ICJR: DPR Bajak Kewenangan KPK Berantas Korupsi


Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
MerahPutih Politik - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan keprihatinan mendalam dengan sikap beberapa fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR yang berencana untuk mengamendemen Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Sebelumnya, RUU KPK tersebut sudah dihapuskan DPR dari daftar Prolegnas pada 2013.
"Dalam rapat Baleg pada 6 Oktober 2015 lalu, beberapa anggota dewan justru masih berusaha meyakinkan amandemen adalah jalan yang perlu ditempuh untuk memperkuat KPK. Fraksi mengusulkan agar revisi UU KPK masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015, bahkan dalam pembahasan kemarin RUU ini diubah, dari sebelumnya inisiatif pemerintah, diusulkan menjadi inisiatif DPR," ujar Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W Eddyono, saat dihubungi merahputih.com, Rabu (7/10).
Dalam rapat kemarin, sejumlah anggota DPR masih mengungkit amandemen dan mendiskusikan beberapa rancangan terbaru mengenai revisi UU KPK. Dalam draf tersebut, ICJR meilihat hal-hal krusial yang berpotensi melemahkan KPK. Bahkan menurut ICJR, ada niat untuk membajak KPK dalam pasal-pasal revisi tersebut.
"Pertama, KPK sengaja dibuat secara ad hoc (sementara waktu) dengan jangka waktu yang terbatas. Ketentuan ini menyederhanakan masalah penanganan korupsi Indonesia, seakan-akan masalah korupsi dapat diselesaikan dengan 12 tahun. Ketentuan ini juga menitikberatkan bahwa masalah penanganan korupsi hanya pada penegakan hukum, bukan pada pencegahan dan lain-lain (sesuai fungsi KPK saat ini)," sambungnya.
Lebih janjut, Supriyadi W Eddyono juga mengungkapkan faktor Kedua, yaitu kewenangan KPK sengaja dibuat secara terbatas hanya untuk menangani kasus-kasus korupsi paling sedikit Rp50 miliar. Kondisi ini akan mengecilkan jumlah kasus yang akan ditangani oleh KPK.
"Ketiga, naskah DPR membuat struktur 'dewan eksekutif' di KPK, berada di bawah komisioner. Pilihan ini tidak sesuai dengan struktur KPK sebagai lembaga negara dan justru membuat birokrasi baru. Ketentuan ini sengaja melemahkan fungsi pimpinan-komisioner KPK," ungkap Supriadi.
Berdasarkan hal-hal tersebut, ICJR melihat materi dalam naskah RUU revisi yang diinisiasi oleh DPR sudah pada taraf digunakan untuk melemahkan atau membajak KPK. ICJR merekomendasikan DPR hentikan seluruh inisiatif untuk merevisi UU KPK. Baik dari segi momentum dan keutuhannya, revisi UU KPK belum diperlukan. (aka)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah

Kolaborasi Bareng KPK Kampanyekan Antikorupsi, Rhoma Irama Doakan Pejabat tak Pakai Rompi Oranye

KPK Usut Dugaan Korupsi di Kalbar, Penyidik Mulai Lakukan Penggeledahan

Unsur Masyarakat Harus Dominasi Pansel KPK

Otak Pungli di Rutan KPK Masih Bekerja Sebagai Staf di Setwan DKI

KPK Tahan Politikus PKB Terkait Kasus Korupsi di Kemenakertrans Era Cak Imin

KPK Periksa Eks Mensos Juliari Batubara Terkait Kasus Bansos Beras

KPK-BPIP Bersinergi Cegah Korupsi

Tutup Hakordia 2023, KPK: Sinergi Pemberantasan Korupsi Harus Terus Berlanjut
