Moehammad Jasin, Bapak Brimob Peraih Gelar Pahlawan Nasional


Lima ahli waris dari tokoh bangsa penerima gelar pahlawan nasional (Antara Foto/Widodo S)
MerahPutih Peristiwa - Presiden Joko Widodo secara resmi memberikan gelar pahlawan nasional kepada Komisaris Jenderal Polisi (Pur) Moehammad Jasin. Atas jasa-jasanya kepada negara, Bapak Brimob tersebut kini menyandang gelar pahlawan nasional.
Sebelumnya pasukan Korps Baret Biru atau Korps Brimob bernama Polisi Istimewa. Kemudian pada tanggal 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir mengganti nama Polisi Istimewa menjadi Mobile Brigade (Mobrig), kemudian disesuaiakan dengan ejaan dan tata bahasa Indonesia menjadi Brigade Mobil (Brimob) pada tahun 1961.
Pada tahun 1945 saat itu Moehammad Jasin masih berpangkat Inspektur satu atau setara dengan Letnan Satu dalam dunia militer. Pendidikan yang diperoleh dari Jepang bukan hanya dalam bidang kepolisian semata, ia juga mendapat pendidikan militer dari Jepang.
Jasin dikenal sebagai salah satu polisi aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 21 Agustus 1945 ia mengeluarkan pernyataan bersejarah yaitu memproklamirkan polisi istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) menjadi Polisi Republik Indonesia (PRI). Proklamasi tersebut juga menegaskan bahwa kedudukan polisi istimewa menjadi polisi merdeka. Polisi milik Republik Indonesia, bukan polisi milik kolonial Jepang.
Maksud lain dari proklamasi tersebut adalah sebagai antisipasi terhadap kemungkinan Jepang melucuti senjata Polisi Istimewa seperti yang dilakukan Jepang terhadap tentara Pembela Tanah Air (Peta).
Dilansir dari akun facebbok Divisi Humas Mabes Polri, saat meletus Pertempuran Surabaya yang puncaknya pada tanggal 10 November Jasin memiliki peranan penting. Saat perang berkobar Jasin lewat radio bahwa pasukan polisi istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) sudah dimiliterisasi, karena itu harus ikut dalam pertempuran di Surabaya.
Peran lain yang dilakukan Jasin adalah dalam kaitannya merebut senjata rampasan perang dari Jepang. Dalam kaitannya dengan perebutan senjata dari tangan Jepang. Setidaknya ada dua peristiwa penting.
Peristiwa pertama di Don Bosco. Saat itu Jepang menjadikan Gedung Don Bosco sebagai gudang senjata (Arsenal) terbesar di Surabaya. Jepang enggan memberikan senjatanya kepada pejuang, Bahkan Bung Tomo sendiri gagal mendapatkan senjata rampasan dari Jepang.
Di sinilah Jasin memainkan perang. Jepang hanya bersedia memberikan senjatanya kepada polisi. Begitu senjata rampasan diterima, Jasin bersama dengan anak buahnya langsung membagi-bagikan senjata-senjata tersebut kepada pejuang.
Kemudian peristiwa kedua adalah di markas Kempeitei. Saat itu para pejuang republik sedang baku tembak denga pasukan Jepang. Dalam situasi panas dan mencekam, Jasin berlari kencang menerobos kawat berduri untuk masuk dan menemui komandan Kempetei. Di dalam gedung itulah ia melakukan negosiasi. Hasilnya Kempeitei bersedia menyerahkan senjata mereka.
"Jasin pun berjanji akan menjamin keselamatan anggota Kempeitei selama mereka berada di Surabaya," tulis akun Facebook Divisi Humas Mabes Polri.
Di sudut lain Hermawan Sulistyo dalam bukunya berjudul Derap Langkah Polri terbitan Pensil 234, Jakarta tahun 2010 membeberkan peranan Jasin yang cukup dominan dalam perjuangan di Surabaya.
Hermawan menjelaskan bahwa satuan polisi istimewa atau Brimob adalah satu-satunya satuan bersenjata pertama yang terorganisir dengan baik dan satu-satunya satuan bersenjata yang realtif lebih lengkap peralatan persenjataan pada saat kemerdekaan.
"Hal ini merupakan fakta sejarah yang jarang disebut," tulis Hermawan dalam bukunya.
Profesor Riset kelahiran Ngawi, Jawa Timur 1957 melanjutkan pada periode 1945-1949 polisi-polisi juga turut bergerilya. Mereka berjuang bukan hanya untuk menghadapi agresi militer Belanda semata, melainkan juga untuk menumpas Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), tidak terkecali Moehammad Jasin.
Pada tahun 1948 Jasin bersama dengan TNI turut serta menumpas pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dikenal dengan peristiwa Madiun. Kemudian ia juga turun tangan dalam menumpas gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung sekitar tahun 1949-1950. Untuk mengadapi APRA Polri menerjunkan pasukan sebanyak 4 kompi.
"Selain itu ia bersama dengan anggota Polri lainnya juga dikerahkan untuk menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat pimpinan Letnan Kolonel Kartosuwiryo," tandas Hermawan.
BACA JUGA:
- Panglima TNI: Tanpa Resolusi Jihad Tidak Ada Hari Pahlawan
- Gelar Pahlawan Nasional untuk Moehammad Jasin
- Brimob Salat di Medan Tempur Tuai Pujian Netizen
- Dua Anggota Brimob Gugur Di Papua, Kompolnas Prihatin
- Panglima TNI: Tanpa Resolusi Jihad Tidak Ada Hari Pahlawan
Bagikan
Bahaudin Marcopolo
Berita Terkait
Kondisi Terkini di Sekitar Mako Brimob Kwitang: Lalu Lintas Lancar, Aparat TNI dan Brimob Masih Siaga

Viral Anggota Bais Ditangkap Brimob Saat Demo Rusuh, Wakil Panglima TNI: Harusnya Tidak Menyebarkan, Kan Intelijen

Dansat Brimob Polda Metro Jaya Dihujani Botol Air Mineral di Depan Markasnya

Rumah Kecil Pahlawan Nasional Slamet Riyadi Memprihatinkan, DPRD Solo Ajukan Dana Revitalisasi APBD

Pejuang dan Tokoh Pendiri DI/TII Daud Beureueh Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ini Kiprahnya
Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya

Wamensos Sebut Keputusan Gelar Pahlawan Soeharto Ada di Istana

Hari Buruh 2025: Marsinah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Intip Profilnya

Pesan Usman Hamid di Perayaan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika, Ingatkan Soal Soekarno dan Soeharto

Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Setara Institute: Tak Memenuhi Syarat!
