Mengapa Produk 'KW' Jadi Musuh Ekosistem Lokal Made In Negeri Aing

Raden Yusuf NayamenggalaRaden Yusuf Nayamenggala - Selasa, 08 Juni 2021
Mengapa Produk 'KW' Jadi Musuh Ekosistem Lokal Made In Negeri Aing
Banyak masyarakat Negeri Aing yang suka membeli produk branded KW(foto: pixabay/stocksnap)

RAFI mengaku ada perbedaan signifkan produk KW miliknya dengan barang asli. Pemuda berusia 25 tahun asal Cengkareng, Jakarta Barat, tersebut memahami daya tahan produk KW memang lebih rentan rusak. Meski begitu, ia tak perlu repot melakukan perawatan secara intensif seperti pada barang asli sehingga

KW merupakan singkatan dari Kwalitas atau Kualitas merujuk pada produk tiruan produk berkualitas 1, 2, dan 3. Membeli produk KW, menurut Rafi merupakan hak setiap orang karena menggunakan uang pribadi.

"Alasan utamanya sih pendapatan gue enggak segede itu buat beli barang ori, tapi di sisi lain gue pengen gaya, lagian juga orang sekilas enggak tahu gue pake produk ori apa fake," jelasnya.

Namun, Rafi menjelaskan, di saat pendapatannya mulai meningkat tetap saja pilihan jatuh pada barang KW karena harus memilih dan mengatur mana harus menjadi prioritas.

"Ketika pendapatan mulai meningkat, gue sih sebenernya bisa beli produk original. Misalnya sepatu Vans harga Rp 1,5 jutaan, tapi gue mikir ada kebutuhan lain harus jadi prioritas, misalnya buat ngasih orang tua sama buat tabungan," jelasnya.

Baca Juga:

Mengapa Nama Kedai Kopi Made In Negeri Aing Puitis?

Banyak produk branded ternama yang dibuat KW-nya alias barang palsu (foto: pixabay/penabeckie)

Rafi jadi salah satu cerminan betapa barang KW udah menjadi pilihan. Biasanya produk KW banyak ditemui di Negeri Aing, dari merek branded asal luar negeri, seperti Louis Vuitton, Channel, Gucci, Nike, Adidas, Supreme, Vans, Bape, dan lainnya.

Bahkan, tak hanya merek internasional, merek lokal pun banyak dibuat KW-nya. Mungkin anak gaul terutama lahir di tahun 90-an masih ingat dengan brand clothing Skaters, Crooz, Diery, Dreambirds dan sebagainya. Brand-brand dikenal memiliki kualitas baik dan hits pada zamannya tersebut banyak dibuat replikanya.

Hal tersebut terdengar miris, karena, brand lokal harganya masih terbilang cukup terjangkau, tapi masih juga dipalsukan alias dibuat KW-nya dengan harga super duper murah.

Di sisi lain, para pembuat produk KW tentu tidak akan memproduksi bila tak ada pasar 'bergairah'. Pembeli produknya masih cukup banyak di Negeri Aing.

ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang lebih memilih barang KW dibanding barang original (Foto: pixabay/wokandapix)

Peminta KW, mengutip laman BBC, jumlahnya cukup banyak sekitar tiga juta konsumen setiap tahun membeli barang palsu dari label desainer papan atas, seperti Yves Saint Laurent, Burberry, Louis Vuitton dan Gucci. Hampir sepertiga dari penjualan dilakukan melalui internet.

Louis Vuitton merupakan salah satu merek mewah dengan tim khusus didedikasikan untuk pengelolaan dan perlindungan hak kekayaan intelektual perusahaan.

Baca Juga:

Misteri ‘Bapak’ Hilang Kaleng Khong Guan Akhirnya Terpecahkan

Juru bicara mengatakan, dikutip BBC, Louis Vuitton percaya melestarikan pengetahuan tentang originalitas dan pekerjaan pengrajinnya, dengan memerangi jaringan ilegal pelanggar hak asasi manusia, lingkungan, dan ekonomi global.

Pada 2010, Louis Vuitton memprakarsai 10.673 penggerebekan dan 30.171 prosedur anti-pemalsuan di seluruh dunia, mengakibatkan penyitaan ribuan produk palsu dan pembubaran jaringan kriminal.

Namun, terlepas dari tindakan diambil rumah mode ternama itu, hingga saat ini masih cukup mudah untuk buat parapembeli mendapatkan replikanya.

Bahkan, sejumlah toko online terang-terangan tentang fakta terdapat penjual barang palsu, dan dengan percaya diri membual barang digunakan 1:1 mirip aslinya.

Banyak brand internasional yang melaporkan para pembuat produk palsu alias KW (Foto: pixabay/webandi)

Ada sejumlah faktor membuat orang tertarik membeli produk KW. Pertama, dikutip Medium, karena barang palsu lebih murah. Para pembeli tahu ada risiko harus diterima, seperti barangnya berkualitas rendah, rusak, tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan, hingga tidak adanya garansi dan perlindungan konsumen.

Kedua, tekanan atau keinginan untuk mengikuti tren terbaru. Tekanan tersebut semakin dipercepat dengan munculnya media sosial nan kerap mempromosikan gaya hidup dipenuhi barang-barang mewah dan tren terkini.

Penelitian dari Deloitte menunjukan 47% dari semua konsumen Milenial menggunakan media sosial selama perjalanan belanja mereka.

Media sosial bisa menyebabkan beberapa orang merasakan tekanan untuk mengikuti gaya seseorang artis atau idola mereka. Mereka percaya membeli barang palsu cara untuk mendapatkan barang keinginanny sesuai tren.

Faktor ketiga, mereka tidak peduli membeli barang palsu. Banyak orang membeli barang palsu karena mereka tidak peduli atau keberatan tentang merek palsu.

Seperti halnya para pembeli berpikir mengapa harus membayar Rp100 juta untuk membeli sebuah tas dari perusahaan besar sudah memilik banyak uang, tapi dia bisa membeli tas mirip dengan Rp100 ribu saja.

Faktor keempat, ketidaktahuan telah membeli barang palsu. Minimnya pengetahuan kerap membuat orang 'kudet' alais kurang update, tidak tahu barang pembeliannya palsu.

Hal itu terjadi karena barang palsu tersedia di beberapa toko online terlihat sangat meyakinkan.

Banyak produk Negeri Aing yang berkualitas dan harganya terjangkau (foto: instagram @ventelatgr)

Daripada membeli brand luar negeri tapi KW, lebih baik membeli brand lokal tapi original. Saat ini banyak sekali produk lokal kualitasnya sangat baik, dan harganya cukup terjangkau.

Seperti halnya, Compass, Ventela, Thanksinsomnia, Geof Maxx, FYC, Erigo, NAH Project, Lawless, Cotton Ink, 3Second, Lea, Shafira, The Executive, Buccheri dan masih banyak lagi.

Semakin hari semakin banyak produk lokal berkualitas tinggi, bahkan tak sedikit sudah meroket di pasar internasional.

Yakin kamu masih pilih produk branded KW dibanding produk lokal tapi orisinal?. (Ryn)

Baca Juga:

Produk Lokal Made In Negeri Aing Ternyata Dipakai Pembalap MotoGP dan Moto2

#Fashion #Juni Made In Negeri Aing #Local Brand
Bagikan
Ditulis Oleh

Raden Yusuf Nayamenggala

I'm not perfect but special
Bagikan