Pandemi Membuatku Jauh Lebih Berkembang

Andreas PranataltaAndreas Pranatalta - Sabtu, 24 Juli 2021
Pandemi Membuatku Jauh Lebih Berkembang
Belajar untuk diri sendiri yang lebih baik. (Foto: Unsplash/Chang Duong)

TAHU enggak bagaimana rasanya diputus cinta pacar pas lagi masa pandemi? Semua rencana jadi berantakan, sedih, bertanya-tanya pada diri sendiri, galau, semua campur aduk. Belum lagi ada deadline skripsi tinggal tiga bulan. Thank God.

Bohong rasanya kalau saya bilang 2020 menjadi tahun menyenangkan. Jauh dari biasa saja! Semua orang terdampak, seperti pegawai bioskop, pemilik tempat wisata, pedagang kaki lima, atau mungkin orang sedang menjalin hubungan harus berakhir putus karena jarang ketemu. Ya, termasuk saya. Namun, apa boleh buat, semua harus dihadapi karena waktu terus berjalan dan tidak boleh tinggal diam.

Kilas balik pada Mei 2020, saya mulai sadar dan makin mengerti kenapa hubungan harus kandas di tengah perjalanan. Saya percaya setiap kejadian pasti sudah direncanakan dan ada maksud di balik itu sehingga mungkin baru disadari kemudian hari. Boleh kok untuk merasakan sedih dan galau pas awal-awal putus. Boleh banget. Tapi ingat, jangan larut dalam kesedihan terlalu lama karena ada sesuatu lebih baik di depan.

Baca juga:

Aku Belajar Gaya Hidup Minimalis di Masa Pandemi

Pandemi Membuatku Jauh Lebih Berkembang
Buku karya Mark Manson. (Foto: Twitter/artnotgivingf)


Dari kejadian tersebut, saya tidak menyalahkan pihak mana yang salah karena mungkin sudah bukan jalannya lagi. Justru sebaliknya, saya fokus mengembangkan diri atau melakuhkan self development agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mulai dari sinilah saya memutuskan untuk belajar mengerti dan open minded.

Di masa pandemi yang membuat waktu luang semakin banyak, saya justru melihat sebuah peluang. Kenapa tidak saya manfaatkan saja untuk melakukan hal positif di rumah? Hobi lama yang sempat terkubur akhirnya saya gali lagi, seperti membaca buku, mendengarkan siniar, dan melihat video-video self development. Beberapa buku malah cuma jadi pajangan saja di lemari.

Baca juga:

Mengapa Guru Lebih Terkenang Murid Bandel Saat Berstatus Alumnus

Pandemi Membuatku Jauh Lebih Berkembang
Gary Vaynerchuk. (Foto: EU -Startups)

Buku pertama yang saya baca kembali adalah Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat karya Mark Manson. Buat yang suka baca buku pasti tahu buku ini. Sampai sekarang, buku tersebut masih populer dan menjadi rekomendasi buat kamu yang ingin bersikap bodo amat dengan orang lain. Dengan penjelasan yang ringan dan relateable, buku ini mampu menginspirasi pembacanya, termasuk saya.

Saya makin yakin untuk menyelesaikan buku ini ketika menemukan kata-kata menarik di dalamnya. Sebagai contoh, di halaman enam, Manson mengatakan “Kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal, tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja. Hanya peduli tentang apa yang benar, mendesak, dan penting.” Dari kalimat itu saya belajar untuk memedulikan apa yang menjadi prioritas saya saja.

Selain itu ia juga mengatakan, “Menjadi salah membuka kita pada kemungkinan perubahan. Menjadi salah membawa peluang untuk pertumbuhan.” Dari kalimat itu saya seolah disentil bahwa dari kegagalan, saya akan belajar dan berusaha agar kesalahan tersebut tidak terulang kembali. Terdengar basi, tapi sulit dilakukan.
Secara keseluruhan, Manson mencoba menceritakan buku ini lewat pengalaman pribadinya dan kemudian memberikan nilai apa yang bisa diambil.

Mengutip laman Psychology Today, konsep bodo amat yang dimaksud Manson adalah kita berhak untuk bahagia secara lahir batin. Baginya, hidup yang baik dan bahagia bisa dirasakan jika seseorang bisa bodo amat pada hal-hal yang memang sepantasnya diabaikan. Bisa jadi kebahagiaan kamu tidak lengkap karena terlalu fokus pada hal-hal yang sebenarnya tidak penting.

Sejak membaca buku ini, saya tertampar dan akhirnya mulai untuk bodo amat dengan hal-hal tidak penting. Dulu, saya sering kali memprioritaskan orang lain dibandingkan diri saya sendiri. Misalnya kalau ada yang minta tolong edit video, akan saya bantu sampai videonya selesai. Padahal masih ada artikel lain yang harus saya tulis.

Seiring berjalannya waktu, saya punya prinsip baru yakni jangan menaruh ekspektasi tinggi terhadap orang lain. Karena kalau tidak sesuai, kita akan kecewa. Manusia tetaplah manusia yang juga bisa salah.

Selain buku, saya belajar self development dari aplikasi TikTok. Wajar ketika mendengar aplikasi ini yang ada di benak adalah tempatnya orang joget-joget. Ternyata enggak cuma itu, ada beberapa kreator yang membuat konten edukasi, seperti Gary Vaynerchuk, ianhugen, dan Dr Julie Smith. Hal yang saya suka dari tiga kreator tersebut adalah punya pemikiran yang open minded, tegas, dan menginspirasi.

Meningkatnya tren siniar di masa pandemi juga menarik perhatian saya untuk mendengar pemikiran orang lain, seperti Pandji Pragiwaksono, Deddy Corbuzier, Uus, Gofar Hilman, Raditya Dika, Hermanto Tanoko, hingga Daniel Mananta. Sebelum tidur, setidaknya saya harus mendengarkan satu siniar.

Pandemi Membuatku Jauh Lebih Berkembang
Coba cari hal-hal positif di masa pandemi ini. (Foto: Unsplash/Joel Muniz)

Tentu masih banyak lagi yang membuat saya makin berkembang dari sebelumnya. Menurut saya pribadi, belajar self development itu tidak bisa instan dan butuh waktu. Bahkan saya sendiri sampai ini masih terus belajar. Jangan cuma hanya melihat dan mendengarkan, tapi juga perlu praktik.

Berkat beberapa hal yang saya lakukan di atas, saya mulai belajar untuk mengerti dan menerima pendapat orang lain. Ketika ada yang berbicara, saya coba olah dan mengerti apa maksud mereka. Di media sosial yang katanya tempat orang pamer, justru saya berpikir untuk mengapresiasi achievement orang lain. Semua tergantung dari pola pikir.

Cobalah cari hal positif di masa pandemi ini, terlebih PPKM darurat yang diperpanjang mungkin bikin kamu bingung mau ngapain. Ya salah satunya belajar self development itu tadi. Kalau bukan dari kamu, dari siapa lagi? (and)

Baca juga:

Fakta di Balik Suara Emas Siswa Asal Medan

#PPKM Darurat #Juli Ngilmu Di Negeri Aing
Bagikan
Ditulis Oleh

Andreas Pranatalta

Stop rushing things and take a moment to appreciate how far you've come.
Bagikan