Menulis Ternyata Efektif Mengatasi Trauma Layaknya Terapi Biasa

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Rabu, 08 November 2023
Menulis Ternyata Efektif Mengatasi Trauma Layaknya Terapi Biasa

Kebanyakan orang merasa sulit menghadapi kenangan menyakitkan mereka. (Foto: Freepik/Drazen Zigic)

Ukuran:
14
Audio:

TRAUMA besar dapat berdampak buruk pada kehidupan seseorang. Reaksi pascatrauma dapat mencakup perubahan cara seseorang memandang dunia dan dirinya sendiri serta perubahan besar dalam emosi dan perilaku.

Untungnya, ada pengobatan yang efektif untuk gangguan stres pascatrauma/posttraumatic stress disorder (PTSD).

"Saya telah menggunakan salah satu perawatan ini selama bertahun-tahun. Ini disebut pengobatan paparan berkepanjangan atau prolonged exposure (PE), suatu bentuk terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioral therapy (CBT)," ujar Seth J. Gillihan, Licensed Psychologist dan penulis dengan spesialisasi pada mindful CBT, dalam psychologytoday.com.

Dia menambahkan, terapi tersebut inti dari PE yang melibatkan penceritaan kembali kisah trauma seseorang dengan terapisnya (paparan) selama 30 menit atau lebih (berkepanjangan).

Banyak orang merasa sulit menghadapi kenangan menyakitkan mereka, terutama pada awalnya. Namun jika diceritakan kembali berulang kali, kejadian tersebut kehilangan muatan emosionalnya.

Di akhir pengobatan, banyak orang mengatakan mereka mulai merasa bosan dengan ingatan tersebut.

Namun, terapi pemaparan berkepanjangan sangatlah intensif. Ini menuntut seseorang untuk berkomitmen tidak hanya menghadiri delapan hingga 15 sesi, tapi juga harus menjalani 90 menit waktunya untuk setiap sesi.

Baca juga:

Memutus Mata Rantai Trauma Antar-Generasi

menulis
Dalam lima sesi WET, orang tersebut menulis tentang traumanya selama 30 menit. (Foto: Freepik/Freepik)

"Sesi perawatan yang panjang ini seringkali sulit diakomodasi oleh terapis karena sesi biasanya berdurasi 45-50 menit, dan sesi yang lebih lama akan lebih mahal bagi klien mereka," ujar Gillihan dalam artikelnya di Psychology Today.

Dia mengerti bahwa banyak orang yang dirawatnya merasa ragu untuk mengingat kembali kisah trauma mereka, mengingat penderitaan yang ditimbulkannya. Akibatnya, persentase orang yang berhenti dari terapi jangka panjang cukup tinggi.

Sebuah penelitian terhadap para veteran menemukan bahwa hampir 45 persen keluar dari pengobatan, lebih tinggi dibandingkan program CBT yang disebut terapi pemrosesan kognitif (33 persen).

Terapi Eksposur Tertulis


Sebuah studi baru mengatasi keterbatasan ini. Psikolog Denise Sloan, seorang profesor di Pusat Nasional PTSD di Boston, bersama beberapa rekannya, menyelesaikan penelitian skala besar di kalangan veteran.

Mereka secara langsung membandingkan terapi paparan jangka panjang dengan terapi paparan tertulis atau written exposure therapy (WET).

Para peneliti secara acak menugaskan 178 peserta untuk menerima salah satu dari perawatan ini dan melacak gejala peserta selama tujuh bulan berikutnya.

Perlakuan pemaparan tertulis secara signifikan lebih pendek. Mereka yang berada dalam kondisi WET mempunyai sesi yang separuhnya (6,2) dibandingkan mereka yang berada dalam WET (12,5).

Baca juga:

Jeremy Renner Berjuang Lepas dari Trauma Kecelakaan Mengerikan

menulis

Penelitian yang menunjukkan bahwa menulis tentang trauma dapat menghilangkan rasa sakitnya. (Foto: Freepik/Katemangostar)

Setiap sesi WET juga lebih singkat, 45 hingga 60 menit dibandingkan 90 menit untuk PE, dan tidak mencakup tugas antarsesi yang merupakan bagian dari PE.

Dalam lima sesi WET, orang tersebut menulis tentang traumanya selama 30 menit. Mereka fokus pada perasaan dan pikiran yang mereka alami selama trauma pada tiga sesi penulisan pertama. Dua yang terakhir berfokus pada bagaimana peristiwa tersebut mempengaruhi kehidupan mereka.

Pendekatan Baru yang Menjanjikan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang berada dalam kondisi terapi pemaparan tertulis memberikan hasil yang sama baiknya dengan mereka yang mendapat PE.

Pada kedua kelompok, 40 persennya tidak lagi memenuhi kriteria PTSD pada titik penilaian tujuh bulan. Kelimun-kelimun tersebut juga sangat mirip dalam pengurangan gejala—23 persen untuk WET dan 25 persen untuk PE.

Para penulis mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan, mengingat banyak penelitian menunjukkan PE dan pengobatan serupa efektif. Namun, Sloan dan kolaboratornya telah menambahkan temuan penting pada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa menulis tentang trauma dapat menghilangkan rasa sakitnya. (aru)

Baca juga:

Normal Eve Narasikan 'Pascatrauma' dalam Sebuah Lagu

#Kesehatan Mental #Menulis Blog
Bagikan
Ditulis Oleh

Hendaru Tri Hanggoro

Berkarier sebagai jurnalis sejak 2010 dan bertungkus-lumus dengan tema budaya populer, sejarah Indonesia, serta gaya hidup. Menekuni jurnalisme naratif, in-depth, dan feature. Menjadi narasumber di beberapa seminar kesejarahan dan pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan lembaga pemerintah dan swasta.

Berita Terkait

Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Fun
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Pelarian Artscape hadir sebagai pelampiasan yang sehat dan penuh makna.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 04 Agustus 2025
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Indonesia
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Kelelahan mental merupakan sindrom yang dihasilkan dari stres terkait dengan pekerjaan kronis.
Dwi Astarini - Rabu, 30 Juli 2025
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Lifestyle
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Gangguan perasaan bisa berupa emosi yang tumpul atau suasana hati yang kacau
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Juli 2025
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Indonesia
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Hasil ini menjadi sinyal penting perlunya konsultasi lebih lanjut dengan tenaga profesional.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 21 Juli 2025
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Indonesia
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Depresi yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan depresi yang resistan terhadap pengobatan atau treatment resistant depression atau (TRD).
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 11 Juli 2025
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Lifestyle
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Untuk skizofrenia, faktor risikonya mencakup genetik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 15 Mei 2025
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Fun
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Skizofrenia dapat menurunkan kualitas hidup secara signifikan.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 15 Mei 2025
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Fun
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Penderita GB I, mengalami setidaknya satu episode manik yang berlangsung selama seminggu atau lebih.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 14 Mei 2025
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Fun
Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
Perasaan insecure selalu berkaitan dengan kepercayaan diri.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 25 Februari 2025
Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
Bagikan