Mengenang Masa Silam Kentungan Sahur Ramadan Kumpulan Tongtong Topeng Desa Aengmerah pada malam Ramadhan 25 Mei 1986, sumber; Helena Boevier buku Lebur, Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura.

DINI hari dua hari terakhir gemuruh suara beduk, snare drum, dan kentungan bersahut panggilan sahur mengobati kerinduan bulan Ramadan. Maklum, dua tahun terakhir, khususnya selagi tahun awal pandemi suara membangunkan sahur keliling tak lagi terdengar.

Suara membangunkan sahur tetap ada meski dari pengeras suara masjid. Malah lebih sering diputar suara membangungkan sahur berupa rekaman. Di masa itu, jangankan rombongan membangunkan sahur keliling, ibadah saja harus dari rumah lantaran masifnya penyebaran COVID-19.

Kini, suara gemuruh tersebut seolah mengobati kerinduan. Sebelum pandemi, atau jauh sebelum pengeras suara masif digunakan tiap-tiap masjid, kentungan dan beduk menjadi penanda paling sering digunakan untuk memanggil kaum muslimin melaksanakan salat.

Baca Juga:

Penyintas Hipertensi, Hindari Makanan Ini Saat Puasa

Muadzin Masjid Demak dan Menara Kudus, menurut HM Darori Amin pada Islam dan Kebudayaan Jawa, acap memukul kentungan dan beduk sebelum beradzan. Tradisi memukul kentungan, lanjut Darori, kemudian meluas hingga pelosok pedalaman Jawa lantaran masyarakatnya terbiasa dengan komunikasi tradisional tersebut.

Meski begitu, penggunaan kentungan di masjid tak mentah-mentah diterima semua umat. Sebagian berpendapat memukul kentungan tak memiliki dalil kuat.

kentungan
Kentongan besar di Tosari, Pasuruan, Jawa Timur pada 13 Juli 1900. (Tropenmuseum)

KH Hasyim Asy`ari, pendiri Nahdlatul Ulama, sempat menulis pendapatnya tentang kentungan pada terbitan berkala bulanan NU tahun 1928. Hasyim Asy`ari berpendapat kentungan tidak diperkenankan untuk memanggil shalat dalam hukum Islam karena tidak tertulis di hadist mana pun.

Pendapat pendiri NU tersebut mendapat sanggahan. Pada penerbitan bulan berikutnya, Kyai Faqih, asal Maskumambang, Gresik, menulis argumen berbeda terhadap pendapat Hasyim Asy`ari. Kentungan, menurut Kyai Faqih, harus diperkenankan karena bisa dianalogikan atau jadi qiyas kepada beduk sebagai alat pemanggil shalat sesuai dalil naqli Muhammad Saw.

Silang pendapat tersebut membuat gempar para Nahdliyin. Hasyim Asy`ari pun mengundang para ulama se-Jombang dan para santri senior berkumpul di pesantren Tebu Ireng, Jombang, untuk mengurai benang kusut.

Sang Kiai, seturut Abdurrahman Wahid pada Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, meminta salah satu hadirin membaca kedua artikel tersebut.

Seusai dibaca, Hasyim Asy`ari menegaskan kepada para hadirin untuk bebas memilih kedua alat pemanggil tersebut. Boleh beduk, boleh kentungan. Hanya saja Hasyim Asy`ari meminta kepada pengurus agar kentungan tak lagi digunakan selama-lamanya khusus di Masjid Tebu Ireng.

kentungan
Kentongan kepala Naga berbahan perunggu. (Geheugen van Nederland)

“Pandangan beliau itu mencerminkan sikap sangat menghormati pendirian Kyai Faqih dari Maskumambang,” tulis Gus Dur.

Memukul kentungan memang tak boleh serampang. Tiap ketukan memiliki arti berbeda-beda, antara lain berarti bencana alam, kebakaran, kabar duka, kemalingan, hingga keadaan kembali aman.

Keserampangan mengetuk kentungan pernah menjadi perhatian serius sang pengambil kebijakan. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara khusus membuat pedoman tentang tanda bunyi kentungan melaui Instruksi Gubernur KDH-DIY nomor 5/INST/1980, tertanggal 26 Mei 1980.

