Pasang Surut Sepatu Cibaduyut, Dari Cicit Sampai Buyut

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 18 Juni 2021
Pasang Surut Sepatu Cibaduyut, Dari Cicit Sampai Buyut
Monumen Sepatu Cibaduyut. (Instagram @parlin_pakpahan_)

DUA sepatu besar berwarna hitam nangkring di tengah Jalan Raya Cibaduyut, Bojongloa Kidul, Bandung. Sepatu pantofel pria berjenis Oxford Shoes enam lubang dengan tali terikat berada di pucuk. Sementara, di bawahnya, terpampang sepatu hak tinggi berjenis Cone Heels.

Kedua patung sepatu raksasa di dekat lampu lalu-lintas tersebut menjadi ikon sentra pengrajin sepatu paling ikonik di Indonesia, Cibaduyut.

Baca juga:

Mengapa Produk 'KW' Jadi Musuh Ekosistem Lokal Made In Negeri Aing

Tak hanya dikenal di dalam negeri, produk dari sentra pengrajin sepatu Cibaduyut kebanyakan terbuat dari kulit sapi, domba, ular, dan buaya bahkan laris ke mancanegara.

Warga Cibaduyut di tahun 1920-an mula-mula merupakan pekerja pabrik sepatu di Bandung. Setelah tak lagi bekerja, lantaran tutup, mereka mulai mencoba membuka usaha sendiri berbekal pengalaman kerja di pabrik. Pekerjanya pun melibatkan keluarga dekat.

Para pangrajin sepatu di cibaduyut pada tahun 1940 ada sebanyak 89 orang. Hal ini merupakan dampak dari meningkatnya jumlah pesanan. Pada tahun sekitar 1950, jumlah usaha sepatu menjadi meningkat menjadi 250 unit usaha. Para pemesan tentu melihat kualitas sepatu CIbaduyut tak main-main dan memang bisa bersaing dengan produk sepatu terbaik kala itu.

Sampai banyaknya jumlah unit usaha sepatu Cibaduyut, menjadikan daerah cibaduyut menjadi sentral pembuatan sepatu terbesar dibandung pada tahun 1978. Setelah itu pada sekitar tahun 1989 Cibaduyut dinobatkan menjadi salah satu destinasi wisata sebagai pasar penjual sepatu terpanjang di dunia.

Baca juga:

Alutsista Made In Negeri Aing Diminati Dunia

Ketersohoran sepatu buatan Cibaduyut membuat pemerintah menetapkan lokasi tersebut sebagai objek wisata pada 1989.

Pada masa kejayaannya di tahun 80-an, eksistensi sepatu kulit Cibaduyut menjangkau dari Afrika hingga Amerika, bahkan sampai 27 negara lain.

Kegemilangan Cibaduyut mereda setelah dihantam badai krisis moneter pada 1998. Selain itu, turunnya penjualan sepatu Cibaduyut di pengaruhi dari faktor banyaknya produk sepatu impor masuk ke dalam negeri dan menurunnya tren untuk menggunakan produk negara sendiri menjadi alasan utamanya.

cibaduyut
Grafik Nilai Tambah Bruto Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar Harga Berlaku Kecamatan Bonjongloa Kidul Tahun 2010 ( Juta Rupiah) (BPS Kota Bandung)

Ketika perkembangan ekonomi Indonesia mulai merangkak naik, industri sepatu di Cibaduyut kembali berdenyut. Pada 2007 dilakukan studi kebijakan Litbang unit usaha di kawasan Cibaduyut. Hasilnya, tercatat ada sebanyak 835 unit usaha dengan menyerap sebanyak 2.556 orang tenaga kerja.

Selain itu, produksi sepatu dan alasan kaki lainnya dihasilkan Cibaduyut sebesar 4.056.700 pasang per tahunnya dengan nilai produksi sebesar 323.736.000.000 rupiah. Jenis-jenis produksi dihasilakan di kawasan ini antara lain adalah sepatu, sandal, dompet, tas, topi, jaket, dan ikat pinggang. Pemasaran produk meliputi wilayah dalam kota, luar kota, bahkan sampai ke luar negri.

Berdasarkan data Statistik Daerah Kecematan Bojong Kidul tahun 2015, jumlah unit usaha pada industri sepatu dan produk kulit lainnya terdiri dari 646 industri kecil menengah menyerap 2.799 orang tenaga kerja, dengan rata-rata produksi per bulan sebanyak 202.910 pasang sepatu. sedangkan jumlah unit usaha perdagangan sepatu sebanyak 165 buah toko dengan seluruh investasi 15.015.475.000 rupiah.

Cibaduyut masih bertahan sampai sekarang. Penjualannya pun meningkat setelah Presiden RI Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kala pada tahun 2014 menggunakan sepatu dari Cibaduyut. Masyarakat kembali membidik sepatu-sepatu keluaran Cibaduyut. (jhn)

Baca juga:

Mengapa Produk 'KW' Jadi Musuh Ekosistem Lokal Made In Negeri Aing

#Tren Fesyen #Fashion #Juni Made In Negeri Aing
Bagikan
Bagikan