Al Araf: Indonesia Butuh RUU Perbantuan, Bukan RUU Kamnas

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Kamis, 01 Oktober 2015
Al Araf: Indonesia Butuh RUU Perbantuan, Bukan RUU Kamnas

Direktur Imparsial Al Araf yang juga Profesor Peneliti LIPI saat Diskusi Panel RUU Kamnas, di Gedung Sespimti, Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (30/9). (Foto: MP/Bartolomeus Papu)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih Hukum - Indonesia lebih tepat menerapkan Undang-undang Tugas Perbantuan ketimbang Undang-undang Keamanan Nasional (Kamnas) melihat urgensinya saat ini. Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.

Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, secara konstitusional dan mengacu pada Tap MPR No 67 tahun 2000, Indonesia sebetulnya lebih membutuhkan UU Tugas Perbantuan yaitu undang-undang perlibatan TNI dalam konteks Operasi Militer Selain Perang (OMSP), seperti yang dimandatkan oleh Tap MPR No 6 dan 7.

"Ini yang akan menjadi jawaban saat mencari jembatan hubungan antara TNI dan Polri dalam mengatasi situasi kontinjensi dan situasi grey area (wilayah abu-abu) dalam wilayah-wilayah (tugas) tertentu," kata Al Araf yang juga Profesor Peneliti LIPI, usai Diskusi Panel RUU Kamnas, di Gedung Sespimti, Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (30/9).

Al Araf mengatakan, tata kelola sektor pertahanan dan keamanan di Indonesia saat ini sudah sudah sangat baik. Dinamika ancaman ketahanan dan keamanan yang terjadi sudah bisa ditangani berdasarkan undang-undang yang ada.

Terkait ancaman serangan dari negara lain atau ancaman pertahanan, kata Al Araf, itu tugas TNI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pertahanan dan Undang-Undang Dasar tentang TNI.

"Kalau ancaman yang terkait keamanan dalam negeri, khususnya dalam konteks persoalan terorisme dalam negeri, narkoba lainnya, itu dilakukan oleh institusi Polri dengan mengacu pada Undang-undang Polri no 2 tahun 2002," kata Al Araf.

Sementara itu, untuk menghadapi dinamika ancaman untuk fungsi-fungsi prefentif atau pencegahan, negara sudah memiliki Undang-undang Intelijen. Intelijen mengharuskan kerja deteksi dini.

Terkait dengan bencana alam, Indonesia sudah memiliki Undang-undang tentang Penanganan Penanggulangan Bencana Alam. Sedangkan terkait dengan terorisme, Indonesia sudah memiliki Undang-undang tentang Pengaturan Terorisme. Dalam aspek yuridis itu, RUU Kamnas menjadi tidak relevan untuk dibuat. Sebab secara undang-undang, Indonesia sudah sangat lengkap dalam mengatur tata kelola sektor keamanan.

Al Araf melanjutkan, ada ruang yang kosong di legislasi sektor pertahanan dan keamanan yang belum dibuat negara, di antaranya pertama melakukan revisi terhadap undang-undang darurat nomor 2359,  kedua tentang pengaturan keterlibatan militer dalam rangka OMSP sebagai jembatan hubungan TNI-Polri dalam mengatasi situasi kontinjensi dan situasi grey area yang membutuhkan UU Perbantuan.

Ketiga, pembentukan revisi undang-undang tentang peradilan militer nomor 3197. Itu dibutuhkan untuk memastikan bahwa anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum diadili dalam peradilan umum dan anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana militer diadili dalam peradilan militer.

Tiga rancangan undang-undang tersebut, menurut Al Araf, sangat dibutuhkan dalam konteks Indonesia ke depan, persoalannya adalah pemerintahan Jokowi tidak memasukan tiga agenda yang penting tadi kedalam prolegnas. Justru yang masuk rancangan undang-undang yang kontroversial dan pada masa pemerintahan lalu ditantang publik karena mengancam kebebasan demokrasi, yakni RUU Kamnas.

Atas dasar itu, kata Al Araf, ketimbang lelah dengan polemik RUU Kamnas, sebaiknya pemerintah fokus merevisi agenda prolegnas dengan tidak memasukan RUU Kamnas, lalu mendorong pembahasan rancangan undang-undang perbantuan. Rancangan undang-undang perbantuan adalah jawaban menjembatani hubungan TNI-Polri untuk menjaga wilayah keamanan yang sifatnya kontinjensi atau dalam wilayah-wilayah grey area. Itu menjadi sangat penting. (gms)

#Keamanan Nasional (Kamnas) #RUU Kamnas #Imparsial #Al Araf
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Indonesia
Imparsial Kritik Rencana Transfer Data Pribadi WNI ke AS, Sebut Langgar Hak Privasi Warga
Data pribadi tidak boleh dijadikan komoditas dalam perjanjian perdagangan, bisnis, atau kerja sama ekonomi, termasuk oleh negara.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 25 Juli 2025
Imparsial Kritik Rencana Transfer Data Pribadi WNI ke AS, Sebut Langgar Hak Privasi Warga
Indonesia
Kontroversi Penghapusan Artikel Media Detik, Imparsial: Ini Ancaman Kebebasan Berekspresi
Direktur Imparsial Ardi Manto menyebut, "tindakan intimidasi terhadap warga sipil hanya karena menyampaikan kritik adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi".
Frengky Aruan - Minggu, 25 Mei 2025
Kontroversi Penghapusan Artikel Media Detik, Imparsial: Ini Ancaman Kebebasan Berekspresi
Indonesia
Revolusi Pertahanan! BRIN Gebrak Industri dengan Kecerdasan Buatan untuk Tingkatkan Keamanan Nasional
BRIN juga memberikan perhatian khusus pada pengembangan material baru, seperti komposit yang ringan namun kuat
Angga Yudha Pratama - Senin, 21 April 2025
Revolusi Pertahanan! BRIN Gebrak Industri dengan Kecerdasan Buatan untuk Tingkatkan Keamanan Nasional
Indonesia
Imparsial Ingatkan Karier PNS Bisa Terjegal jika TNI-Polri Susupi Jabatan Sipil
Peneliti senior Imparsial Al Araf menyoroti peluang prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan sipil.
Frengky Aruan - Selasa, 04 Maret 2025
Imparsial Ingatkan Karier PNS Bisa Terjegal jika TNI-Polri Susupi Jabatan Sipil
Indonesia
Pemerintah Berupaya Bangun 'Smart Defence System' di IKN
IKN akan jadi pusat pemerintahan Indonesia ke depannya
Angga Yudha Pratama - Jumat, 10 Mei 2024
Pemerintah Berupaya Bangun 'Smart Defence System' di IKN
Indonesia
Kondisi Kota Bitung Sudah Aman Terkendali
Bentrokan Kota Bitung mengakibatkan satu korban meninggal dunia dan dua luka-luka.
Wisnu Cipto - Senin, 27 November 2023
 Kondisi Kota Bitung Sudah Aman Terkendali
Indonesia
Imparsial Sebut KPK Bisa Usut Kasus Suap Kabasarnas
Menurut Gufron, KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialist derogat lex generalis atau Undang-Undang yang khusus mengalahkan Undang-Undang yang umum.
Andika Pratama - Sabtu, 29 Juli 2023
Imparsial Sebut KPK Bisa Usut Kasus Suap Kabasarnas
Bagikan