Baca Juga:

Ramadan, Menjadi Lebih 'Hijau' dalam 30 Hari

Terdapat enam jenis tanda kentungan. Memukul kentungan tanda bunyi doro muluk satu kali berarti keadaan aman. Tanda bunyi dua-dua pertanda keadaan siap atau waspada.

Mengetuk tiga-tiga bermakna kejahatan khusus, seperti rajakaya atau kehilangan sapi, kerbau, kuda.

Sementara, pukulan tujuh gandul penanda ada kejahatan besar, semisal rajapati atau pembunuhan. Memukul tanda gobyok atau titir berarti bencana alam. Terakhir, membunyikan doro muluk dua kali berarti kabar duka orang meninggal.

Tanda bunyi kentungan tersebut, sesuai amanat Instruksi Gubernur (Ingub), harus ditempel di tiap-tiap pos ronda, dan rumah kepala dusun serta pejabat pemerintahan.

kentungan
Kentongan kepala Naga. (Tropenmuseum)

Kentungan sempat menjadi alat komunikasi tradisional paling efektif. Di masa keemasannya, menurut Surono dalam “Kentongan: Pusat Informasi, Identitas, dan Keharmonisan pada Masyarakat Jawa”, Jurnal Patrawidya, Vol 6, No.1, Maret 2015, kentungan memiliki peran penting sebagai sarana penyampai pesan secara masal dan cepat kepada warga, baik bersifat komunal maupun personal. Tak heran bila tiap-tiap sarana umum dan rumah di masa lalu paling tidak memiliki sebilah kentungan.

Kentungan di rumah-rumah berbeda ukuran dan bahan dengan peruntukan di pos keamanan maupun tempat ibadah. Ukuran kentungan perseorangan berbahan bambu, biasa digantung di depan rumah, memiliki panjang 40-70 sentimeter, dan kentungan bongkol bambu berbentuk melengkung seperti bulan sabit berdiameter 20-25 sentimeter.

Sementara, kentungan di tempat-tempat umum berukuran lebih besar, berbahan kayu, memiliki panjang lebih dari satu meter dan ukuran keliling 30 sentimeter.

Dari segi penggunaan, lanjut Surono, kentungan bambu biasa digunakan di rumah untuk keperluan pribadi, penyampai pesan kepada pos terdekat, sedangkan kentungan kayu digunakan di tempat umum untuk menyampaikan pesan publik, dari satu pos ke pos lainnya.

Selain menjadi alat komunikasi antarmanusia, kentungan juga berfungsi magis untuk berkomunikasi dengan mahluk gaib.

Bismillah teguh badanku, badane para nabi, kemule para wali, karana Allah tangala Allahuakbar,” rapal sang dukun (shaman) sebanyak tujuh kali.

Ia bertirakat, mempersiapkan uba rampe, berharap beroleh petunjuk hari pelaksanaan terbaik untuk ritual memanggil mahkluk gaib, khususnya tuyul.

Tiba hari pelaksanaan, dukun tersebut lantas mengujungi salah satu kampung di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, tempat tuyul beroperasi. Ia beroleh laporan harta benda masyarakat setempat sering hilang secara misterius.

Lepas jam 12 malam, sang dukun menaiki lonjoran daun kelapa ditarik sungsang. Ia berjalan seperti main kereta-keretaan tanpa busana sembari menabuh kentungan.

Kentungan
Seorang bapak memukul kentungan. (Foto: treme.desa.id)

Hayo sapa milu nyong numpak kreta, (ayo siapa mau ikut saya naik kereta),” teriak sang dukun mengundang tuyul bergabung.

Tak lama, kulit kelapa seperti ditarik-tarik. Dukun kontan memukul menggunakan lidi kelapa tepat di pusat gerakan misterius. Saappp!

Keesokan hari, dukun tersebut meminta masyarakat mencari salah seorang di antara mereka terdapat memar khas serupa garis akibat pukulan lidi kelapa.

