Pasca Demo 4 November, Hubungan Jokowi dengan SBY Kian Meruncing


Jokowi dan SBY saat menyanyikan lagu Indonesia Pusaka, proyek Jaya Suprana. (Sumber: YouTube Channel Jaya Suprana)
MerahPutih Politik - Situasi nasional pasca Demonstrasi 4 November lalu kian meruncingkan hubungan Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pasalnya, aksi yang disebut-sebut ditunggangi oknum politik itu beraroma makar dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tudingan itu pun mengarah kepada sosok SBY, Presiden RI ke-6.
Mencium adanya tindak-tanduk berbau impeachment itu, Jokowi segera melakukan konsolidasi politik dengan berbagai kalangan ulama, militer, hingga ketua partai.
Safari politik dimulai dengan mengunjungi markas tokoh agama dari PBNU, Muhammadiyah dan beberapa ormas islam lainnya. Tak hanya itu saja, safari politik Jokowi juga berlangsung di markas TNI/Polri hingga mengundang ketua partai politik nasional ke Istana Negara.
Jokowi menggelar pertemuan empat mata dengan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Ketua Umum PAN Rohamurmuziy, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Namun, hingga saat ini dan menjadi pertanyaan besar kenapa Jokowi tidak mengundang SBY?
Menjawab pertanyaan itu, pengamat politik Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai hubungan Jokowi dan SBY bukan lagi sebatas hubungan oposisi melainkan sudah menjadi seteru politik.
"Saya melihatnya Pak Jokowi ini memang mau mengatakan Pak SBY Itu bukan lagi pada level oposisi, tapi sudah seteru politik. Jadi seteru politik itu sudah naik sedikit dibanding oposisi," kata Ray saat mengisi diskusi 'Peta Politik Paska 4/11: Mempertanyakan Loyalitas Partai-Partai Pendukung Jokowi' di kantor PARA Syndicate, Jalan Wijaya Timur, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (25/11).
Ray menambahkan saat ini Jokowi memilih bersikap beda dengan SBY. Menurut Ray, di manapun posisi SBY, Jokowi akan mengambil posisi yang berseberangan.
"Kalau seteru politik, pokoknya harus beda. Kalau dia ke A, maka kita ke B. kalau dia ke B, kita ke A. Dan seterusnya," ujar Ray.
Lebih lanjut, Ray berpendapat, Presiden RI ke-6 itu tidak bisa memposisikan diri sebagai negarawan. SBY terus saja bersentuhan dengan politik harian dengan kapasitasnya sebagai ketua umum partai.
"Dia (SBY) harus muncul sebagai politisi, dia harus berbicara politik harian dalam kapasitasnya sebagai ketua partai. Ketika beliau berbicara politik harian, nggak ada yang bisa membuat ratingnya naik, kecuali harus bersikap berbeda dengan Pak Jokowi," imbuh ray.
Sikap SBY tersebut dibaca oleh Jokowi setiap kali memberikan pernyataan politik. "Misalnya tiba-tiba Jokowi datang ke Hambalang, Jokowi ketemu Prabowo, Kemudian soal hilangnya berkas TPF Munir," pungkas Ray. (Fdi)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Hari Santri 2025, Megawati Titip 3 Pesan Resolusi Jihad untuk Tanamkan Cinta Tanah Air

Masih Dibangun, Jokowi Belum Tempati Rumah Hadiah Negara Setelah 1 Tahun Lengser

Ketua Fraksi PDIP: Pemerintahan Prabowo-Gibran Menuju Sosialisme ala Indonesia

Jadi Ketua DPD PSI Solo, Astrid Widayani Ditargetkan Kuasai Kandang Banteng

Demokrat ‘Pelototi’ Paket Stimulus Kuartal IV 2025: Ingin Tepat Sasaran dan Berkelanjutan

Ramai Video SBY Tak Salami Kapolri saat Peringatan HUT ke-80 TNI, Demokrat Tegaskan Hubungan Baik-Baik Saja

[HOAKS atau FAKTA] : Megawati Pingsan, Prabowo Copot 103 Anggota DPR dari Fraksi PDI-P
![[HOAKS atau FAKTA] : Megawati Pingsan, Prabowo Copot 103 Anggota DPR dari Fraksi PDI-P](https://img.merahputih.com/media/7b/d4/22/7bd4227f794cc43f9b57b60c2de15d87_182x135.png)
Ingin Petani Sejahtera, PDIP Dorong Petani Punya Lahan Melalui UU Pokok Agraria

Regenerasi Petani Mendesak, Tantangan Lahan hingga Teknologi masih Membelit

Hari Tani Nasional Jadi Momentum Wujudkan Kedaulatan Pangan
