Sejarah Penemuan Fonograf "Nenek Moyang Alat Perekam Musik" Thomas Alva Edison

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Minggu, 22 November 2020
Sejarah Penemuan Fonograf
Fonograf karya Thomas Alva Edison. (Foto: Britanica)

PUNYA lagu sendiri. Rekam pakai ponsel. Suara juga gambar. Unggah YouTube. Ulangi secara berkala hingga viral atau ada produser tertarik. Begitulah cara kebanyakan musisi di masa kini berproses. Mereka tentu melihat pendahulunya.

Baca juga: Sejarah Disko, Musik Perlawanan Idola Muda-Mudi Jakarta!

Sebut saja Raisa, Isyana Sarasvati, hingga Stephanie Poetri muncul dari kegiatan merekam karya maupun menyanyikan lagu orang lain di rumah. Mudah, sederhana, tapi seluruh mata sedunia bisa mencerna.

Bagaimana musisi di masa lalu memperdengarkan karyanya kepada para penggermarnya saat alat perekam belum ada?

Mundur sebelum abad-17, penggemar musik hanya bisa menikmati alunan maupun benturan nada-nada dari pertunjukan secara langsung. Kalangan bangsawan tentu menikmatinya di gedung opera. Sementara, rakyat biasa pada perayaan-perayaan tertentu saja, semisal ritual.

Fonograf
Ilustrasi merekam musik di rumah. (Foto; Pexel-Pixabay)

Karya musik didokumentasikan melalui catatan notasi, pewarisan ingatan, dan bukan hasil rekaman. Tak ada alat perekam.

Gagasan tentang suara bisa ditangkap sesungguhnya telah dikenal sejak lama pada karya literatur Perancis. Francois Rabelais (meninggal 9 April 1553), sastrawan Perancis, pada Gargantua dan Pantagrue telah memberi gambaran tentang suara pertempuran sengit membeku pada dinding es di awal musim dingin, lalu setelah mencair suara tersebut kembali terdengar.

Namun, realitas sastra lantas mewujud saat Charles Cros, penulis drama nan pernah belajar ilmu kedokteran tertarik pada teknologi gelombang suara.

Cros lantas menuliskan idenya di secarik kertas, setelah itu dimasukan amplop bersegel, kemudian di simpan di Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis pada April 1877.

Selang seminggu, kabar penemuan alat perekam suara tiba di telinga Cros. Pembuatnya, orang berkebangsaan Amerika, Thomas Alva Edison. Ia pun meminta pihak Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis membuka segel amplopnya agar sesegera mungkin mematenkan gagasannya.

Fonograf
Tulisan tangan Charles Cros. (Foto: Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis)

Di seberang sisi, Edison lebih siap mendemonstrasikan hasil temuannya. Ia memang tak sedari awal berniat membuat riset dan percobaan secara khusus untuk alat perekam.

Baca juga: Menengok Sejarah dan Kebangkitan Hip-hop Indonesia di Hari Musik Nasional

Saat sedang melakukan pekerjaan di bidang telegrafi, khususnya pada upaya memberikan transmisi berulang dari satu pesan telegrafi, dikutip History, Edison secara tak sengaja menemukan metode penangkap kode Morse sebagai urutan lekukan pada gulungan kertas.

Edison kemudian merancang sistem untuk mengirim getaran diafragma ke titik timbul dan kemudian secara mekanik ke media paling bisa dipengaruhi seperti kertas parafin, lalu suara berputar di silinder berbungkus timah atau foil.

Fonograf
Sketsa bentuk Fonograf Thomas Alva Edison. (Foto; Britanica)

Bersama mekaniknya, John Kreusi, Edison semakin fokus menyempurnakan temuannya hingga musim gugur 1877. Ia mengumumkan secara resmi penemuannya berupa mesin nan bisa menyimpan suara dan musik pada 21 November 1877.

Mesin Fonograf tersebut bisa mengeluarkan lagu singkat berjudul Mary Had a Little Lamb. Bersandar pada penemuannya di labnya Menlo Park, New Jersey, Edison kemudian diberi julukan Wizard of Menlo Park.

Bulan Desember 1877, Edison, seturut laporan Scientific American edisi 22 Desember 1877, Edison datang ke kantornya meletakan mesin kecil di atas meja. Ia memutar engkol, lalu mesin tersebut mengeluarkan suara, menanyakan kesehatan, menanyakan alasan mengapa menyukai fotografi, dan mengucapkan "Selamat malam". (*)

Baca juga: Melek Sejarah Lagu Begadang Rhoma Irama

#Musik #Thomas Alva Edison
Bagikan
Bagikan