Laporan Khusus Jenderal Soedirman

Misteri dan Teka-Teki Tanggal Kelahiran Jenderal Soedirman (2)

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Senin, 29 Januari 2018
Misteri dan Teka-Teki Tanggal Kelahiran Jenderal Soedirman (2)
Jenderal Soedirman. (Foto, buku Mengikuti Jejak Panglima Besar)

BUKAN perkara mudah mencatat tanggal maupun tahun kelahiran seseorang di masa lalu. Bagi kids jaman now, mungkin hari, bulan, tahun, bahkan jam kelahiran terdokumentasi dengan rapih, baik tercatat di akta kelahiran maupun diperingati saban tahun pada perayaan ulang tahun.

Orang jaman old sangat berbeda. Mereka tak biasa berdisiplin dokumentasi. Paling-paling orang tuanya hanya mampu mengira-ngira tanggal kelahiran anaknya dengan peringatan momentum besar, seperti mungkin sekira setahun sebelum gunung meletus, atau dua tahun sebelum banjir besar.

Paling mentok nih gengs, orang jaman old cuma hapal pasaran atau siklus pekan terdiri dari lima hari pada kalender Jawa (pon, pahing, legi, kliwon, wage). Mereka biasanya akan berpuasa pada hari pasaran kelahirannya.

Sekali pun terdokumentasi di surat kelulusan sekolah, atau administrasi sipil, maupun militer, paling sering pakai jurus kira-kira. Bisa kurang atau lebih dari tanggal kelahiran sebenarnya. Begitu pun terjadi pada tanggal kelahiran Jenderal Soedirman. Tanggal kelahiran Jenderal Soedirman menyisakan teka-teki?

Kekeliruan Tahun Kelahiran Soedirman

Selama bertahun-tahun bahkan setelah kepergiaan sang jenderal besar, tahun kelahirannya selalu tercatat pada tahun 1912. Mengapa bisa begitu?

Kekeliruan tersebut, menurut penuturan sang istri, Ibu Siti Alfiah pada Mengikuti Jejak Panglima Besar Jenderal Soedirman Pahlawan Pembela Kebenaran 1916-1950, muncul pada setiap dokumen militer. “Dituliskan untuk keperluan administrasi militer,” ungkap Ibu Alfiah.

Sang istri hanya bisa mengingat hari dan pasaran kelahiran suaminya. “Setiap hari Senin pon,” ingatnya. Sementara bulan kelahirannya pun, Ibu Alfiah hanya ingat bulan pada penanggalan Jawa, bukan Masehi. “Bulan kelahiran Pak Dirman adalah bulan maulud. Tanggal dan tahunnya lupa,” tukasnya.

Seperti teka-teki, keterangan sang istri pun justru meninggalkan sekeping puzzle untuk dirangkai. Dia mengungkapkan beda usianya dengan sang suami hanya empat tahun. Siti Alfiah lahir pada 28 Desember 1920. Berarti tahun 1916?

Eits, nanti dulu gengs. Mungkin masih diperlukan keterangan dan informasi tambahan untuk mempertegas.

Informasi pasaran dan bulan pada penanggalan Jawa kelahiran Pak Dirman, memang diamini Mohammad Samingan, adik kandungnya. Pak Samingan dan kakaknya sedari kecil tumbuh kembang di rumah R Tjokrosoenarjo, Asisten Wedana Bodaskarangjati, Purbalingga.

Baca Juga: Meneladani Kehidupan dan Perjuangan Jenderal Soedirman

Baca Juga: Mengenang Kelahiran Panglima Besar Jenderal Soedirman

Sang paman, Tjokrosoenarjo, seturut keterangan Samingan, selalu memperingati pasaran kakaknya pada Senin pon dengan membuat bubur merah putih.

Senada dengan Bu Alfiah, Samingan pun mengungkapkan beda kelahirannya dengan kakaknya hanya dua tahun. Samingan tercatat lahir pada tahun 1918.

Kepingan puzzle mulai terbentuk. Setelah tahun mulai terkuak, kini tanggal dan bulan menemui titik terang. Pak Dirman berusia sekira 8 bulan ketika Tjokrosoenarjo pensiun. Berdasar Surat Keputusan Pensiun (Besluit no. 34), R Tjokrosoenarjo purna bhakti pada 26 September 1916.

Kesimpulannya, delapan bulan sebelum September berarti Januari, dan Senin pon jatuh pada tanggal 24. Dapat dipastikan, Soedirman lahir pada 24 Januari 1916. Meski begitu, perkara tempat kelahiran pun masih menjadi problema.

Tempat Kelahiran

Nyonya Roetini, bibinya, asal Jatiwangi, Banyumas, mendengar tuturan sang ayah, Tirtadiwangsa, saat Sijem, ibu sang panglima besar, mengandung dan melahirkan di tempat mereka tinggal, desa Tipar, Rawalo, Banyumas. Bukan di rumah kediaman R Tjokrosoenarjo.

Informasi tersebut memberi sisi berbeda, sebab hampir seluruh informasi menyebut Soedirman lahir di Bodaskarangjati, Purbalingga, Jawa Tengah. Benarkah informasi Nyonya Roetini tersebut?

Merunut cerita keluarga, juga asisten rumah tangga keluarga Tjokrosoenarjo, Kartoredjo dan Nawiredjo, pasangan suami-istri Karsid Kartawiradji dan Siyem bertandang ke rumah Tjokrosoenarjo saat Siyem hamil besar. Siyem hendak mengujungi kakaknya, Turidawati istri Tjokrosoenarjo.

Sang empunya rumah tak memberi ijin Karsid dan Siyem untuk pulang karena khawatir dengan kandungannya. Siyem kemudian melahirkan putranya pada 24 Januari 1916 di kediaman sang Asisten Wedana Bodaskarangjati, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. (*/bersambung)

#Jenderal Soedirman #Lapsus Jenderal Soedirman
Bagikan
Bagikan