Saat Presiden Jokowi Kecewa Pada Kebijakan PPKM

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Senin, 01 Februari 2021
Saat Presiden Jokowi Kecewa Pada Kebijakan PPKM

MerahPutih.com - Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah berlangsung dua jilid. PPKM jilid pertama dilangsungkan pada 11 hingga 25 Januari 2021. Sementara, jilid kedua dilaksanakan mulai 26 Januari hingga 8 Februari.

Dalam pelaksanaan PPKM jilid II, pemerintah mengendorkan sejumlah aturan, salah satunya yakni pemerintah mengizinkan pusat perbelanjaan atau mal hingga restoran beroperasi sampai pukul 20.00 WIB. Padahal, pada PPKM jilid pertama, baik mall dan restoran hanya diizinkan beroperasi sampai pukul 19.00 WIB.

Namun, kasus positif COVID-19 justru melambung alih-alih berkurang selama PPKM yang berlangsung dua jilid itu. Tercatat, pada saat pemberlakuan PPKM, total kasus COVID-19 di Tanah Air mencapai 836.718. Bahkan, ada penambahan kasus sebanyak 8.692.

Baca Juga:

Anies Perpanjang PSBB, PKS DKI: Kasus COVID-19 Mengkhawatirkan

Pada saat Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekecewaanya di rapat terbatas dengan para bawahannya, kasus COVID-19 bertambah 12.001. Sehingga total Kasus Covid-19 di Indonesia 1.078.314. Maka, Selama 20 hari pelaksanaan PPKM ada penambahan kasus 241.596 atau setiap harinya 12 ribu kasus tambahan.

Presiden Joko Widodo pun, mengungkapkan kekecewaannya terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dengan nada tinggi mengungkapkan esensi dari kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat adalah mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya mobilitas masyarakat untuk menekan laju penularan COVID-19.

"Kita harus ngomong apa adanya. Ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi, karena kita memiliki index mobility-nya sehingga di beberapa provinsi COVID-19 tetap naik,” kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang membahas tentang Pendisiplinan Melawan COVID-19, Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, yang dikutip, Minggu (31/1).

Jokowi perintahkan bawahannya, terkait ketegasan dan konsistensi dari penerapan kebijakan tersebut untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

"Esensi dari PPKM ini kan membatasi mobilitas, tetapi yang saya lihat di implementasinya ini kita tidak tegas dan tidak konsisten," ujarnya.

Jokowi mengakui jika PPKM berdampak pada penurunan ekonomi. Tapi, tegasnya, masalah penurunan ekonomi tidak perlu dikhawatirkan, selama PPKM mampu menekan kasus positif COVID-19.

"Menurut saya, coba dilihat lagi, tolong betul-betul dikalkulasi, dihitung, supaya kita dapat sebuah formula. Formula yang memang standarnya emang enggak ada. Negara lain enggak ada. Yang benar yang mana enggak ada, yang lockdown juga eksponensial," kata dia

Jokowi menginstruksikan agar Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk terlibat lebih sering untuk memberi contoh kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan kepada masyarakat.

"Yang ingin saya dengar adalah implementasi lapangannya seperti apa. Mungkin nanti Kementerian Agama melibatkan tokoh-tokoh agamanya seperti apa, TNI seperti apa, di Polri seperti apa dan Pak Menko nanti yang mungkin bisa men-drive agar ini betul-betul lapangannya terjadi," kata Presiden Jokowi.

Operasi Yustisi Prokes
Operasi Yustisi Protokol Kesehatan. (Foto: Antara)

Presiden Jokowi pun, meminta jajaran terkait untuk turut melibatkan sebanyak-banyaknya pakar dan epidemiolog. Keterlibatan dan kerja sama para pakar bersama pemerintah nantinya diharapkan akan menghasilkan desain kebijakan yang lebih baik dan komprehensif.

Sebelumnya, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dalam evaluasi PPKM pertama menyebutkan, hasil monitoring terhadap 73 kabupaten/kota yang telah menerapkan PPKM tersebut, 29 kabupaten/kota masih berada di zona risiko tinggi, 41 kabupaten/kota zona risiko sedang, sementara 3 kabupaten/kota lainnya zona risiko rendah.

Dengan kondisi tersebut, pemda diharapkan mengevaluasi PPKM yang telah dilaksanakan berdasarkan pada parameter yang telah ditetapkan, yaitu tingkat kesembuhan yang di bawah nasional, tingkat kematian di atas nasional, positivity rate di atas nasional, dan Bed Occupancy Rate (BOR) ICU dan ruang isolasi di atas nasional.

“Ini menjadi parameter yang diminta untuk dievaluasi dan kemudian untuk terus diberlakukan (PPKM),” ujarnya, Kamis (21/1/2021). (Knu)

Baca Juga:

'Herd Immunity' Minimal 2/3 dari Populasi, Tito: Kuncinya Adalah Kecepatan

#COVID-19 #PPKM #PSBB
Bagikan
Bagikan