ISU stunting masih menjadi perhatian bersama walaupun tren Prevalensi Balita Stunting Nasional menunjukkan penurunan. Data dari Save the Children menunjukkan angka stunting pada 2019 sebesar 27,7%, tahun 2020 26,9%, dan pada tahun 2021 (24,4%).
Dalam Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021, Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menjadi provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Indonesia (31,4%), disusul Sulawesi Barat (33,8%), dan Aceh (33,2%).
Untuk semakin menekan angka stunting pada balita, promosi kesehatan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Upaya yang dilakukan meliputi pentingnya melakukan inisiasi menyusu dini (IMD), ASI eksklusif 6 bulan, pemberian ASI sampai 2 tahun atau lebih, dan sosialisasi pemberian makan bayi dan anak.
Baca juga:
Percepat Penurunan Stunting, Menkominfo Siapkan Dukungan Komunikasi dan Akses Internet

Walaupun upaya untuk memerangi stunting terus dilakukan, kita sedang menghadapi tantangan yang sulit.Selama pandemi COVID-19 melanda Indonesia, para orang tua menghadapi tantangan kehilangan pekerjaan yang berdampak pada kondisi keluarga, termasuk pemenuhan gizi. Hal tersebut menjadi perhatian Save the Children Indonesia untuk tetap memprioritaskan pemenuhan hak kesehatan dan gizi anak. Save the Children Indonesia bekerja sama dengan Sentra Laktasi Indonesia (SELASI) sejak Agustus 2020–November 2021 untuk melakukan telekonseling atau konseling jarak jauh dan kunjungan rumah terkait menyusui dan PMBA. Dari laporan akhir, terdapat 534 ibu yang mendapatkan telekonseling. “Saat pandemi, kami harus berganti strategi untuk menentukan komunikasi yang efektif agar tetap bisa menjangkau orang tua untuk melakukan promosi kesehatan. Melalui telekonseling, kami memberikan dukungan dan menyediakan informasi yang dibutuhkan ibu selama menyusui dan PMBA,” jelas Selina Patta Sumbung, CEO Save the Children Indonesia.
Baca juga:

Lebih dari 30 konselor memberikan telekonseling pada ibu-ibu menyusui. Lokasi intervensi telekonseling meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten. Para konselor menggunakan audio visual (video call) dengan ibu-ibu menyusui guna memberikan pemaparan yang komprehensif dan dapat mendukung praktik PMBA secara optimal. Durasi waktu yang dibutuhkan sekitar 30-60 menit per-dua minggu.
Dari laporan akhir telekonseling ini, 64,3% ibu merasa puas dengan telekonseling menyusui dan PMBA oleh konselor. Keberhasilan telekonseling menyusui dan PMBA diungkapkan oleh seorang ibu menyusui bekerja bernama Ningsih. “Walaupun sebagai ibu yang bekerja, saya masih pumping terus, nggih, Sudah enggak susu formula lagi,” ujarnya.Save the Children Indonesia mendorong orang tua untuk selalu memperhatikan kebutuhan gizi keluarga.“Menyusui itu tugas bersama kedua orang tua, tidak hanya ibu, tetapi juga ayah harus ikut berperan dan berkontribusi. Oleh karena itu, meski intervensi telekonseling ini berfokus kepada ibu menyusui, kami juga tetap mendorong ayah untuk memberikan dukungan dalam pengasuhan,” tutur Selina. (avia)
Baca juga: