Peneliti BRIN Sarankan Ketua KPU Mundur


Siti Zuhro, peneliti BRIN. (Foto: MerahPutih.com/Fadhli)
MerahPutih.com - Peneliti Utama Politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, menyarankan agar Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy‘ari mundur.
Siti menyampaikan itu sebagai respons terhadap berbagai indikasi kecurangan sebelum dan sesudah Pilpres 2024. Misalnya, kesalahan input data pada aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik KPU.
“Sepatutnya mundur atau dipecat. Tapi budaya mundur tidak ada. Jika tidak mundur, maka KPU terstigma karena dia mendapat peringatan keras beberapa kali,” kata Siti di Jakarta, Selasa (20/2).
Ia mengatakan, stigma KPU sebagai penyelenggara negara pemilu yang tidak dipercaya sudah terjadi. Pun demikian dengan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang mengurus sengketa pemilu.
Baca juga:
Siti Zuhro: Revisi UU Pemilu Harus Bisa Hadirkan Banyaknya Paslon Capres dan Cawapres
“KPU harus dibenahi. Ketua KPU sudah mendapat peringatan tiga kali, pelanggaran etika itu tidak ada ampun,” ujarnya.
Hasyim dijatuhi sanksi pelanggaran berat etik terakhir oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai salah satu calon wakil presiden untuk Pemilu 2024.
Dia juga kena sanksi etik karena pernyataan kontroversial mengenai sistem pemilu, pertemuan dengan Ketua Partai Republik Satu, dan tindakannya yang tidak menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai kuota 30 persen untuk caleg perempuan.
Siti menuturkan bahwa dirinya sudah mengingatkan sejak awal agar Sirekap tidak menciptakan masalah baru. Data yang dikelola harus akurat dan bisa dipertanggungjawabkan secara publik.
Menurutnya, jika Sirekap tidak bisa dipercaya dan menjadi masalah, maka ini akan menjadi pintu masuk bagi konflik. KPU sempat menghentikan data pada Sirekap untuk sinkronisasi data pada Minggu (18/2).
“Penghentian data sementara itu ketika perhitungan suara berlangsung di tingkat kecamatan. Penyalahgunaan paling riskan di tingkat kecamatan,” imbuhnya.
Dia mengingatkan paslon yang ikut kontestasi Pilpres 2024 untuk tidak selebrasi kemenangan hanya berdasarkan quick count karena penyelenggara hitung cepat bukan lembaga resmi yang mengeluarkan hasil perhitungan suara Pemilu 2024.
Data yang digunakan oleh lembaga penyelenggara quick count berasal dari tempat pemungutan suara (TPS) yang belum tentu akurat, mengingat ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu saat ini tinggi.
Siti menuturkan, bahwa sanksi kepada Ketua KPU semestinya menjadi kewenangan DKPP. Meski telah dikenai sanksi melanggar etik beberapa kali oleh DKPP, namun Hasyim masih tetap menjalankan tugasnya sebagai Ketua KPU.
Merespons hal itu, Siti mengingatkan bahwa bahwa kedaulatan berada pada rakyat. Ketika civil society tidak percaya lagi, maka rakyat yang akan melakukan mosi tidak percaya. (Pon)
Baca juga:
Debat Pilpres ke-3 Bahas Pertahanan, Peneliti BRIN Soroti Kedaulatan Laut dan Udara
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Anies Punya Cucu Pertama, Ingin Dipanggil ‘Bang’ tapi Dilarang sang Istri

Surat Suara Bekas Pemilu 2024 Laku Dijual Rp 210 Juta dalam Lelang Daring

Sidang Promosi Doktor, Hasto Singgung Abuse Of Power yang Terjadi di Pilpres 2024
Bahagia Diundang PKB, Prabowo Singgung Dulu Pilpres Beda Sekarang 1 Barisan

DKPP akan Luncurkan IKEPP 24 Oktober 2024
Artis Jadi Ketua Tim Sukses Pilkada Hanya Buat Naikkan Popularitas

Suka Cita Rayakan Pelantikan Anggota DPRD DKI Jakarta Periode 2024-2029

Ganjar Terima Curhat Banyak Pemilih Pilpres 2024 Menyesal Terbuai Sembako

Puan Sebut Pemilu 2024 Harus Menjadi Koreksi

Puan Sesalkan Rakyat tidak Pernah Benar-Benar Berkuasa
