Passiliran Tradisi Pemakaman Bayi dalam Batang Pohon Desa Kambira, Toraja

P Suryo RP Suryo R - Selasa, 24 Januari 2023
Passiliran Tradisi Pemakaman Bayi dalam Batang Pohon Desa Kambira, Toraja
Di Tana Toraja terdapat pemakaman untuk bayi. (Unsplash/Robert Tjalondo)

MENINGGALNYA anak bagi orang tua manapun akan meninggalkan haru yang mendalam. Terutama anak tersebut masih dalam usia bayi. Bagi beberapa kepercayaan, bayi yang meninggal dunia masih dalam keadaan suci.

Begitu pula dalam tradisi Suku Toraja. Bayi yang baru dilahirkan dianggap masih suci. Berbeda dengan prosesi pemakaman orang dewasa Suku Toraja lain, pasilliran adalah tradisi pemakaman bayi, khususnya bayi tersebut meninggal sebelum tumbuh gigi.

Baca Juga:

Upacara Kematian Pangulu Suku di Nagari Taluk

toraja
Pohon Tarra yang dipakai untuk kuburan bayi. (torajatourismboard.com)

Masyarakat Suku Toraja memang punya tradisi unik dalam pemakaman. Sejak zaman megalitik, pemakaman menjadi satu hal penting dan dilakukan dengan banyak ritual. Bahkan upacara-upacara pemakaman orang Toraja bisa menelan biaya yang sangat mahal.

Bagi mereka, perayaan akan kematian telah menjadi tradisi yang dilestarikan orang Toraja. Kematian seseorang dianggap sebagai kesempatan terakhir untuk berbuat sesuatu. Hidup orang suku Toraja menjadi berarti jika kematian dan proses pemakamannya baik.

Melansir Indonesiakaya, upacara pemakaman tersebut dikenal dengan istilah rambu solo. Upacara itu merupakan prosesi pemakaman dengan makam atau liang yang dibuat dengan memahat dinding tebing. Namun, masih ada bentuk pemakaman lain yang jarang disorot dan tak kalah unik.

Salah satunya yaitu Passiliran atau tradisi penguburan bayi di dalam batang pohon di Desa Kambira. Desa ini terletak di Kecamatan Sangalla, sekitar 20 kilometer dari Rantepao, ibukota Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Di tempat inilah pohon tarra tumbuh dan menjadi tempat memakamkan bayi. Hanya bayi yang meninggal dunia ketika belum tumbuh gigi yang dikuburkan di sini.

Dalam passiliran, bayi yang belum memiliki gigi dianggap masih suci. Bagi orang Kambira, menguburkan bayi di dalam pohon tarra ibarat mengembalikan bayi tersebut ke dalam rahim ibunya. Terselip harapan, mengembalikan bayi ke rahim ibunya akan menyelamatkan bayi-bayi yang lahir kemudian.

Jenazah bayi diletakkan dalam posisi berdiri dengan anggapan bayi juga akan tumbuh di dalam pohon. Sementara pohon tarra dipilih sebagai kuburan bayi karena jenis pohon ini memiliki banyak getah yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu.

Pohon tarra yang menjadi kuburan bayi ini memiliki diameter 80-100 centimeter. Batangnya dilubangi sedemikian rupa agar jenazah bayi bisa dimasukkan dalam posisi berdiri. Jenazah bayi ditempatkan menghadap ke arah tempat tinggal keluarganya yang berduka. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan ijuk pohon enau.

Posisi lubang penempatan jenazah bayi di pohon disesuaikan dengan strata sosialnya. Semakin tinggi posisi lubang menandakan semakin tinggi juga kasta keluarganya. Cara pemakaman seperti ini hanya dilakukan orang Toraja pengikut Aluk Todolo (kepercayaan kepada leluhur).

Baca Juga:

Ritual Tiwah, Prosesi Pemakaman pada Suku Dayak Ngaju

toraja
makam ini pun muncul di film 'Filosofi Kopi 2: Ben & Jody', saat Jody dan Tara datang ke Sulawesi Selatan. (torajatourismboard.com)

Upacara pemakamannya dilakukan dengan sangat sederhana. Bayi yang dikuburkan tidak dibungkus dengan apapun, sama seperti bayi yang masih berada di rahim ibunya.

Ketika proses pemakaman hingga sekira setahun, sang ibu tak diperbolehkan melihatnya karena dipercaya bisa mengurangi kemungkinan sang ibu mendapatkan bayi sehat lagi di masa mendatang.

Setelah puluhan tahun, lubang pada pohon tarra akan tertutup sendiri dan jenazah-jenazah bayi itu akan tetap bersemayam di sana. Dari jauh, pohon ini terlihat seperti penuh dengan tambalan-tambalan berbentuk kotak berwarna hitam. Meski dilubangi untuk dijadikan makam, pohon tarra hidup dengan baik selayaknya pohon biasa. Pohon tarra juga tak boleh ditebang agar tak memutus kelanjutan hidup atau perjalanan si bayi menuju alam baka.

Pada jurnal From the womb to the tree: Child rearing practices and beliefs among the Toraja of Sulawesi menyatakan bahwa pada suku Toraja selain takut kehilangan, ada juga rasa takut mati di waktu yang salah. Dengan mengubur bayi di pohon hidup, bayi akan menyatu dengan pohon dan rahim kedua ini akan memungkinkan tumbuh menjadi keras, yang berarti simbol kesempurnaan.

Sayangnya, cara menguburkan bayi seperti ini sudah lama tidak dilaksanakan lagi. Namun, pohon tarra masih tetap tegak berdiri dan mempunyai daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Desa Kambira. Desa ini bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi atau bemo dari Makale atau Rantepao. Hingga kini, keberadaan area pekuburan ini masih ada dan dikelola masyarakat setempat.

Makam ini cukup terkenal sebagai destinasi unik di Tana Toraja. Bahkan makam ini pun muncul di film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody, saat Jody dan Tara datang ke Sulawesi Selatan.

Kuburan Bayi Kambira, Anda ada di Desa Kambira dan Sarapung, Kabupaten Tana Toraja. Letaknya setikat 9 km dari kota Makale. Untuk mencapai lokasi pohon Tarra, kamu harus sedikit berjalan kaki dengan menuruni anak tangga. (dgs)

Baca Juga:

Ritual dan Makna Kematian pada Suku Adat Jawa

#Lipsus Januari 2023 Budaya Indonesia #Wisata #Tradisi #Budaya #Travel
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love
Bagikan