“Kejadian seperti itu diakhiri dengan kesepakatan, pemilik tuyul harus mengembalikan tuyul ke tempat asal,” tulis Dr. Wakit Abdullah, pengampu Etnolinguistik Universitas Negeri Sebelas Maret, pada disertasi “Kearifan Lokal Dalam Bahasa dan Budaya Jawa Masyarakat Nelayan Pesisir Selatan Kebumen, Sebuah Kajian Etnolinguistik”.

Kentungan telah lama menjadi medium memanggil makhluk gaib. Teks Jawa Kuna bertajuk Kidung Sudamala memuat kisah pemanggilan seluruh kekuatan makhluk gaib menggunakan kulkul atau kentungan.

Kalika murka begitu tahu cintanya kepada Raden Sadewa tak berbalas. “Kulkul haganti dentabuh mangko, kaget sakweh hing wadolaka, pada metu mangko kabeh. (Ia segera memukul kentungan, terperanjatlah para hantu, keluarlah mereka semua),” kutip pupuh I, 105, Kidung Sudamala terjemahan PV van Stein Callenfels pada De Sudamala in de Hindu-Javaansche Kunst.

Seluruh makhluk gaib pun keluar. Mereka kumpul membawa bangkai, pukang manusia, dan menjinjing tengkorak. Semua berpesta pora dan tak henti menakut-nakuti Raden Sadewa.

Suara kentungan kembali terdengar bertubi-tubi. Serentak para hantu bersuka ria. “Hangucap hahaha hihihi girang ngong, mangke hamamangsa satriya, hanom bagus rupane. (Mengucap hahaha hihihi semua bergembira, akan mendapat mangsa seorang kesatria, muda lagi tampan rupanya)”. (*)

Baca juga:

Kenali Ciri 'Si Pura-Pura Puasa' di Tongkrongan

LAINNYA DARI MERAH PUTIH
Mengenal Lebih Jauh Manfaat Kolagen untuk Kulit
Fun
Mengenal Lebih Jauh Manfaat Kolagen untuk Kulit

Tubuh tetap membutuhkan kolagen meskipun dapat memproduksinya sendiri.

Tidur Sehat dan Cara untuk Mendapatkannya
Fun
Tidur Sehat dan Cara untuk Mendapatkannya

Setiap orang memiliki kebutuhan tidur yang unik.

Green Ramadan, Rayakan Bulan Baik dengan Memberi Lebih 
Hiburan & Gaya Hidup
Green Ramadan, Rayakan Bulan Baik dengan Memberi Lebih 

Memaknai istilah the gifts that keep on giving.

Era Kendaraan Listrik di Indonesia Makin Bergairah
Fun
Era Kendaraan Listrik di Indonesia Makin Bergairah

Kendaraan listrik semakin menjadi primadona.

Siapa Saja Bisa Naik Kelas Berkarier di Bidang Teknologi
Fun
Siapa Saja Bisa Naik Kelas Berkarier di Bidang Teknologi

Latar belakang pendidikan apapun bisa berkarier di bidang teknologi.

Startup Berikan Beasiswa untuk Kalangan Difabel Bersaing di Dunia Kerja
Fun
Startup Berikan Beasiswa untuk Kalangan Difabel Bersaing di Dunia Kerja

Kalangan difabel diberikan kemampuan menghadapi persaingan kerja.

Industri Game Lokal Memiliki Potensi Besar untuk Berkembang
Fun
Industri Game Lokal Memiliki Potensi Besar untuk Berkembang

Industri game Indonesia sangat menjanjikan.

5 Tempat Wisata di Asia Ini Tak Bisa Dikunjungi di 2023
Fun
5 Tempat Wisata di Asia Ini Tak Bisa Dikunjungi di 2023

Beberapa tutup sementara, beberapa permanen.

Destinasi Bertema Halloween di New York
Travel
Destinasi Bertema Halloween di New York

Dari ladang labu hingga papan ouija.

Telisik Penyakit Genital Warts Pada Perempuan
Fun
Telisik Penyakit Genital Warts Pada Perempuan

Kondisi ini terjadi saat area kemaluan serta rektum ditumbuhi oleh kutil.