Lapsus Jejak Seni Bela Diri Tionghoa

Riwayat Guru Besar Encek Bacih; Anak Kecil Nakal yang Setia Kawan

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Senin, 19 Februari 2018
Riwayat Guru Besar Encek Bacih; Anak Kecil Nakal yang Setia Kawan
Guru besar PGB Bangau Putih Lim Sin Tjoei atau Encek Bacih. (Repro Merahputih.com/buku Melacak Jejak Kungfu Tradisional di Indonesia)

LIM Sin Tjoei atau Subur Rahardja alias Encek Bacih merupakan salah satu pendekar, sekaligus pendiri Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih, Bogor, pada 25 Desember 1952 silam. Ia adalah anak dari pasangan Lim Kim Sek dan Tan Kim Nio, yang lahir pada 4 April 1925.

Sebagai keluarga pesilat, Lim Kim Sek tentu sangat mengharapkan anak-anaknya untuk melestarikan seni bela diri dari generasi ke generasi. Karena itu, sejak berusia 6 tahun, Lim Kim Sek telah menerapkan ilmu kungfu dengan disiplin keras terhadap Lim Sin Tjoei dan juga kakak-kakaknya; Lim Pouw Nio dan Lim Sin Teng.

Selain itu, diketahui pula bakat bela diri Lim Sin Tjoei semakin terasah ketika ia belajar dasar-dasar ilmu kungfu oleh Asuk Yat Long, seorang guru kungfu yang tinggal tak jauh dari rumahnya, di Gang Angbun, Lebak Pasar, Bogor.

Meski Nakal, Tapi Setia Kawan

Masa kecil Lim Sin Tjoei dijalani galibnya seorang anak laki-laki. Selain gemar bermain layang-layang di tanah lapang bersama kawan-kawannya, ia juga dikenal cukup nakal. Salah satu gurunya, Gusti Agung Gede Djelantik Bale Wangsa (seorang raja Bali yang dibuang Belanda ke Cirebon) mengaku sering tertawa kesal melihat tingkah dan keisengan Lim Sin Tjoei saat berlatih.

Alex Cheung dkk dalam buku Melacak Jejak Kungfu Tradisional di Indonesia menjelaskan, agar latihan cepat selesai, Lim Sin Tjoei kerap membasahi punggungnya dan mendekatkan tubuhnya pada lampu templok supaya terlihat berkeringat. "Latihan cepat selesai. Untuk dapat pergi menonton pertunjukan bersama teman-temannya," tulis Alex Cheung.

BACA JUGA: Kisah Encek Bacih dan Empat Pendekar Pendiri PGB Bangau Putih

Meski demikian, kenakalan Lim Sin Tjoei kecil tak membuat ia dijauhi oleh teman-teman, melainkan sebaliknya. Pembawaannya yang senang bergaul, membuat Lim Sin Tjoei tak segan-segan membela temannya yang sedang kesulitan.

Rasa setia kawan itu, sering membawa Lim Sin Tjoei terlibat dalam sebuah perkelahian. "Ayahnya tidak melarang ia berkelahi, asalkan tidak menangis," kata Alex Cheung yang ditulis ke dalam bukunya.

Ketika Lim Sin Tjoei berusia 8 tahun, ayahnya meninggal dunia. Kesedihan yang begitu dalam dirasakan lelaki yang kelak menjadi salah seorang pendekar tiada santirannya itu.

Sementara, paman Lim Sin Tjoei yang bernama Lim Kim Bouw alias Encek Kim Bouw telah melihat bibit bakat bela diri yang dimilikinya. Karena itu, beberapa hari setelah kepergian ayahnya, Liem Sin Tjoei diangkat menjadi anak oleh Encek Kim Bouw.

Meski berprofesi sebagai sinshe (tabib), kemahiran Encek Kim Bouw dalam bela diri tak boleh diragukan. Bakat pendekar memang telah mengalir di dalam darah keluarga besar mereka. Lim Sin Tjoei pun akhirnya dikenalkan lebih dalam bela diri pencak silat di daerah Pulo, Bogor.

BACA JUGA: Menyelisik Kehebatan Jurus Kepret Empek Sinyo Petak Sembilan

Selain ilmu bela diri, Lim Sin Tjoei juga pernah mengenyam pendidikan di Chung Hua School (sekolah berbahasa Mandarin di Bogor periode 1944-1964). Setelah peristiwa G30S, sekolah ini berubah nama menjadi Sekolah Ampera.

Pada 2 Mei 1974, Sekolah Ampera diteruskan oleh Yayasan Gersida dan berubah nama menjadi Yayasan Tunas Harapan (tunasharapan.sch.id) dan juga Sekolah Kesatuan.

Lim Sin Tjoei juga pernah mengenyam pendidikan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setara SMP) di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), di daerah Gedung Dalam, Bogor. (*)

#Lim Sin Tjoei #PGB Bangau Putih #Lapsus Bela Diri Tionghoa #Encek Bacih
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan