Menelusuri Sejarah Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

Masjid Kauman MerahPutih/Ferdywansyah
MerahPutih Budaya - Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta merupakan pusat dari masjid patok negoro. Selain sebagai tempat ibadah bagi warga sekitar dan umat di keratonan, masjid ini juga sebagai simbol kepemimpinan serta penyabaran agama Islam di Tanah Jawa Yogyakarta.
Masjid Kauman didirikan pada 29 Mei 1779 di era kepemimpinan Sri Sultan HB I. Diarsiteki oleh arsitektur asli Jawa, yakni K Wiryokusumo. Penghulu pertamanya ialah Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat.
Bagi umat di bawah naungan keraton, secara simbolik, keberadaan masjid mengartikan pemimpinnya, Sri Sultan, selain pemimpin perang atau pemimpin pemerintahan (senopati ing ngalaga), juga sebagai sayidin panatagama khalifatullah atau wakil Allah di dunia untuk memimpin agama di tanah keraton Yogyakarta.
Dari situlah, Masjid Kauman berfungsi untuk tempat ibadah, penyebaran Islam, serta penegakan tata hukum di daerah kekuasaan kerajaan. Hampir setiap momen keagamaan yang diselenggarakan pihak kerajaan, masjid ini selalu difungsikan sebagai tempat utama. Di antaranya, kegiatan rutin Maulidan atau Mulud atau Peringatan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW.
Kerangka atapnya tidak didominasi kubah, melainkan arsitektur Jawa. Atapnya bermodel tumpang tiga. Model ini menyiratkan filosofi Jawa. Maknanya, kesempurnaan hidup dapat dicapai dengan fase, yakni syariat, makrifat, dan hakekat. Di sekitar kawasan ini terdapat pondok pesantren. Di depan bangunannya terdapat gapura semar tinandhu. Sementara di bagian depannya terdapat sepasang pagongan gamelan sekaten. Bahkan, terdapat maksurah yang tidak berfungsi lagi.
Sekeliling bangunannya dipagari tembok. Sementara di sisi utaranya dijadikan sebagai tempat tinggal abdi dalem penghulu atau disebut Dalem Pengulon. Di sisi sebelah baratnya, terrdapat makan Nyai Ahmad Dahlan.
Masjid Kauman mengalami perubahan ketika Yogyakarta terkena gempa. Dua gempa yang membuat masjid ini renovasi, meski tak significan, yakni pada tahun 1867 dan 2006. Pada gempa tahun 1867, serambi masjid runtuh. Akibatnya, serambi dan lantai dasar bagian dalam direnovasi dengan bahan yang baru. Demikian halnya dengan gempa 2006, kolam masjid yang berada di samping rusak. Akibatnya, kini, kolam masjid tidak lagi digunakan. (fre)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Polisi Diminta Usut Tuntas Kematian Mahasiswa Amikom, Bonnie Triyana: Tidak Ada Alasan yang Membenarkan Kekerasan Aparat Terhadap Pengunjuk Rasa

Pesisir Medan Berpotensi Banjir 22-28 Agustus, Hujan Lebat Akan Guyur DIY

Saat Libur Peringatan HUT ke-80 RI, Daop 6 Yogyakarta Alami Kenaikan Penumpang 5,5 Persen

85.792 Wisatawan Mancanegara Naik Kereta Api Selama Juli 2025, Yogyakarta Jadi Tujuan Tertinggi

Viral, Driver Ojol Dikeroyok karena Telat Antar Kopi, Ratusan Rekan Geruduk Rumah Customer

Film Dokumenter 'Jagad’e Raminten': Merayakan Warisan Inklusivitas dan Cinta dari Sosok Ikonik Yogyakarta

Libur Panjang, KAI Commuter Yogyakarta Tambah 4 Perjalanan Jadi 31 Trip Per Hari

Heboh Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, Nama Tersangka Penyerebot Sudah di Kantong Polisi

Melonjak Signifikan, 47.471 Penumpang Wisatawan WNA Manfaatkan KA di Daop 6 Yogyakarta

Hamzah Sulaiman Berpulang, Seniman dan Pengusaha di Balik House of Raminten
