Menelusuri 'Harta Karun' di Condet


Kebun salak di Condet. (MP/Noer Ardiansyah)
MerahPutih Budaya - Di tengah padatnya permukiman masyarakat di daerah Condet, Jakarta Timur, ternyata terdapat 'harta karun' yang masih dijaga baik-baik oleh beberapa warga sekitar.
Barang tersebut bukan berupa emas batangan yang berkilauan ataupun uang logam kuno yang banyak diburu para kolektor. Harta yang dimaksud adalah lahan kebun yang di mana bersemayam sebuah maskot kota Jakarta, salak condet. Seperti yang diketahui, burung Elang Bondol yang mencekram Salak Condet merupakan markah dari sebuah kota Jakarta yang memiliki nilai historis dan juga filosofis.
Saat merahputih.com melakukan penelusuran di daerah tersebut, Selasa (12/1), siang hari itu dinding langit tidak seperti biasanya yang selalu terang sebab pancaran sinar matahari. Awan yang sedikit menyuram, begitu rela memanjakan lantai bumi dengan rinai hujan yang menyejukkan.
Untuk sampai ke lokasi tersebut, sementara aksesnya memang masih kurang memadai. Persisnya di sepanjang Jalan Balekambang, Kramat Jati, Condet, Jakarta Timur, nanti kita akan menemui sebuah gang Gua Monyet yang hanya bisa dilewati dengan jalan kaki atau sepeda motor.
Akan tetapi, jika mau melakukan kunjungan di saat musim hujan, mungkin para pelancong diharap untuk lebih hati-hati sebab jalan yang licin dan turunan yang curam serta tanjakan yang sedikit terjal hingga akhirnya, kita akan menyaksikan hamparan pohon salak yang berjajar di antara rimbunan batang pohon lainnya.
Kembali melewati perkebunan di jalan setapak dengan keadaan tanah bergejah, suara riuh jangkrik yang masih sangat alami, sungguh membawa diri semakin terhanyut akan keadaan demikian. Seperti berada di tengah hutan belantara yang masih asri, begitu hijau dan permai. Di tengah perkebunan itu, kita pun akan melihat sebuah saung yang di mana merupakan tempat singgah para penjaga lingkungan perkebunan salak condet.
Dengan keramahtamahan para penjaga, kami pun segera duduk bersejajar dengan beberapa lelaki yang berusia di atas 30 tahun itu. "Ya. Di sinilah perkebunan salak condet yang hampir punah," ucap Asnawi (51) di lokasi perkebunan dengan canda riang empat orang penjaga kebun lainnya.
Setelah asyik bersenda gurau bersama beberapa penjaga kebun dengan aksen Betawinya yang masih kental, tiba-tiba datang lagi sosok pria yang tidak lain adalah Ketua RT 07/05 Balekambang, Heri Prasetia (36) dengan membawa tas yang berisi beberapa map dan berkas data pengunjung kebun.
Sambil menawarkan secangkir kopi hangat, derai air hujan yang belum juga reda seolah memberikan instrumen tambahan untuk sebuah percakapan yang sedang berlangsung saat itu. "Untuk luas Kebun Cagar Buah Condet ada lebih kurang 30.400 meter atau sekitar 3 hektare. Selain pohon salak, di sini juga ada pohon duku, melinjo, pohon luak, gandaria, kecapi, dan masih banyak lagi," jelas Heri dengan senyum yang merekah pada kedua bibirnya.
Lahan tersebut, kata Heri, merupakan 'harta karun' bagi warga sekitar. Di tengah hiruk pikuk penjualan salak dengan jenis lain di pasar buah, tetap tidak bisa menggantikan kelezatan salak condet yang merupakan maskot kota Jakarta itu. Meski untuk sekarang ini, hasil dari produksi salak condet belum bisa dinikmati oleh masyarakat sekitar secara keseluruhan. Namun bagi para penjaga kebun, tanah tersebut sangatlah memiliki peranan penting guna menopang kehidupan mereka.
"Untuk hasil buah, sementara ini belum dapat kami bicarakan karena sekarang ini masih proses bebenah kebon. Dari suku dinas (Sudin) Jakarta Timur juga sudah merekrut kami untuk benahin ini semua, dibayar dengan UMR," katanya.
Di tempat itu pula, Bang Asmat (60) penjaga kebun lainnya juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Heri. Menurutnya, gerakan yang dipelopori oleh Heri merupakan langkah yang tepat untuk membantu warga sekitar dalam urusan perekonomian. "Yang pertama, saya senang banget dengan keadaan seperti ini. Dengan Pak RT (Heri), saya sangat berterima kasih sekali. Berkat perjuangannya, perekonomian keluarga saya jadi tertolong," ucapnya dengan pancaran kedua bola matanya yang penuh rasa syukur.
Selain itu, ada pula cerita menarik terkait salak condet seperti yang dijelaskan oleh Asnawi. Katanya, keberadaan salak condet yang semakin tersingkirkan, membuat masyarakat luas tidak pernah mengetahui bentuk dan rasa salak itu sendiri. "Keponakan saya saja yang tinggal di sini, tidak tahu bentuk salak condet. Apalagi rasanya. Bahkan, pikir dia, salak condet tidak ada. Hanya sebuah dongeng yang terus dijaga masyarakat sekitar," timpal Asnawi.
"Kami di sini, akan terus melestarikan dan menjaga keberadaan daripada salak condet itu sendiri. Syukurnya, kami pun terus dibantu oleh Suku Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta," tutupnya. (Ard)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Komisi III DPR Terima Masukan Pemred Media Massa terkait Larangan Liputan Sidang
