Sejarah Pembalut Wanita, dari Daun hingga Serat Kayu

Fredy WansyahFredy Wansyah - Selasa, 07 Juli 2015
Sejarah Pembalut Wanita, dari Daun hingga Serat Kayu

Ilustrasi: kampanye pembalut (Foto: Elitedaily)

Ukuran:
14
Audio:

Merahputih Cantik - Saat ini publik kembali dikejutkan dengan berita sejumlah pembalut wanita yang mengandung zat klorin tinggi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah merilis sembilan merek pembalut wanita yang mengandung zat bersifat racun tersebut.

Zat klorin yang terdapat pada pembalut wanita dipercaya dapat menimbulkan gangguan alat reproduksi, keputihan, gatal-gatal, iritasi. Bahkan dampak yang lebih parah, berpotensi menimbulkan kanker.

Adanya pemberitaan tentang zat klorin di pembalut wanita tentu saja membuat kaum hawa merasa waswas. Di sosial media, ramai dibicarakan perihal tersebut.

Tidak seperti di zaman moderen, wanita zaman dahulu menggunakan beberapa bahan alami untuk mengatasi datang bulan. Seperti halnya para wanita Mesir kuno. Ribuan tahun lalu, mereka membuat pembalut wanita dari daun papyrus yang dilembutkan dan dibentuk seperti tampon. Di beberapa negara lainnya, bahan pembuatan pembalut wanita menggunakan gulungan rumput, serabut kayu, wol, serat nabati tanaman. Di Yunani, wanita kuno menggunakan bahan kapas halus dan dibungus kayu kecil.

Seperti yang dikutip dari Femme Internasional, bentuk awal dari pembalut wanita yang dikenal saat ini bermula dari ide para perawat di Perancis yang kemudian dikomersilakan sekitar tahun 1888, dikenal dengan sebutan "southball pad".

Bahannya terbuat dari serabut kayu yang halus sehingga membuat wanita yang menggunakannya merasa nyaman. Terlebih daya serap yang baik membuat para wanita saat itu tak lagi khawatir "perang" dengan darah. Di Amerika, kemudian ide tersebut dikembangkan Johnson & Johnson pada tahun 1896, kemudian dikenal sebagai "Sanitari Towel's for Ladies".

Namun kenyamanan masih menjadi kendala, sehingga di awal tahun 1920 muncul produk Nupak dengan komposisi bahan yang masih menggunakan serat kayu. Namun hal tersebut masih tergolong mahal. Sehingga banyak wanita saat itu kembali menggunakan cara lama, dengan menyumpal bagian kewanitaannya dengan bahan kain atau sejenis saat menstruasi tiba.

Para wanita merasa menderita, karena hanya untuk membeli pembalut saja, mereka harus menabung selama sebulan, sampai kemudian tiba saatnya membeli pembalut tersebut.

Sampai akhirnya ditemukan bahan lain yang lebih murah dan memiliki daya serap tinggi, yakni kapas. Saat itu masih ada masalah lainnya, yakni kenyamanan. Banyak wanita yang merasa tidak nyaman, karena pembalutnya kerap bergeser. Karena itu dibuatlah ikat pinggang khusus untuk menyangga pembalut tersebut. Kemudian ikat pinggang, berubah menjadi tali yang diikat agar pembalut tidak bergeser.

Sekitar tahun 1920-an, produk tersebut sudah tidak diproduksi lagi dan berganti dengan disain yang lebih membuat wanita nyaman. Industri dan kemajuan teknologi kemudian memperkenalkan disain pembalut seperti yang dikenal saat ini.

Dengan sayap dan perekat, wanita zaman sekarang tidak perlu khawatir dengan bergesernya pembalut saat beraktivitas, apalagi sudah ada bahan khusus yang dapat menghilangkan bau di daerah kewanitaan saat datang bulan. Bahkan saat ini, tidak ada lagi pembalut wanita yang tebal. Dengan ketipisan pembalut wanita, tentu saja diperlukan bahan-bahan lain yang dapat membuat daya serap semakin tinggi. Namun, di beberapa negara berkembang, harga pembalut wanita masih tergolong mahal. (wan)

Baca Juga:

Awas, Beredar Pembalut Mengandung Klorin Berkadar Tinggi

Mengenal Bahan Kimia Klorin, Zat Berbahaya pada Pembalut Wanita

Kampanye Anti Pemerkosaan, Wanita Asal Jerman Tempel Pembalut di Jalan

#Pembalut Wanita
Bagikan
Ditulis Oleh

Fredy Wansyah

Berita Terkait

Bagikan