ANGKA infeksi COVID-19 di Indonesia tergolong tinggi hingga Agustus 2022. Tercatat infeksi harian mencapai 5 ribu kasus. Meski begitu, aktivitas ekonomi seperti berwisata juga terlihat menonjol dan perlahan bangkit.
"Pada bulan Maret 2022, permintaan kunjungan ke Indonesia hampir pulih sepenuhnya, yakni mencapai 94% dibandingkan saat awal pandemi," tulis laporan Xendit, perusahaan payment gateway yang telah bermitra dengan berbagai perusahaan agen travel online.
Pariwisata Indonesia sempat babak belur dihajar COVID-19. Ini terlihat dari penurunan drastis wisatawan mancanegara, dari 4 juta wisatawan pada 2020 menjadi hanya 1,5 juta wisatawan pada 2021 (turun 61,57%). Tapi sejak program vaksinasi digulirkan pemerintah, dunia wisata mulai membaik. Bahkan pariwisata pascapandemi menciptakan tren baru seperti berikut ini.
Baca juga:
Bisnis Desa Wisata Membaik, Pemesanan Airbnb Capai Rekor Tertinggi

1. Peningkatan perjalanan bisnis
Perjalanan bisnis diprediksi akan mengalami kenaikan yang stabil tahun ini, tapi belum mencapai angka sebelum pandemi. Berdasarkan data SAP Concur, 68% wisatawan bisnis di seluruh dunia berencana untuk melakukan perjalanan bisnis pada 2022.
Pengeluaran perusahaan untuk perjalanan bisnis diperkirakan akan menyamai 36% bujet tahun 2019 (pra-pandemi) pada Q2 tahun 2022. Angka ini diperkirakan terus meningkat hingga mencapai 55% pada akhir tahun.
Berdasarkan data Deloitte, angka pengeluaran perjalanan bisnis ini akan kembali menyentuh titik normal sebelum pandemi dalam jangka waktu dua tahun ke depan.
2. Tren workstation (bekerja dan berlibur)
Saat ini, wisatawan ingin berlibur dalam jangka waktu lebih lama. Buktinya, pemesanan akomodasi liburan di kalangan wisatawan Asia Tenggara meningkat lebih dari 1.000% dari tahun ke tahun.
Ini didukung oleh fakta bahwa 16% perusahaan di seluruh dunia telah memberlakukan kerja jarak jauh, banyak perusahaan yang mengimplementasikan work-from-anywhere dan meningkatnya jumlah digital nomad, yaitu karyawan yang memilih untuk bekerja dan berlibur dengan workstation.
3. Pentingnya sanitasi dan ketersediaan informasi keselamatan yang mudah
Selama pandemi, wisatawan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan rencana berlibur yang lebih aman dari kejadian tidak terduga. Mereka khawatir terhadap penularan COVID atau perubahan rencana mendadak karena adanya regulasi pembatasan mobilitas di negara-negara tertentu.
Google mencatatkan kenaikan tajam (lebih dari 165%) untuk pencarian kata kunci terkait “asuransi perjalanan”, terutama di Asia Tenggara. Wisatawan pun mencari cara untuk mengurangi kontak langsung selama liburan.
Berdasarkan data Amadeus, 41% wisatawan memanfaatkan self-service check-in, 41% lebih suka melakukan pembayaran tanpa kas, dan 40% memilih jasa pariwisata yang lebih fleksibel terhadap pembatalan atau perubahan jadwal.
Baca juga:
W20 Indonesia Bawa Perempuan dan Pariwisata Indonesia Merdesa

4. Liburan ramah lingkungan
Laporan Perjalanan Berkelanjutan 2021 dari Booking.com menemukan bahwa 83% dari 29.000 responden menganggap liburan ramah-lingkungan sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, 61% wisatawan juga berencana melakukan perjalanan yang lebih ramah lingkungan karena adanya pandemi.
5. Wisata mewah sebagai sebagai bentuk “balas dendam”
Expedia menyebut tahun 2022 sebagai tahun GOAT (greatest of all trips) atau perjalanan terbaik. Dari 12 ribu wisatawan di 12 negara yang disurvei, 65% diantaranya berencana menyiapkan bujet ekstra untuk merencanakan wisata mereka berikutnya.
6. Wisata domestik dan lokasi pedesaan lebih disukai
Sebuah survei terbaru oleh AirBnB mengungkapkan bahwa lebih dari setengah (57,6%) wisatawan di seluruh Asia-Pasifik berencana merogoh kocek lebih besar untuk pariwisata domestik atau dalam negeri. Hal ini terjadi karena berbagai faktor seperti:
- Wisatawan cenderung lebih berhati-hati karena pandemi dan banyak ketidakpastian.
- Pariwisata domestik lebih diincar karena wisatawan khawatir menghadapi kesulitan saat berlibur di luar negeri.
- Populasi di lokasi pedesaan umumnya lebih sedikit, sehingga mengurangi kemungkinan tertular COVID-19.
Terkait perilaku bertransaksi wisatawan, Xendit juga mencatat ada perubahan. Sejauh ini metode pembayaran yang paling banyak digunakan wisatawan adalah virtual accounts (>26%), QR Code (>25%), e-wallets (>20%) ,gerai ritel atau over the counter (>20%), dan kartu kredit sebanyak lebih dari 4%.
Dengan pulihnya pariwisata dan perubahan permintaan wisatawan, ada banyak peluang baru yang bisa dimanfaatkan oleh para pemain di industri pariwisata sehingga mereka dapat berkembang kembali pascapandemi. (dru)
Baca juga: