WOMEN'S March Jakarta akan kembali beraksi untuk menyuarakan sembilan tuntutan setelah dua tahun tidak turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi.
Aksi ini akan digelar pada Sabtu, 20 Mei 2023. Aksi diawali dengan pawai dari depan IRTI sampai ke depan Patung Merak Monas Pintu Barat Daya.
Anindya Restuviani, Direktur Program dari Lintas Feminis Jakarta mengatakan, aksi ini bertujuan menantang struktur kekuasaan patriarki dan menciptakan ruang bagi suara perempuan untuk didengar dan dihormati dalam ajang kontestasi politik di Indonesia.
“Tema Women’s March 2023 adalah 'SUDAHI BUNGKAM, LAWAN!' adalah semboyan yang mendorong semua perempuan, kelompok marjinal, rentan, dan minoritas lainnya untuk turun ke jalan, merapatkan barisan dan menggaungkan perubahan,” ucap Anindya saat konferensi pers di gedung LBH, Jakarta (17/5).
Women's March Jakarta adalah gerakan yang diadakan untuk merayakan Hari Perempuan Internasional pada 2017. Didirikan oleh sejumlah kelompok aktivis perempuan, gerakan ini menuntut adanya perubahan sosial, budaya, hukum, dan ekonomi agar hak-hak perempuan diakui, dipenuhi, dan dilindungi.
Baca juga:
Perempuan Hebat Indonesia, Ini Dia Sosok Kartini di Masa Kini

Konferensi Pers dimoderasi oleh Anindya Restuviani selaku relawan Women's March Jakarta dan juga Direktur Program dari Lintas Feminis Jakarta. (Foto: Merahputih.com/Alexandrina Sherlyn)
Gerakan Women’s March Jakarta bersifat cair dan kolektif. Dalam konferensi pers tersebut, para relawan yang mewakili organisasi-organisasi yang menyokong Women's March Jakarta turut hadir menyatakan sikapnya untuk aksi Sabtu mendatang.
Aksi Woman’s March Jakarta akan menyuarakan Nawatura atau sembilan tuntutan rakyat. Isinya sebagai berikut:
1. Meningkatkan keterwakilan politik perempuan dengan membuka dan memudahkan akses perempuan dan kelompok marjinal, rentan, dan minoritas lainnya untuk berpartisipasi dalam politik.
2. Segera mengesahkan seluruh kebijakan yang mendukung penghapusan kekerasan, diskriminasi, stigma, represi atau dampak buruk program pembangunan terhadap perempuan.
3. Mencabut dan/atau membatalkan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marjinal, rentan, dan minoritas lainnya baik di tingkat lokal maupun nasional.
4. Menghentikan praktik-praktik berbahaya (harmful practices) terhadap perempuan, anak perempuan, dan kelompok minoritas gender dan seksual.
5. Mendorong kurikulum pendidikan yang komprehensif, adil gender dan inklusif, termasuk melalui jaminan bagi anak perempuan untuk mendapatkan hak atas pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, karakteristik seks, ras, suku, agama, kepercayaan, status kesehatan (fisik dan psikis), status sosial, dan lainnya; serta memajukan pendidikan, pemberdayaan dan akses yang inklusif bagi anak-anak perempuan dengan disabilitas, anak dengan HIV/AIDS, anak narapidana, dan anak pengguna napza.
Baca juga:
Yayasan Dian Sastrowardoyo Tegaskan Pentingnya Peran Perempuan di Bidang TIK

6. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk melindungi perempuan, kelompok minoritas, rentan, dan marjinal.
7. Memastikan berjalannya perlindungan sosial yang komprehensif, adil gender, dan inklusif.
8. Menuntut Pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara berkeadilan dan berpusat pada pemenuhan hak-hak korban, dan
9. Mendorong pemerintah sebagai chairperson ASEAN 2023 untuk turut aktif dalam penyelesaian konflik di wilayah ASEAN/Asia Tenggara dan memberikan perlindungan pada para pencari suaka/pengungsi.
Pada tahun ini Women’s March Jakarta ingin menekankan aspek politik karena sebelum terbentuknya tuntutan di atas, Koalisi Women’s March Jakarta melihat banyak sekali pembungkaman terhadap perempuan dan kelompok marjinal yang dilakukan secara sistematis oleh negara
Konsorsium Crisis Response Mechanism (CRM), Riska Carolina, juga menambahkan bahwa tuntutan-tuntutan Women’s March Jakarta 2023 dapat diaminkan oleh pemerintah. Dia berharap aksi tersebut dapat mendorong masyarakat untuk ikut menghentikan stigma dan diskriminasi terhadap perempuan dengan ragam identitas, kelompok marjinal, rentan, dan minoritas lainnya.
“Maka dari itu, perlu adanya legislasi anti-diskriminasi yang komprehensif untuk melindungi seluruh kelompok rentan di Indonesia," sebut Riska. (ahs)
Baca juga:
Kampanye 'di Balik Layar' Ajak Perempuan Indonesia Percaya Diri