BANGUN tidur dengan musik-musik keras yang diputar ayahnya setiap pagi, dari Black Sabbath, Deep Puprle, hingga Led Zeppelin pernah dialami oleh seorang Wendi Putranto yang kala itu masih berusia 4-6 tahun. Hal itulah yang membuat dirinya mencintai musik sampai detik ini dan mengabdikan hidup untuk musik.
Mengambil jurusan jurnalistik di Universitas Prof Dr Moestopo merupakan awal yang mematangkan dirinya untuk hidup di musik.
Baca juga:
Dimulai dengan apa yang ia suka yaitu menerbitkan majalah indipenden milikinya Brainwashed pada 1996 untuk musik underground. Kemudian menjadi beberapa manager band, mulai dari Step Forward, The Upstairs dan kini Seringai.
Wendi yang jeli melihat peluang, kini membangun sebuah ruang kreatif publik hasil kolaborasi bersama tokoh kreatif lintas bidang yaitu M Bloc Space.
“Setelah proyek revitalisasi Lokananta dipending pada akhir 2018, kemudian mas Handoko kembali menghubungi saya dan menawarkan untuk join juga di proyek ini. Saya tawarkan untuk membuat Live House, venue konser musik skala kecil namun fully soundproofed, sound system dan lighting system hi-end dan dilengkapi LED besar. Kemudian 26 September 2019 akhirnya M Bloc Space mulai dibuka soft opening untuk umum oleh Menteri BUMN Rini Soemarno,” ucap Program Manager M Bloc, Wendi Putranto kepada Meraputih.com, Jumat (27/11).

Perjalanan hidup di jalur musik dimulai, ketika kuliah di jurusan jurnalistik dan menerbitkan majalah underground miliknya sendiri dengan metode DIY (Do It Yourself), yang diberi nama Brainwashed.
Ide berani beda ini muncul dikarenakan pada masa itu masih sedikit, bahkan mungkin tidak ada media atau majalah yang membahas band-band underground seperti Grausig, Step Forward, Rotor, Sucker Head, hingga Trauma. Akhirnya, Wendi berhasil menerbitkan majalah underground Brainwashed hingga sembilan edisi.
Berkat majalah tersebut, Wendi berhasil mendapat tawaran pekerjaan, hal semula yang hanya sebatas hobi seketika berubah menjadi profesi yaitu jurnalis media online rileks.com/bisik.com di awal 2000an.
Tidak jauh berbeda dengan mulainya karir sebagai jurnalis, Wendi juga mencoba tantangan menjadi manajer band bersama sebuah band hardcore bernama Step Forward di awal 1997. Pengalaman tersebut yang kemudian menjadi proses pembelajaran pertamanya sebagai manajer band.
Hingga di awal 2000, setelah berpindah dari satu media ke media lain, Wendi akhirnya bertemu Jimi The Upstairs, dan menawarkannya untuk menjadi manajer di band tersebut pada penghujung tahun 2003.
“Untuk bidang kewartawanan kebetulan saya kuliah di jurusan jurnalistik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Sisanya sebagai manager maupun program director saya belajar otodidak saja. Membaca dari buku-buku dan banyak artikel tentang manajemen artis serta penyusunan dan pengelolaan program acara dan kegiatan di berbagai ruang kreatif,” Lanjut pria sekaligus penulis buku Music Biz: Manual Cerdas mneguasai Bisnis Musik.

Ketika Wendi menjadi manajer The Upstairs pada 2003, ia berhasil melabungkan nama The Upstairs hingga ditawari bergabung dengan major label Warner Music dan menghasilkan album Energy yang rilis pada Maret 2006.
Tidak hanya itu, Wendi juga berhasil menghatarkan The Upstairs meraih penghargaan Best New Alternative Band dari AMI Awards.
Di masa yang sama, Wendi juga mendapat tawaran masuk Rolling Stone Indonesia (RSI) dari Adib Hidayat di tahun 2005, dari kiprahnya di RSI Wendi berhasil menulis berbagai peristiwa musik di Tanah Air dan mancanegara.
Sampai akhirnya, dirinya dihadapkan pada pilihan untuk tetap menjadi jurnalis musik atau manajer band The Upstairs. Pilihan tersebut akhirnya jatuh dengan berhentinya Wendi dari manajemen The Upstairs pada 2010.
Baca juga:
Berani Membangun Kopi Tuku dengan Tujuan Mulia ala Andanu Prasetyo