MENJADI mahasiswa paling lama (Mapala) memang penuh beban dan derita tersendiri. Lulusnya telat, lembar KRS setebal skripsi, dan teman-teman seangkatan sudah lulus. Belum lagi orang tua dan dosen sering ngomel. Begitulah nasib mapala.
Walaupun banyak mahasiswa yang beranggapan berlama-lama di kampus itu mengasyikkan, namun realitanya penuh tekanan. Awal masuk kuliah, masih lugu-lugunya dengan baju putih dan celana hitam sambil di suruh-suruh sama senior waktu ospek.
Baca juga:
Kemudian masuk masa perkuliahan, satu per satu teman mulai gugur di medan perkuliahan. Saat jadi mahasiswa lama akan semakin memiliki banyak teman yang hilang, umumnya sudah jadi sarjana duluan.
Kebiasaan awal ke kampus pasti sudah ada teman yang menunggu. Nongkrong bareng teman sepertinya sudah jadi tradisi sejak pertama kali kuliah di kampus tercinta. Kalau enggak di kantin, di samping kampus atau di depan kampus sambil jajan di starling biar makin asik ngobrolnya.

Mapala tentunya sudah jadi yang paling akrab sama abang-abang starling dan mbak-mbak kantin karena sudah menahun di kampus. Tentunya sudah tau juga makanan yang paling enak dan paling sesuai sama kantongnya mahasiswa.
Zaman pun beralih, ruang kelas, kursi yang biasa ditempatinya dan teman nongkrong sudah digantikan oleh para adik tingkat bawah. Mau negur juga enggak enak apalagi masa keemasan di kampus telah berakhir.
Kampus akan terasa sepi. Rasa sepi itu datang dari keberadaan teman seangkatan yang sudah menghilang. Paling ke kampus cuma buat konsultasi dan buat ngulang mata kuliah, setelah itu langsung pulang.
Baca juga:
Belum lagi dicuekin sama junior, sesuatu yang sering banget dialami oleh mahasiswa lama. Apalagi kalau sudah dibilang mahasiswa lama kerjaannya mejeng melulu enggak jelas di kampus. Bagi mahasiswa lama, ini jadi suatu problem jika keseringan dikatain di kampus. Ibarat sudah jatuh ketimpa tangga pula, sudah senior diejek pula.

Jadi mahasiswa akhir pasti akan sering dapat pertanyaan klasik tapi susah banget buat dijawab. Lalu kalau sudah keseringan ditanggapi malah kadang akan bikin naik darah atau malah depresi dan tekanan batin. Tidak hanya di tongkrongan kampus, tapi juga di dalam keluarga.
Di lingkup keluarga sudah pasti pertanyaannya "itu kok gak selesai-selesai skripsinya?", "sudah bab berapa? sudah sidang belum? kapan nih mau makan-makan?". Paling mengerikannya terlontar pertanyaan klasik yang sulit dijawab "kapan lulus? abis lulus nanti kerja atau lanjut kuliah lagi?".
Semakin banyak semester yang dijalani, maka akan semakin banyak pula kebutuhan mengenai dana operasional kuliah atau biasa SKS yang harus dibayarkan ke pihak kampus. Ditambah lagi biaya kampus tiap tahunnya terus naik, pasti sudah jadi beban pikiran dan bikin sumpek orang tua. Para mapala, tetap berjuang ya. (ans)
Baca juga: