Saat Film Dirty Vote Naik Layar Jelang Pencoblosan


Tangkapan Layar Film Dirty Vote.
MerahPutih.com - Film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono meluncur ke publik jelang pencoblosan pemilu 2024. Dalam siaran tertulisnya, Dandhy menyampaikan film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.
"Ada saatnya menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," kata Dandhy.
Film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
Baca Juga:
Data Hasil Penghitungan Suara Pemilu 2024 Bisa Dilihat Publik
Dalam waktu kurang lebih 5 jam setelah siar di YouTube, film itu saat ini telah dilihat 355.831 orang dan dan disukai oleh 51.294 pengguna YouTube.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mencurigai film dokumenter “Dirty Vote” yang diluncurkan dalam platform YouTube, Minggu, bertujuan menurunkan muruah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman saat jumpa pers di Jakarta, selang beberapa jam setelah film itu tayang, pun meminta masyarakat jangan terpancing narasi-narasi dalam film tersebut, karena dia meyakini sebagian besar isinya sebatas asumsi.
"Sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah. Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mendegradasi pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak berdasar,” kata Habiburokhman saat membacakan sikap TKN atas tayangan dokumenter “Dirty Vote”.
Wakil Ketua TKN itu berpendapat narasi-narasi yang disampaikan tiga pakar hukum tata negara dalam film dokumenter itu berseberangan dengan pendirian rakyat.
Tiga pakar hukum tata negara yang tampil dalam film dokumenter itu ialah Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
"Jadi, tindakan-tindakan mereka yang menyampaikan informasi yang sangat tidak argumentatif, tetapi tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan apa yang menjadi sikap sebagian besar rakyat," katanya.
Habiburokhman meminta masyarakat tidak terhasut dengan narasi dalam film dokumenter itu.
“Kami menyarankan kepada rakyat untuk tidak terhasut, serta tidak terprovokasi oleh narasi kebohongan dalam film tersebut serta tidak melakukan pelanggaran hukum. Kita harus pastikan Pemilu 2024 berlangsung damai, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber jurdil),” kata dia.
Salah seorang pememeran, Bivitri menegaskan, secara sederhana Dirty Vote merupakan sebuah rekaman sejarah perihal rusaknya demokrasi di Indonesia.
"Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi," kata Bivitri.
"Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis," sambungnya.
Ia mengingatkan sikap publik saat ini menjadi sangat penting untuk merespons praktik lancung dalam pelaksanaan pemilu. Ia berharap publik dapat bersuara lantang dan bertindak supaya cita-cita negara dapat terus hidup dan bertumbuh.
Pemeran lainnya, Feri Amsari mengingatkan, esensi pemilu adalah rasa cinta tanah air.
"Membiarkan kecurangan pemilu, sama saja dengan merusak bangsa Indonesia. Dan rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya. Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat. Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya," katanya.
Baca Juga:
Ketua DPR Minta Insan Pers Kawal Pemilu 2024
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Anies Punya Cucu Pertama, Ingin Dipanggil ‘Bang’ tapi Dilarang sang Istri

Surat Suara Bekas Pemilu 2024 Laku Dijual Rp 210 Juta dalam Lelang Daring

Sidang Promosi Doktor, Hasto Singgung Abuse Of Power yang Terjadi di Pilpres 2024
Bahagia Diundang PKB, Prabowo Singgung Dulu Pilpres Beda Sekarang 1 Barisan

DKPP akan Luncurkan IKEPP 24 Oktober 2024
Artis Jadi Ketua Tim Sukses Pilkada Hanya Buat Naikkan Popularitas

Suka Cita Rayakan Pelantikan Anggota DPRD DKI Jakarta Periode 2024-2029

Ganjar Terima Curhat Banyak Pemilih Pilpres 2024 Menyesal Terbuai Sembako

Puan Sebut Pemilu 2024 Harus Menjadi Koreksi

Puan Sesalkan Rakyat tidak Pernah Benar-Benar Berkuasa
