Namanya Gantikan Jalan Senen Raya, Kenal Lebih Dalam Sosok Bang Pi`ie

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Selasa, 21 Juni 2022
Namanya Gantikan Jalan Senen Raya, Kenal Lebih Dalam Sosok Bang Pi`ie
Bang Pi`ie jagoan Senen. (Foto: MP/Fikri)

GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil satu per satu plang jalan lalu menancapkannya erat. Plang tersebut berisi nama tokoh-tokoh Betawi. Penancapan plang tersebut menandai peresmian 22 nama baru bagi jalan, gedung, dan zona khusus pada enam kabupaten dan kota di Jakarta.

"Kita berharap generasi sekarang, pada saat melihat nama sebuah jalan, maka mereka terinspirasi, belajar tentang sejarah hidupnya (tokoh-tokoh Betawi)," kata Anies di Kantor Unit Pengelola Perkampungan Budaya Betawi, Jakarta Selatan, (20/6).

Baca juga:

Masa Kecil 'Raja Copet Senen' Bang Pi`ie

Di antara nama-nama tokoh Betawi tersebut, terpampang nama H Imam Sapi`ie menjadi nama jalan menggantikan Jalan Senen Raya. Lantas, siapa dan apa hubungannya dengan daerah Senen?

H Imam Sapi`ie acap dipangil Bang Pi`ie. Sosoknya justru sangat lekat dengan kawasan Senen, Jakarta Pusat, bahkan disebut sebagai 'Buaya Senen'.

bang pi`ie
Keramaian Pasar Senen dibelah jalur rel kereta api. (KITLV)

Lelaki kelahiran Kampung Bangka, Kebayoran Baru, 27 Agustus 1918, tersebut mulai punya nama meski masih terhitung bocah di Senen ketika berhasil mengalahkan Muhayar.

Keramaian pasar Senen terhenti lantaran ada pertarungan sengit antara Pi`ie dengan Muhayar. Pi`ie berperawakan kecil tak gentar menerima serangan Muhayar. Mereka mengeluarkan jurus andalan masing-masing. Dengan tusukan pisau, menurut Jerome Tadie pada Wilayah Kekerasan di Jakarta, Pi`ie berhasil membunuh Muhayar. Alih kekuasaan pun terjadi.

Baca juga:

Bang Pi`ie Kecil-Kecil Buaya Pasar Senen

Sejak tak ada lagi tandingan di wilayah Senen, seluruh pelaku 'dunia bawah tanah' daerah di masa lalu bernama Vinckepasser lantas berkhidmat kepada Pi`ie.

Sejak saat itu, nama Pi'ie kesohor sebagai 'Buaya Senen'. Sebutan Buaya bermakna lihai, pandai, ahli, maestro, seperti Buaya Keroncong bermakna masetro keroncong. Pi`ie melesat sebagai tokoh sentral di 'dunia bawah' Jakarta.

Bang Pi`ie membuat kelompok Kumpulan 4 Sen, seturut Abdul Haris Nasution, dalam bukunya Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 4 (Masa Pancaroba Kedua), mengorganisasi pedagang sayur, asongan, kaki lima, hingga tukang kuli untuk mengumpulkan iuran empat sen bagi begundal Pasar Senen. Tujuannya sebagai 'bayaran' untuk meredam keonaran para bandit.

bang pi`ie
Bang Pi`ie Buaya Senen. (Foto: Kolase Foto Dokumen Keluarga Imam Sjafei)

"Orang tua-tua Senen menyebut Pasukan Sebenggol," kata Wenri Wanhar, penulis Gedoran Depok: Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955, kepada Merahputih.com.

Di Senen, posisi Bang Pi`ie semakin kuat, lanjut Wenri Wanhar, lantaran disokong sekondannya, Bang Amat Bey atau tersohor berasama Mat Bendot. Keduanya saling mengisi, lalu bergabung dalam Oesaha Pemuda Indonesia (OPI). Bang Pi'ie tercatat sebagai ketua OPI.

"Bang Pi`ie dan Mat Bendot hampir selalu berdua. Waktu menikah dan sudah punya anak, keduanya punya rumah bersebelahan di wilayah Bungur, Senen," kata Wenri.

Persentuhan Pi`ie dengan politik, lanjut Wenri, tak terlepas dari peran Rachman Zakir, mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran Tinggi di masa Pendudukan Jepang) pimpinan Angkatan Pemuda Indonesia (API) daerah Senen.

bang pi`ie
Situasi Pasar Senen di zaman revolusi. (Foto: Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen)

Para jago, sambung Wenri, bisa beroleh bekal tentang situasi politik nasional termasuk koordinasi di antara badan-badan perjuangan kelaskaran berkat orang-orang 'bawah tanah' para pemuda 'nakal' berhimpun pada API.

"Kebencian para jago terhadap aparat keamanan di masa Belanda dan Jepang disulut para pemuda revolusioner sehingga mereka siap berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan," kata jurnalis sejarah berkumis baplang tersebut.

Di masa merebut hingga mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, sepak terjang pasukan berisi copet, gelandangan, rampok, bahkan pelacur Senen pimpinan Bang Pi`ie acap membuat tentara NICA kerepotan.

Setelah Indonesia merdeka, Bang Pi`ie membentuk Corps Bambu Runcing (Cobra) pada 1949. Anggotanya merupakan bagian pejuang revolusi nan tak terserap program Rekonstruksi Rasionalisasi (RERA) Mohammad Hatta, sehingga kandas bergabung ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sebagai organisasi, Cobra punya aturan baku kepada setiap anggota. Jika ada anggotanya melakukan tindak pencurian, maka Cobra akan menyerahkan kepada polisi. Selain itu, apabila ada anggotanya dianggap kurang baik atau tidak disiplin, misalnya mengambil atau mencuri milik anggota lain maka akan dipukul dengan ekor ikan pari sebanyak dua sampai tiga kali atau lebih.

bang pi`ie
Seorang nenek sedang membeli makanan di Pasar Senen. (KITLV)

Selain jasa keamanan, Cobra juga membuka tempat perjudian di Jakarta, meliputi Glodok, Tanah Tinggi, dan Jatinegara. Tempat perjudian mereka bahkan dapat berpindah di lain lokasi, semisal Tugu, Puncak, Jawa Barat.

Sepak terjang Cobra kemudian menyurut seiring pergantian politik di tingkat Nasional, terutama imbas Gerakan 30 September 1965. Bang Pi`ie sebagai loyalis dan Menteri Keamanan Urusan Keamanan Rakyat ikut dijebloskan Orde Baru masuk bui.

Cobra kehilangan bukan cuma ketua, melainkan sosok kharimastik. Seturut pula, setelah persitiwa G 30 S, anggota Cobra khawatir dicap komunis. Mereka bahkan membakar semua dokumen terkait Cobra untuk menghilangkan bukti.

Bang Pi`ie tutup usia pada 9 September 1982 di rumahnya Jalan Wijaya 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lantas dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan nisan tertera Letkol Imam Sjafeei, terdaftar sebagai anggota Angkatan Darat bernomor registrasi AD 14157. (*)

Baca juga:

Aksi Bang Pi`ie Jago Revolusi

#Sejarah #Suku Betawi #Juni +62 Saatnya Unjuk Gigi
Bagikan
Bagikan