Headline

Urban Farming Cara Efektif Tingkatkan Ketahanan Pangan

Eddy FloEddy Flo - Kamis, 28 Februari 2019
 Urban Farming Cara Efektif Tingkatkan Ketahanan Pangan
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menginisiasi urban farming di daerahnya (Foto: PDIPerjuangan Jawa Timur)

MerahPutih.Com - Indonesia dalam jargon politik Orde Baru selalu dilitanikan sebagai negara agraris. Tujuan jargon tersebut tak lain ingin mengenjot swasembada pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Dalam perjalanan waktu, cita-cita besar negara agraris dengan target swasembada pangan perlahan-lahan tenggelam menjadi retorika politik semata. Lantas, bagaimana dengan persoalan pangan negara ini?

Meski rezim berganti, masalah pangan tetap menjadi topik hangat apalagi jika dikaitkan dengan ekspor-impor. Belum lagi dalam kurun waktu keluhan kelangkaan stok pangan menyeruak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, pangan tetap menjadi kebutuhan dasar yang pelik sekaligus menantang siapa saja untuk mendapat solusinya.

Salah satu solusi ketahanan pangan yang belakangan ini mulai populer di kalangan masyarakat perkotaan yakni "urban farming" atau pertanian dengan lahan sempit.

Salah satu contoh urban farming
Salah satu manfaat urban farming yakni memenuhi kebutuhan sendiri (Foto: sacramento.farm.org)

Masalahnya, apakah "urban farming" di Indonesia sudah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan?. Jika di negara-negara lain, "urban farming" dapat memberikan manfaat terhadap kebutuhan pangan kota, tapi di Indonesia masih sebatas tren gaya hidup.

Tren tersebut belum sepenuhnya dioptimalkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan.

Bahkan pemerintah sendiri dinilai masih kurang serius menjadikan pangan sebagai isu utama. Pembahasan pangan hanya dilakukaan saat ada krisis dan setiap kali krisis solusinya adalah impor.

Sebagai contoh program "urban farming" di tingkat daerah yang telah diterapkan di Kota Surabaya, Jawa Timur sejak 2010. "Urban farming" di Surabaya dilakukan dengan cara memberdayakan kelompok-kelompok tani.

Program "Urban Farming" yang selama ini disuarakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di beberapa kesempatan. Bahkan, Risma sendiri menyampaikan materi penanganan ketahanan pangan hingga pengentasan kemiskinan melalui "urban farming" saat menjadi pembicara di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York pada 19 Februari 2018.

Forum tingkat dunia PBB itu mengangkat tema "From Global Issues to Local Priorities: The Role Of Cities In The Global Agenda, Including Cities For Sustainable Development, Food Security, Nutrition Ad Climate Change".

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
Wali Kota Risma memanen cabai dari hasil urban farming (Foto: PDIPerjuangan Jawa Timur)

Pada kesempatan itu, Risma mengatakan "urban farming" yang diterapkan Pemkot Surabaya tidak menggunakan pestisida dan hanya menggunakan pupuk alami, sehingga tidak ada bahan kimianya.

Warga Surabaya diajak untuk menanam buah-buahan, sayuran, dan padi di tanah milik pemerintah dan juga di lingkungan mereka masing-masing. Pemkot Surabaya pun memberi mereka benih dan peralatan gratis.

"Saat ini, padi yang mereka tanam di Surabaya tidak hanya beras putih, tetapi juga beras merah dan hitam," ujarnya.

Hasil "urban farming" ini untuk memasok kebutuhan di kota, termasuk di hotel dan restoran, serta beberapa didistribusikan ke kota-kota tetangga lainnya. Bahkan, sebulan sekali, Pemkot Surabaya juga menyelenggarakan minggu pertanian di Taman Surya Balai Kota Surabaya beberapa waktu lalu.

Acara itu untuk memamerkan semua produk pertanian lokal dari pertanian perkotaan.

Sedangkan untuk mengendalikan inflasi, Pemkot Surabaya secara teratur membuat operasi pasar murah dan bazar selama bulan puasa yang biasanya kebutuhan makanan pokok sangat tinggi.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya Presley mengatakan "urban farming" yang digagas sejak 2010 itu, dinilai mampu memberdayakan kelompok-kelompok tani di Surabaya, salah satunya di wilayah Kelurahan Sumur Welut, Kecamatan Lakarsantri.

Sebagian besar masyarakat di wilayah Kelurahan Sumur Welut bekerja di bidang pertanian. Mereka menerapkan "urban farming" dengan memanfaatkan lahan kosong untuk usaha berbagai jenis pertanian, seperti bertanam padi, jagung, cabai dan sayuran.

Hampir sekitar 80 persen masyarakat di Kelurahan Sumur Welut memilih untuk bertanam cabai dengan alasan jenis tanaman hortikultura ini dinilai lebih menghasilkan keuntungan dengan masa tanam yang relatif cepat.

Adapun di wilayah Kecamatan Lakarsantri terdapat delapan kelompok tani, dengan anggota berjumlah sekitar 622 orang. Sementara untuk luas lahan pertanian, mencapai 457 hektare dan saat ini masih aktif dikerjakan oleh para petani.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya Djoestamadji sebagaimana dilansir Antara mengatakan "urban farming" pada prinsipnya memaksimalkan lahan yang sempit sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam, budidaya ikan dan peternakan.

Dinas Pertanian sendiri mendorong warga menerapkan "urban farming" salah satunya dengan menanam tanaman seperti cabe di rumahnya masing-masing. Selain cabai, warga juga disarankan menanam sawi.

Vertical farming adalah satu bentuk nyata urban farming
Vertical Farming kini mulai menjadi tren di kota-kota besar (Foto: sacramento.farm.org)

"Program ini akan berlanjut untuk mencapai ketahanan pangan warga Surabaya. Masyarakat Surabaya yang berminat melakukan pelatihan urban farming dapat mengajukan permintaan bibit tanaman kepada DKPP," katanya.

Ketua Kelompok Tani Sumur Welut Makmur, Heri menyampaikan dalam setiap tanam cabai, pihaknya mampu menghasilkan panen sebanyak 14 kali, dengan hasil pertanaman mencapai 1 kilogram untuk jenis cabai besar.

Sementara untuk cabai rawit, menghasilkan panen sekitar setengah kilogram pertanaman. Bahkan, dalam satu hektare tanaman cabai, pihaknya mampu menghasilkan 2,5 kwintal.

"Untuk masa tanam cabai merah, empat hari sekali sudah dipetik. Kalau cabai rawit enam hari sekali, tapi kalau harga (cabai) lagi baik, lima hari sudah dipetik," katanya.

Sementara untuk mendukung hasil produk pertanian mereka, dalam setiap bulan DKPP juga mengadakan kegiatan bertajuk minggu pertanian, sebagai wujud komitmen dalam mengembangkan dan mempromosikan produk pertanian, perikanan dan peternakan di Kota Surabaya.

Salah seorang petani setempat, Heri mengaku aktif mengikuti acara minggu pertanian yang digelar di Balai Kota Surabya untuk mempromosikan dan menjual hasil produk-produk pertaniannya.(*)

Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Jelang Beroperasi, 5 Penerbangan Internasional Bakal Mendarat di Bandara Baru Yogyakarta

#Ketahanan Pangan #Wali Kota Surabaya #Tri Rismaharini #Swasembada Pangan
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan