9 Napi Korupsi Jadi Cakada, Daerah Alami Krisis Politik?


Ilustrasi Sosok Pemimpin (MerahPutih/Alfi Rahmadhani)
MerahPutih Nasional - Majunya sembilan narapidana korupsi sebagai calon kepala daerah (cakada) hingga kini masih menyita perhatian publik tanah air. Majunya kesembilan narapidana korupsi tersebut dinilai sebagai krisis kepemimpinan yang terjadi di tanah air. Bahkan sebagian besar penggiat demokrasi menuding partai politik pengusung sembilan narapidana korupsi dalam pilkada tidak memikirkan rakyat alias pragmatis.
Pemikir politik Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengaku geram dengan ulah partai politik yang mengusung narapidana menjadi calon kepala daerah. Menurutnya partai politik sudah cenderung meminggirkan etika politik, yang ada dalam benak mereka adalah politik pragmatis alias menang-kalah semata.
"Bagi mereka etika sudah tidak penting lagi dibicarakan," kata Ray saat dihubungi MerahPutih.com, Kamis (6/8).
Ia menduga kuat sembilan orang narapidana koruptor bisa mendapatkan tiket maju sebagai calon kepala daerah karena membayar mahar kepada partai politik. Namun demikian Ray enggan menyebutkan berapa mahar yang harus dibayarkan calon kepala daerah untuk mendapatkan tiket dari partai politik.
"Sudah bukan rahasia lagi, istilah beli perahu, tarifnya bisa mencapai miliyaran ruoiah. Sehingga kedepan parpol seperti pasar yang dagangkan posisi dan jabatan," demikian Ray.
Di tepi lain analis politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai keputusan partai politik mengusung narapidana korupsi sebagai calon kepala daerah karena mereka memiliki nyali tinggi untuk bersaing.
"Menurut saya memang mantan napi ternyata lebih berani," kata Siti saat dihubungi terpisah MerahPutih.com.
Namun demikian Siti tetap mengkiritisi keputusan partai politik yang mengusung bekas maling uang rakyat sebagai calon kepala daerah. Menurutnya masih banyak cakada lain yang memiliki integritas dan dedikasi tinggi untuk bangsa dan daerah.
"Saya rasa masih ada calon lain yang lebih baik," sambung Siti.
Masih kata Siti ia menghimbau kepada publik agar jeli dan teliti dalam memilih calon kepala daerah terutama mereka yang pernah terjerat kasus hukum dan mendekam sebagai tahanan pembobol uang rakyat.
"Masyarakat diminta punya pemahaman yang cukup mengenai latar belakang calon agar tidak salah pilih," demikian Siti. (mad/fdi/bhd)
BACA JUGA:
Dinilai Bernyali, Alasan Parpol Usung Bekas Napi Jadi Cakada
Pengamat Politik: Kepala Daerah Mantan Napi Sah secara Hukum
Parpol Anggap Korupsi Bukan Kejahatan
Bagikan
Bahaudin Marcopolo
Berita Terkait
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M

Pengamat Nilai RUU ASN Hambat Otonomi, Berpotensi Munculkan Konflik Pemerintah Pusat dan Daerah

KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri

Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari

MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu

Tunggu Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Diundur Serempak ke Maret

MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan

28 Petugas KPPS Meninggal Akibat Kelelahan Sepanjang Pilkada 2024

Kantongi Bukti Parcok Cawe-cawe di Pilkada 2024, PDIP Siap Buka-bukaan di MK
