif terhadap harga, brand perlu mengubah rencana media, dan bagaimana brand menyampaikan pesan, agar sesuai dengan perubahan konsumen. Pesan yang tanggap terhadap situasi resesi dapat membantu memperkuat nilai brand dan membantu memastikan loyalitas konsumen setelah resesi.
Brand dan pengiklan yang ingin memaksimalkan potensi pertumbuhan kategori selama resesi harus berfokus pada analisis perilaku konsumen untuk mengoptimalkan pesan dan meningkatkan dampak belanja iklan mereka. (and)
Baca juga:
Nielsen Tingkatkan Sistem Identitas untuk Layanan Digital di Indonesia
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Pemerintah Didesak Percepat Stimulus untuk Meredam Dampak Gejolak Ekonomi
Resesi bak Mimpi Buruk, Ini Dampaknya bagi Negara
Ketika Terjadi Resesi, inilah Langkah Ekonomi yang Harus Kamu Lakukan
Indikator Resesi Ekonomi AS Makin Kuat, Begini Pengaruh ke Indonesia
Ekonomi Dunia Tertekan, Target Neraca Perdagangan Turun
Ekonomi Tiongkok Melemah, Indonesia Bisa Dapat Limpahan Investasi
Jepang Resesi, Airlangga Pede Investasi ke Indonesia Malah Naik
20 Negara Zona Euro Mengalami Resesi Ringan
Indonesia Dorong Mobilitas Tenaga Kerja Bidang Jasa di Asia Pasifik
Ancaman Gagal Bayar Utang AS