DKPP Usulkan Sengketa Pilkada Ditangani 3 Lembaga


Juru Bicara DKPP Nur Hidayat Sardini (MP Foto/Rizki Fitrianto)
MerahPutih Politik - Wacana pembentukan lembaga peradilan khusus penanganan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pernah menggema di tanah air. Hingga kini ada tiga lembaga yang bisa menerima sengketa hasil pemilu, Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam beberapa kasus sebut saja sengketa hasil pemilu presiden tahun 2014 dua lembaga mengeluarkan keputusan berbeda. DKPP menilai keputusan KPU memuka kotak suara hasil pilpres 2014 adalah perbuatan melanggar kode etik dan hasilnya komisioner KPU diberikan peringatan. Sebaliknya MK menilai sikap KPU sudah benar dan layak diapresiasi.
Kasus lain yang juga menyita perhatian adalah adanya keputusan dari PTUN yang menjelaskan adanya pasangan calon yang dinyatakan tidak sah dari segi pancalonannya, padahal MK sudah menetapkan pasangan calon tersebut sebagai pemenang dalam PHPU pilkada langsung.
Rentetan fakta itulah yang mengilhami sejumlah pemangku kepentingan untuk menciptakan satu lembaga khusus yang bertugas menangani sengketa pemilihan umum. Sehingga tidak ada lagi perbedaan putusan terkait masalah tersebut.
Lantas bagaimakah pandangan Juru Bicara DKPP Nur Hidayat Sardini (NHS) menyikapi masalah tersebut?
Di jumpai Merahputih.com di ruang kerjanya di kantor DKPP, Dosen Ilmu Politik di Universitas Diponegoro menjelaskan sekaligus menegaskan untuk menangani sengketa pemilu khususnya pemilukada sejatinya tidak diperlukan lembaga peradilan baru. Baginya cukup tiga lembaga yang menangani sengketa pemilu yaitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Sekali lagi kesampingkan pembentukan lembaga baru dan maksimalkan atau berikan kewenangan tambahan kepada lembaga yang sudah ada," kata NHS belum lama ini.
Mantan Panwaslu Jawa Tengah periode 2003-2004 yang mewakili unsur perguruan tinggi melanjutkan ketiga lembaga baik KPU, Bawaslu dan DKPP baginya sudah cukup kokoh dan mampu menangani sengketa PHPU.
Mekanisme sengketa pilkada di tingkat Kabupaten/Kota diselesaikan oleh Bawaslu tingkat Provinsi atau Bawaslu RI. Pertimbangannya adalah secara kelembagaan dan infrastruktur Bawaslu sudah kokoh.
Sebaliknya jika sengketa pilkada ditangani oleh lembaga peradilan baru yang sifatnya ad-hoc tentu akan ditemukan beberapa kerumitan. Pertama lembaga tersebut sifatnya baru dan belum memiliki rekam jejak dalam menangani sengketa PHPU. Kedua pembentukan lembaga peradilan baru tentu saja akan menguras kocek negara, sebab lembaga tersebut membutuhkan sumber daya manusia dan sarana pendukung.
"Sejauh ini Bawaslu sudah kredibel. Tinggal pembuat Undang-Undang berika saja kewenangan. Mau di kasih Bawaslu atau DKPP, bagi saya tidak ada masalah," beber ayah tiga orang anak.
Anggota DKPP yang dilantik pada tanggal 12 Juni 2012 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga menilai dalam menangani sengketa PHPU sebaiknya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibebas tugaskan untuk menangani hal tersebut.
Menurutnya dalam beberapa kasus ada keputusan PTUN yang bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) saat tangani PHPU. Sebaliknya baik Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah menyatakan bahwa mereka enggan menangani sengketa PHPU.
"Kami sudah dua kali audiensi dengan Ketua MA yang intinya mereka ogah tangani sengketa PHPU. Pandangan serupa juga disampaikan MK. Bagi MK rezim pilkada bukanlah rezim pemilu," bebernya.
Berkaca dari hal tersebut, NHS menilai bahwa sengketa PHPU sebaiknya diberikan kepada ketiga lembaga saja, KPU, Bawaslu dan DKPP. Terkait dengan MA, baginya banyak perkara hukum besar yang harus ditangani MA. Sedangkan MK posisinya sebagai lembaga peradilan dengan tugas menangani perkara hukum yang menyimpang atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Berikan saja kewenangan kepada DKPP dan Bawaslu buat urus itu. Siapa yang bisa berikan? Ya pembuat undang-undang dong," celoteh NHS.
Penulis buku "Kepemimpinan Pengawasan Pemilu: Sebuah Sketsa" secara detail mengusulkan dalam urusannya dengan pilkada tugas KPU berada dalam ranah administrasi kemudian Bawaslu pengawas KPU. Terakhir DKPP bertugas sebagai lembaga yang memastikan bahwa kedua lembaga pengawas dan penyelenggara pemilu memiliki integritas dan kemandiran tinggi dalam menjalankan tugasnya.
Kemudian secara kelembagaan ketiga lembaga tersebut juga bukan lembaga baru dalam menangani urusan pemilu. Ketiganya sudah memiliki rekam jejak panjang dalam ranah pemilu.
"Jadi tegaskan saja ketiga lembaga tersebut punya kewenangan dalam urus sengketa pemilu. Sekali lagi saya tegaskan sudahi pikiran kita untuk buat lembaga peradilan baru dan perkuat lembaga yang sudah ada," tandas NHS.
Berdasarkan data Litbang Merahutih.com baik MA dan MK sama-sama keberatan untuk menangani sengketa Pilkada. Dalih yang disampaikan MA karena lembaganya sudah terlalu banyak menangai perkara. Kemudian dari segi keamanan MA juga khawatir sebab massa pendukung pasangan calon dalam pilkada adalah massa militan.
Sebaliknya MK berdalih bahwa pilkada serentak bukanlah rezim dari pemilu yang disebutkan dan diatur dalam UUD 1945 hasil amandemen. Atas dasar itulah lembaga peradilan yang dibentuk pada era Presiden Megawati Soekarnoputri menolak menangani hal tersebut.
Namun demikian belakangan MK berubah pikiran dan mengaku siap menerima PHPU pilkada serentak. MK dijadwalkan akan menerima gugatan PHPU mulai tanggal 18 Desember 2015 dengan jangka waktu 3X24 jam. Proses sidang PHPU pilkada akan berlangsung selama 45 hari kalender dan dibagi atas 3 panel hakim MK yang setiap panel hakim terdiri atas 3 hakim MK. Masing-masing panel akan menangani perkara yang porsinya seimbang.
BACA JUGA:
Bagikan
Bahaudin Marcopolo
Berita Terkait
DKPP Ingatkan Potensi PSU Berulang seperti di Pilkada 2024, Minta Integritas Penyelenggara Diperketat

Hentikan Penghitungan Suara Sepihak, Anggota Bawaslu Jaktim Diperiksa DKPP

DKPP Pecat Anggota KPU Lombok Timur Zainul Muttaqin, Masih Terdaftar Kader PDIP

DKPP Diminta Segera Tindaklanjuti Laporan Sengketa Pilkada Hingga Pileg

Evaluasi secara Tertutup, Komisi II DPR Akui Potensi Pergantian Anggota DKPP

Dugaan Pelanggaran Pemilu Barito Utara, KPU Dinilai Langgar Aturan

DKPP: KPU Kab Sukabumi Terbukti Bersalah Tidak Akomodir Aduan Ribka Tjiptaning
