Foreign Branding Bikin Brand Made In Negeri Aing Dikira Produk Impor


Memengaruhi daya minat beli konsumen. (Foto: Instagram/jcoindonesia)
SILVER Queen, Elizabeth, Buccheri, The Executive, J.Co, Eiger, Le Minerale, sampai Excelso sering disangka merek ternama asal luar negeri. Banyak orang terkecoh menduga nama merek menggunakan bahasa asing berasosiasi langsung dengan tempat asal produk. Bila ditelusuri, merek-merek tersebut semuanya berasal dari Indonesia atau karya anak bangsa.
Sebenarnya wajar-wajar saja sih masih ada orang belum tahu beberapa merek ternama tersebut dibuat dari tangan orang Indonesia. Selain nama, seluruh detail produk memang seolah mengesankan merek tersebut berasal dari luar negeri, simak saja logo, tagline, nama produk, tampilan produk, kemasan, sampai atmosfer tempat penjualan.
Baca juga:
Enggak aneh bila ada orang lebih memilih membeli donat J.Co karena disangka merek luar negeri dan bergengsi ketimbang donat kentang buatan Mpok Asri, penjaja kudapan pagi di Pasar Pramuka. Padahal dua-duanya sama-sama produk Made In Negeri Aing.
Beberapa orang memang masih menganggap merek-merek tersebut masih buatan luar negeri. Tengok saja Krisbow akronim dari nama pemiliknya, Krisnandi Wibowo, dianggap sebagai produk Eropa. Hoka-Hoka Bento disangka produk Jepang padahal seratus persen asli Indonesia. J.Co, atau merek donat buatan penata rambut Johnny Andrean tersebut juga sangat jelas buatan dalam negeri.

Bukan tanpa alasan, pemilik produk punya sejarah penamaan unik demi menghasilkan nama catchy.
Ternyata, pemilihan nama ini bukan hanya mementingkan unsur enak didengar dan punya filosofinya saja, tapi juga ada alasan psikologis di baliknya. Istilah tersebut dinamakan strategi foreign branding, bertujuan memasarkan produk dan meningkatkan imej perusahaannya.
Foreign Branding, dalam buku berjudul Foreign Branding and Its Effects on Product Perceptions and Attitudes, merupakan strategi pemberian nama merek dengan pengejaan atau pengucapan dalam bahasa asing tertentu, dan memiliki target utama untuk memengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk. Gampangnya, nama-nama keren tadi dibuat untuk memengaruhi daya tarik konsumen untuk membeli produk.
Dalam buku rilisan1994 itu digelar tiga percobaan untuk mendukung gagasan tersebut. Frans Lecerc, Bernd H. Schmitt, dan Laurette Dube, penulisnya, menggunakan merek berasal dari bahasa Perancis pada produk fesyen. Hasilnya, nama asing tersebut memengaruhi persepsi dan sikap konsumen atas merek tersebut.
Baca juga:
Mengapa Produk 'KW' Jadi Musuh Ekosistem Lokal Made In Negeri Aing

Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari produk dan dapat menambah nilai ketika digunakan. Nama merek asing ini adalah strategi dilakukan untuk memengaruhi dimensi citra merek tersebut.
Strategi foreign branding dilakukan karena stereotipe terhadap budaya tertentu membuat publik percaya merek dari luar negeri memiliki kualitas biasanya lebih bagus. Oleh karena itu, produk dengan nama asing lebih disukai dengan tambahan citra positif.

Terbukti, dalam riset dilakukan Neli Marliani NST dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap Sour Sally menyatakan, strategi foreign branding menumbuhkan minat beli sebesar 83,4 persen. Dengan pembentukan merek menggunakan strategi foreign branding, mencakup citra produk, kualitas, dan keistimewaan sehingga Sour Sally di mata konsumen menimbulkan persepsi sekaligus minat beli tinggi.
Begitu pula di Bandung, Sour Sally, beroleh citra positif. Denish Ariesmendi dkk, pada "Pengaruh Foreign Branding Terhadap Perceived Quality dan Minat Beli Pada Sour Sally Bandung", menunjukan strategi foreign branding menghasilkan nilai dan asosiasi baik, berkarakter, sehingga minat beli konsumen melonjak sebanyak 49 persen. (and)
Baca juga: