PERUNDUNGAN anak bisa terjadi di mana saja, di lingkungan pendidikan dan di mana pun. Orangtua dan guru berperan penting untuk mencegah dampak serius dari kasus perundungan anak.
Dosen Departemen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Fitriani Yustikasari Lubis menjelaskan perundungan anak di lingkungan sekolah biasanya terjadi karena adanya perilaku atau kondisi yang khas.
BACA JUGA:
Kenali Tips Mencegah Perundungan Siber Pada Anak
Anak yang dirundung biasanya merupakan anak pendiam atau cenderung mudah dibuat cemas oleh teman-temannya. Kedua, anak memiliki perilaku atau karakter yang tidak sama, menonjol, sehingga tidak disukai teman-temannya.
“Karakteristik korban dirundung memang biasanya sangat mudah dibuat cemas. Kalau temannya menuntut sesuatu, anak akan khawatir tidak bisa memenuhi. Dia merupakan anak yang punya perilaku tidak sama, sampai akhirnya teman-temannya suka mengejek dia,” ujar Fitri Rabu (21/7).
Untuk mengantisipasi korban perundungan mengalami dampak lebih serius, peran guru sangat penting dalam mengobservasi dan mengamati karakter setiap anak didik.
Guru sebaiknya mampu menilai anak didik mana yang 'potensial' mengalami perundungan, memiliki karakter/perilaku menonjol, hingga yang memiliki masalah belajar. “Akan lebih baik jika guru memunculkan awareness-nya dalam memperhatikan mereka-mereka yang potensial dirundung,” ucapnya.
BACA JUGA:
Guru juga harus lebih peka apabila ditemukan adanya perubahan perilaku pada peserta didiknya. Begitu ada perubahan perilaku pada salah seorang muridnya, guru dapat langsung melakukan pendampingan dan penelusuran penyebabnya.
Perubahan perilaku yang acap terlihat dari korban perundungan yakni cenderung menjadi lebih diam dan tidak bersemangat saat berada di lingkungan sekolah. “Apalagi jika sudah muncul perilaku signifikan seperti tidak mau makan, guru harus punya radarnya. Begitu ada perubahan perilaku, bisa langsung ditindaklanjuti,” tambahnya.

Selain guru, orangtua menjadi aktor penting dalam mengantisipasi perundungan anak. Peran tersebut dapat dilakukan sebelum atau ketika mengalami perundungan. Fitri menjelaskan orangtua perlu mendapat edukasi mengenai karakter anak yang potensial mengalami perundungan. Jika karakter tersebut mungkin dimiliki anaknya, orangtua perlu melakukan langkah antisipasi untuk memperkuat karakternya.
“Jadi kalau anak dirundung, anak harus bereaksi seperti apa. Biasanya anak-anak potensial dirundung lebih ke tidak punya keterampilan mempertankan diri. Jadi kalau sudah bisa aware, orangtua bisa melakukan langkah antisipatif,” jelasnya.
Langkah antisipatif yang dilakukan bisa berupa mengajarkan anak untuk bisa mempertahankan diri. Kendati demikian, ia menekankan bahwa pengajaran ini bukan mendorong anak untuk menyakiti orang lain. Melatih anak untuk mampu mempertahankan diri saat mengalami tekanan dari luar. “Lebih untuk mempertahankan diri, bukan untuk menjadi agresif,” kata Fitri.
Kendati sulit, terutama bagi anak dengan karakter rentan dirundung, Fitri menilai pengajaran yang baik dan konsisten dari orangtua akan membuat kapasitas anak menjadi bisa ditingkatkan. Orangtua juga jangan tinggal diam tatkala menemukan anaknya telanjur menjadi korban perundungan.

Hal pertama yang harus dilakukan yakni menyadari apabila ada perubahan perilaku anak. Beberapa anak cenderung sulit bercerita mengenai kondisinya kepada orangtua. Karena itu, ketika ada perubahan perilaku pada anak, orangtua harus menyadari dan langsung melakukan pendampingan. “Mungkin saja anaknya tidak mau cerita, tetapi meyakinkan anak bahwa orangtua ada untuk dia itu penting. Mungkin tidak diminta untuk bercerita, tapi yakinkan anak bahwa orang tua siap mendampingi dan menguatkan,” jelasnya.
Hal ini yang kerap diabaikan orangtua ketika melihat anaknya mengalami perundungan. Sikap orangtua cenderung lebih fokus pada kasus perundungannya, bukan pada kondisi psikologis anaknya.
Fitri mengatakan depresi akut pada anak korban perundungan dapat berdampak serius. Pada level yang cukup tinggi, depresi akan menyebabkan reaksi fisik. “Anak bisa jadi tidak berselera makan, tidak bisa tidur, gelisah, hingga dia merasa tidak punya kontrol atas dirinya karena depresinya,” tuturnya.(*)
BACA JUGA:
Facebook Ajak Orangtua Jeli Saat Anak Mengalami Perundungan Online
Artikel ini merupakan laporan kontributor Merahputih.com untuk Jawa Barat.