Putusan MK, Calon Tunggal Bisa Ikuti Pilkada Serentak

Bahaudin MarcopoloBahaudin Marcopolo - Selasa, 29 September 2015
Putusan MK, Calon Tunggal Bisa Ikuti Pilkada Serentak

Mahkamah Konstitusi saat membacakan amar putusan PUU UU Pemilihan Kepala Daerah, Selsa (29/9). (Antara Foto/Reno Esnir)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih Peristiwa - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) yang dimohonkan pakar komunikasi politik Effendi Ghazali. Dalam amar putusannya lembaga peradilan tertinggi di Tanah Air itu berpendapat daerah dengan satu pasangan calon (paslon) bisa mengikuti pilkada serentak periode pertama pada akhir tahun 2015.

"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon sebagian," kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/9). 

Lembaga peradilan yang dibentuk pada zaman Presiden Megawati Soekarnoputri menjelaskan alasan pihaknya mengabulkan permohonan pasal 49 ayat (9), pasal 50 ayat (9) Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan pilkada daerah harus diikuti lebih dari satu pasangan calon kepala daerah. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka pilkada serentak di daerah tersebut batal dilaksanakan. Mahkamah Konstitusi menilai klausul tersebut sangat merugikan warga. Sebab hak memilih dan dipilih dijamin dalam konsitusi.

Di tepi lain, pakar komunikasi politik Effendi Ghazali mengapresiasi amar putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan terbitnya amar putusan ini semua daerah di tanah bisa mengikuti pilkada serentak tahap awal yang akan dilaksanakan pada Desember 2015 mendatang.

"Boleh kita katakan pilkada serentak tahun ini akan bisa digelar di seluruh Indonesia," jelas Effendi usai persidangan.

Untuk diketahui Effendi Ghazali bersama dengan Yayan Sakti Suryandaru mengajukan PUU ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon merasa hak konstitusionalnya sebagai pemilih merasa dirugikan jika pilkada serentak ditunda sampai tahun 2017 karena hanya ada satu calon pasangan alias calon tunggal.

Mereka kemudian mengajukan uji materi Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya menyatakan ada tiga daerah di Tanah Air yang pelaksanaan pilkadanya ditunda sampai tahun 2017. Ketiga daerah tersebut adalah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dan Kabupaten Timor Tengah Utara. Ketiga daerah tersebut tidak bisa ikut pilkada serentak tahun ini karena hanya terdapat calon tunggal kepala daerah.

BACA JUGA:  

  1. Kapolri: Tangkap Aktor Intelektual Pembunuh Salim Kancil 
  2. Mendagri Keluarkan 3 Instruksi terkait Pilkada Serentak 
  3. Pilkada Serentak Berpotensi Rusuh, Bang Yos Minta Anggaran BIN Ditambah 
  4. Bawaslu Akui Temukan Praktek Mahar Politik dalam Pilkada Serentak

 

#Pilkada Serentak #Arief Hidayat #Effendi Ghazali #Calon Tunggal #Mahkamah Konstitusi
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
MK Gelar Sidang Uji Materiil UU Pers, Ahli Nilai Pasal 8 Belum Jamin Perlindungan Wartawan
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang Uji Materiil UU Pers, Senin (10/11). Ahli menilai, bahwa perlindungan wartawan belum terjamin.
Soffi Amira - Senin, 10 November 2025
MK Gelar Sidang Uji Materiil UU Pers, Ahli Nilai Pasal 8 Belum Jamin Perlindungan Wartawan
Berita Foto
IWAKUM Hadirkan Saksi dan Ahli dalam Sidang Lanjutan Uji Materiil UU Pers di MK
Ahli dari pemohon Albert Aries (kiri) disaksikan Pemohon, Ketua IWAKUM Irfan Kamil (kanan) dan Sekjen IWAKUM Ponco Sulaksono dan Kuasa hukum IWAKUM Viktor Santoso Tandiasa (tengah) saat memberikan keterangan pada sidang uji materiil UU Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Didik Setiawan - Senin, 10 November 2025
IWAKUM Hadirkan Saksi dan Ahli dalam Sidang Lanjutan Uji Materiil UU Pers di MK
Indonesia
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
Oleh karena itu, permohonan tersebut seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) atau setidaknya ditolak secara keseluruhan
Angga Yudha Pratama - Rabu, 05 November 2025
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
Indonesia
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
Mahkamah tidak dapat menerima permohonan itu lantaran pemohonnya tidak memiliki kedudukan hukum. Adapun perkara tersebut dimohonkan oleh DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DKI Jakarta.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 30 Oktober 2025
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
Indonesia
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
Iwakum menilai keterangan DPR RI dan Dewan Pers dalam sidang uji materiil UU Pers di Mahkamah Konstitusi belum menjawab substansi persoalan perlindungan hukum bagi wartawan.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 30 Oktober 2025
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
Indonesia
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Anang mengingatkan, jaksa yang sedang menjalankan tugas resmi tetap harus melalui mekanisme perizinan sesuai ketentuan.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 18 Oktober 2025
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Indonesia
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Rifqi juga mengungkapkan bahwa Komisi II bersama Badan Keahlian DPR RI sedang mengkaji dua fokus utama revisi UU ASN
Angga Yudha Pratama - Jumat, 17 Oktober 2025
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Indonesia
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Pemerintah menghormati setiap putusan yang dikeluarkan MK dan akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme yang berlaku setelah menerima salinan resmi putusan tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 17 Oktober 2025
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Indonesia
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
Tak lagi absolut, MK putuskan Imunitas jaksa bisa dikesampingkan dalam OTT.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 17 Oktober 2025
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
Indonesia
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatasi kekebalan hukum atau imunitas terhadap jajaran aparat jaksa
Wisnu Cipto - Kamis, 16 Oktober 2025
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Bagikan