Upacara Miyos Gongso Sekaten Digelar Tanpa Tabuh Gamelan

Widi HatmokoWidi Hatmoko - Jumat, 18 Desember 2015
Upacara Miyos Gongso Sekaten Digelar Tanpa Tabuh Gamelan

Pembukaan Sekaten. (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih Budaya - Rangkaian upacara Sekaten tahun 1949 Jimawal/1437 atau 2015 sudah dimulai, Kamis (17/12) malam. Upacara bernama Miyos Gongso diawali dengan dibawanya dua buah perangkat gamelan (gongso) Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo dari bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta ke Masjid Besar Yogyakarta di Kauman.

Dua buah perangkat gamelan dari bangsal Kothak ke bangsal Ponconiti mengawali seluruh prosesi upacara. Gamelan Kyai Guntur Madu ditempatkan di sisi Timur dan Kyai Nogowilogo di bagian barat bangsal Ponconiti. Sebelum dibawa ke serambi masjid besar diadakan serahterima tanggung jawab keamanan dari Keraton Yogyakarta kepada Pemerintah Kota Yogyakarta. KMT Widyowinoto mewakili pihak keraton serta didampingi KRT Waseso Winoto selaku Kawedanan Hageng Punokawan Kridomardowo Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sedangkan pihak Walikota Yogyakarta diwakili Suyana serta didampingi oleh Raden Riyo Widhiohadinegoro.

Pada pukul 20.00 WIB, Sri Sultan HB X , yakni GBPH Yudhaningrat dan GBPH Cakraningrat, melakukan upacara sebar udhik-udhik yang berlangsung di bangsal Ponconiti. Wujud Udhik-udhik ini terdiri uang logam pecahan Rp1000 dan Rp500, beras kuning, dan bunga setaman. Udhik-udhik lantas menjadi rebutan ratusan warga yang telah berkerumun di bangsal Ponconiti sejak sore hari. Mereka datang dari berbagai daerah di DIY dan Jawa Tengah.

Kurang lebih pukul 22.30 WIB kedua perangkat gamelan itu dibawa menuju serambi Masjid Besar Kauman Yogyakarta. Dengan diangkat para abdi dalem Gladag (Konco Abang), Gamelan Guntur Madu dan Nogowilogo diarak melalui rute bangsal Ponconiti, melewati regol Brojonolo, menuju Siti Hinggil ke Pagelaran Kraton. Keluar pintu Pagelaran Kraton menuju Alun-Alun Utara melewati jalan conblock. Sesampainya di selatan Ringin Kurung (2 pohon Beringin) berbelok arah ke barat menuju Masjid Gedhe (besar) Kauman Yogyakarta.

Sebelum ditempatkan di Pagongan Masjid, secara simbolis diadakan upacara penyerahan berita acara tanggung jawab keamanan yang dilakukan Abdi Dalem Reh Keprajan KMT Dirjo Hadi Taruno serta didampingi Riyo Widhiohadinegoro kepada perwakilan Walikota Yogyakarta. Selanjutnya diserahkan ke Camat Gondomanan Agus Arief Nugroho.

Usai penyerahan, dua perangkat Gamelan ditempatkan di serambih (Pagongan) masjid. Gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu disemayamkan di pagongan Kidul (selatan) dan Kyai Kanjeng Nogowilogo di sisi Utara.

Sukirman, seorang penabuh gamelan mengatakan, biasanya setelah upacara penyerahan dua buah pengkat Gamelan ini langsung dibunyikan para Abdi Dalem Niyogo Kawedanan Hageng Punokawan Kridhomardowo. Namun kali ini dua perangkat gamelan ini tidak dibunyikan. Alasannya, Miyos Gongso tahun ini jatuh pada malam Jumat atau Kamis malam. “Kalau malam Jumat (Kamis malam) dua perangkat gamelan ini tidak dibunyikan. Itu merupakan aturan turun temurun sejak dulu kala,” ujar Sukirman, salah seorang penabuh yang telah bertahun-tahun dipercaya menabuh gamelan pusaka itu.

Saat ditanya ihwal pantangan menabuh pada malam Jumat tersebut, Pak Sukir -begitu biasa ia dipanggil- mengatakan, berdasarkan sejarah dan cerita para penabuh sebelum dirinya, malam Jumat atau Kamis malam dipakai untuk kegiatan pengajian atau memberikan kesempatan untuk mendalami ilmu agama (Islam) serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Gamelan tidak boleh dibunyikan hingga selesai shalat Jumat.

Dua buah gamelan ini akan ditabuh setiap hari sampai tanggal 23 Desember 2015 dan dapat disaksikan oleh warga. Setelah itu, akan dikembalikan lagi ke Keraton Yogyakarta. Pengembalian gamelan ini dikenal dengan nama Kondur Gongso. Ppuncak dari semua rangkaian Sekaten akan diadakan Garebeg Sekaten pada Kamis, (24/12). (fre)

BACA JUGA:

  1. Festival Seni Tradisi Pilih 5 Seni Tradisional Terbaik di Yogyakarta
  2. Tari Kolosal Gandrung Sewu Banyuwangi di HUT Korpri
  3. Bukan Bupati, Nyi Roro Kidul Menikah dengan Raja-Raja Jawa
  4. Mengenal Uniknya Tradisi Saparan Kopeng
  5. Tradisi Merti Desa Ketitang, Ungkapan Rasa Syukur Warga Temanggung
Bagikan
Ditulis Oleh

Widi Hatmoko

Menjadi “sesuatu” itu tidak pernah ditentukan dari apa yang Kita sandang saat ini, tetapi diputuskan oleh seberapa banyak Kita berbuat untuk diri Kita dan orang-orang di sekitar Kita.
Bagikan