Neraca Perdagangan Juli Capai Angka Tertinggi 19 Tahun Terakhir


Konferensi Pers di kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta Pusat, Senin (15/6). (Foto: MerahPutih/Restu Fadilah)
MerahPutih Keuangan - Badan Pusat Satatistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2015 mengalami surplus sebesar USD 1,33 miliar. Angka ini merupakan surplus tertinggi selama 19 bulan terakhir.
"Memecahkan rekor selama kurun waktu 19 bulan. Semoga kedepan kita bisa makin mendekatkan," ujar Deputi Bidang Statistik Produksi, Adi Lumaksono, di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Selasa (18/8).
Menurut Adi, surplus neraca perdagangan disebabkan surplus pada sektor nonmigas sebesar USD 2,20 miliar. Namun, sektor migas mengalami defisit USD 0,87 miliar.
Sementara itu, akumulasi neraca perdagangan dari Januari-Juli 2015 mencapai USD 5,73 Miliar. Secara keseluruhan, intensitas perdagangan Internasional ekspor dan impor mengalami penurunan.
"Tapi penurunan impor kita lebih cepat dari pada penurunan ekspor kita sehingga kita bisa mengalmi surplus untuk bulan juli ini. Kita berharap bulan-bulan berikutnya masih bisa mengalami surplus yang signifikan," sambungnya. (rfd)
Baca Juga:
Neraca Perdagangan Juni 2015 Surplus US$477 Juta
Neraca Perdagangan Surplus US$0,95 miliar
BI: Neraca Pembayaran Indonesia Akhir 2014 Membaik, Cadangan Devisa Meningkat
Bagikan
Fredy Wansyah
Berita Terkait
Fenomena Rojali di Mall Nyata Adanya, BPS: Kelompok Kelas Menengah dan Atas Kini Lebih Irit

Tingkat Konsumsi Antara Kaya dan Miskin di Indonesia Timpang, Kelas Menengah Ke Bawah di Perkotaan Makin ‘Ngirit’

Jumlah Orang Miskin di Indonesia Sampai 23,85 Juta Orang, Turun Dibanding September 2024

Rencana Pembebasan Tarif Bea Masuk Produk AS: Berpotensi Timbulkan Efek Mengerikan

Produk Kecantikan Rambut Indonesia Tembus Pasar Italia, Surplus Dagang Diharapkan Terus Naik

Neraca Perdagangan Mei 2025 Surplus USD 4,30 Miliar

Pemerintah Diminta Segera Bertindak Atasi Kenaikan Harga Beras saat Stok Melimpah

Donald Trump Paksa TSMC Bangun Pabrik di AS, Ancam Kenakan Pajak hingga 100 Persen

Prabowo Minta Kuota Impor Tak Diskriminatif, Anggap Hanya Untungkan Perusahaan Besar

Berdagang Dengan China, Indonesia Selalu Defisit
